Sukses

<i>The Last Ship</i>, Suatu Pertaruhan Pengembaraan Musik Sting

Dari genre pop dan rock, Sting mengeksplorasi jazz, musik klasik, dan folk. Ia pun menghidupkan tradisi musik teater dalam The Last Ship.

The Last Ship, album baru Sting yang dijadwalkan dirilis pada Selasa (24/9/2013) ini bakal penuh kejutan. Mantan personel band The Police ini menyajikan sesuatu yang berbeda ketimbang beberapa album sebelumnya. Semisal album terakhir Sacred Love keluaran 2003.

Selain mengusung genre rock folk, album terbaru musisi bernama lengkap Gordon Matthew Thomas Sumner ini menjadi proyek paling megah dan ambisius yang pernah dilakukannya.

Ada 12 lagu yang disusun dan ditulis untuk pertunjukan teater berjudul sama dengan album tersebut di Broadway, New York, Amerika Serikat pada musim gugur tahun depan. Album ini didasarkan kenangan masa kecil Sting yang tumbuh di sebuah kota pantai.

Penggemar Sting boleh jadi terkejut. Sebab, album itu akan memuat Brian Johnson dari AC/DC dan aktor-penyanyi Inggris Jimmy Nail.

"Saya ingin musik mewakili daerah tradisional timur laut Inggris, tempat saya tumbuh. Selain untuk menghormati tradisi musik teater juga: Rodgers and Hammerstein, Learner dan Loewe, Brecht dan Weill," ucap Sting, seperti yang dikutip Rolling Stone, bulan silam.

Kendati demikian, minat penyanyi berusia 61 tahun itu dalam hal penulisan lagu dikhawatirkan menurun. Terutama sejak album terakhir Sacred Love, sepuluh tahun lalu. Kendati setahun kemudian lagu Whenever I Say Your Name yang dibawakan Sting bersama Mary J. Blige menyabet penghargaan Grammy.

Seperti ulasan yang dimuat di allmusic.com, Sting banyak menghabiskan sepuluh tahun terakhir dengan mengembara. Ia menulis album klasik dengan menggunakan alat musik seperti kecapi. Ia juga merekam sebuah album Natal, mengatur ulang hits lamanya untuk simfoni.

Dan pada akhirnya, mau tidak mau, Sting memadukan warna musiknya dengan band lamanya, The Police, sehingga menemukan inspirasi dalam batas-batas dari sebuah musik. Alunan musik tradisional dan aksen beberapa daerah di Inggris Raya, turut mewarnai album The Last Ship.

Adapun The Last Ship mengisahkan suasana galangan kapal Inggris di era 80-an. "Saya dibesarkan di daerah industri, yang menjadi landasan mimpi indah dan mimpi buruk. Saya melihat kapal-kapal yang diluncurkan, ada hal yang menakutkan dan menghantui. Itu tidak pernah meninggalkanmu," papar Sting.

Ultimate Classic Rock turut mengulas album baru Sting tersebut. Walau tergantung apresiasi dan perspektif tertentu, Ultimate Classic Rock menulis, lagu-lagu di album The Last Ship akan membuat para penggemar bosan.

Terlebih, Sting banyak mengeksplorasi jazz, musik klasik, dan folk selama seperempat abad terakhir. Ini sekaligus menunjukkan seorang seniman yang sudah bosan menjadi bintang lama. Sang musisi pun bakal mempertaruhkan karier ke depan, untuk lebih baik atau lebih buruk.(Ans)

Baca juga:

Akhir Tahun Ini, Sting Konser di New York 10 Kali

Sting Umumkan Konser Amal di New York

Sting, Musisi Karismatik, Sinis, Sekaligus Bijak

Nostalgia, Sting Manjakan Penggemar dengan Lagu The Police

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.