Sukses

Predator Anak Ternyata Paling Senang Berburu Korban di Instagram

Instagram merupakan platform yang paling banyak dipakai untuk menghubungi anak-anak

Liputan6.com, Jakarta - Platform Instagram ternyata jadi media sosial (medsos) terfavorit paedofil atau predator anak dalam menjaring korbannya.

Hal ini diketahui berdasarkan sebuah laporan dari National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), sebuah lembaga yang berupaya mencegah kekerasan terhadap anak-anak.

Mengutip laman Engineering and Technology (E&T), Senin (4/3/2019), kasus child grooming alias membangun hubungan emosional dengan seorang anak untuk tujuan pelecehan seksual meningkat tiga kali lipat di Instagram selama 18 bulan terakhir.

Hal ini seiring dengan meningkatnya kekhawatiran tentang eksploitasi seksual anak-anak di platform medsos.

Dalam menyelenggarakan penelitiannya, para peneliti di NSPCC mengajukan permintaan kebebasan informasi terhadap kepolisian di Inggris dan Wales.

Mereka meminta data tentang insiden komunikasi seksual dengan korban anak-anak yang dilaporkan. Masalah komunikasi seksual dengan anak dianggap sebagai tindak kriminal pada April 2017.

Polisi yang menanggapi permintaan dari NSPCC merinci, ada 5.161 insiden komunikasi seksual sejak April 2017. Jumlah peningkatan pelanggaran hampir 50 persen dalam enam bulan terakhir dibandingkan periode yang sama dengan tahun lalu.

Tujuh dari 10 korban ternyata adalah anak berusia 12-15 tahun, atau lebih muda. Bahkan, korban termuda berusia 5 tahun saat ditarget sebagai calon korban.

Hasil penelitian tersebut mencatat, Instagram sebagai platform yang paling banyak dipakai untuk menghubungi anak-anak (sebesar 32 persen), diikuti dengan Facebook (23 persen), dan Snapchat (14 persen).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Angka Pelecehan Anak Lewat Instagram Meningkat

Tercatat, anak-anak yang menjadi sasaran pelecehan melalui Instagram meningkat tiga kali lipat dalam 18 bulan terakhir.

Tidak hanya itu, Royal Society for Public Health mencatat, Instagram dianggap sebagai medsos terburuk untuk kesehatan mental kaum muda.

CEO NSPCC Peter Wanlass menuding perusahaan medsos telah gagal mengatur organisasinya.

"Angka-angka di atas merupakan bukti besar bahwa tugas untuk menjaga anak-anak tetap aman tidak bisa dilakukan oleh jejaring sosial. Kita tidak bisa menunggu terjadinya tragedi berikutnya hingga perusahaan teknologi bertindak," tuturnya.

Instagram dan Facebook sendiri masih menerima anak-anak sebagai pengguna, pasalnya jejaring sosial ini mewajibkan pendaftar berusia 13 tahun ke atas untuk membuat akun.

Meski begitu, tidak ada proses verifikasi usia yang mencegah pengguna muda dari kebohongan tentang usia guna membuat akun.

Melihat pembatasan usia yang tak ketat ini, pemerintah setempat pun berupaya untuk memperkenalkan identitas digital bagi anak-anak untuk bisa mengakses website.

3 dari 3 halaman

Kata Facebook

Juru Bicara Facebook mengakui, menjaga keamanan anak-anak jadi prioritas utama mereka.

Oleh karena itu, Facebook bekerja sama dengan kepolisian dan lembaga perlindungan anak untuk berjuang secara agresif untuk melindungi pengguna mudanya.

Pada sisi lain, juru bicara Snapchat mengatakan, eksploitasi pengguna terutama anak-anak sangatlah tidak bisa diterima.

Lain lagi dengan layanan video streaming YouTube yang dimiliki Google. Mereka menyebut, ada banyak komentar terkait pelecehan anak di YouTube.

YouTube kemudian secara otomatis menghapus seluruh komentar di semua video anak sembari bekerja untuk menyelesaikan masalah ini.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.