Sukses

OJK Sebut Bakal Ada 4 Perusahaan Smelter IPO pada Semester I 2023

Ketua DK OJK Mahendra Siregar menyatakan, investor dan pengusaha Indonesia yang masuk sebagai joint venture buka peluang makin besar melalui bank dan pasar modal untuk perusahaan cari dana.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menyebutkan bakal ada empat perusahaan pemurnian bahan galian (smelter) yang akan debut di Bursa pada semester I 2023.

Hal itu sejalan dengan program pemerintah untuk genjot industri hilir. Diakui, memang ada beberapa kendala terkait pengembangan industri hilir di Indonesia. Salah satunya terkait banyaknya pemain asing, di mana mereka umumnya juga akan menghimpun dana dari negara mereka berasal untuk diinvestasikan di Indonesia.

Namun, belakangan Mahendra mencermati pemain dalam negeri baik dari sisi pelaku usaha maupun investor sebagai penyedia modal dari dalam negeri mulai bertambah.

"Belakangan semakin besar proporsi dari investor atau pengusaha Indonesia yang masuk sebagai joint venture. Ini buka peluang yang makin besar baik untuk perbankan maupun pasar modal untuk perusahaan mencari dana, termasuk lewat IPO,” kata dia dalam CNBC Economic Outlook, ditulis Rabu (1/3/2023).

Ke depan, Mahendra melihat persoalan ini harus didukung dari cara pandang strategi dan sosialnya. Di mana sudah seharusnya partisipasi dari investor maupun pelaku bisnis dari Indonesia lebih besar.

Menurut dia, ini adalah kunci yang harus dipegang terlebih dahulu sebagai komitmen nasional, selanjutnya lembaga keuangan bertindak untuk mendukung komitmen tersebut.

"Kami melihat dalam pipeline di IPO ada beberapa yang besar terkait dengan pemrosesan smelter dari produk minerba kita. Dalam semester I saja, barangkali sudah ada 3-4 (perusahaan) dan ukurannya besar,” imbuh Mahendra.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Hilirisasi Harga Mati, Bakal Ada 32 Smelter Nikel Baru pada 2023

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mengandalkan program hilirisasi nikel guna mempercepat pembangunan 32 fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di 2023.

Pembangunan smelter ini jadi program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat hilirisasi tambang. Rencananya, pemerintah target mendirikan 53 smelter yang beroperasi hingga 2024.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Pertambangan Irwandy Arif mengatakan, dari 32 smelter tersebut, 20 diantaranya berdiri sendiri. Sedangkan 12 sisanya berintegrasi dengan tambang.

"Saat ini, sudah dibangun 21 smelter, 5 terintegrasi dan 16 berdiri sendiri (stand alone) yang mayoritas merupakan smelter nikel," kata Irwandy di Jakarta, Kamis (23/2/2023).

Adapun sejak bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen dilarang ekspor per 1 Januari 2020, ekspor barang setengah jadi atau jadi dari nikel bisa melonjak hingga USD 20,9 miliar pada 2021. Sebelumnya, ekspor bijih nikel tercatat berada di angka USD 1,1 miliar pada 2014.

Lebih lanjut, Irwandy turut memaparkan program pemerintah agar negara tak lagi bergantung pada impor energi yang masih banyak dilakukan untuk produk LPG dan BBM. Itu dilakukan melalui penanaman investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi.

Irwandy beharap semua pihak dapat mendukung program tersebut. Sehingga tujuan kemandirian energi dan hilirisasi tambang dapat terwujud.

"Hal itu guna memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat," pungkas dia.

 

3 dari 5 halaman

Fokus Hilirisasi, Indonesia Ikuti Jejak Negara Maju

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan banyak negara maju berkat melakukan hilirisasi. Mulai dari Inggris, Amerika Serikat, Finlandia hingga China menjadi negara maju berkat melakukan hilirisasi di negaranya sejak dulu. 

“Jadi kita harus belajar sama mereka yang sudah sukses melakukan hilirisasi,” kata Bahlil Lahadalia di kantor Kementerian Investasi, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (25/1). 

Bahlil menuturkan Inggris telah melakukan hilirisasi sejak abad ke-16. Di Amerika Serikat hilirisasi dilakukan sejak tahun 1920. 

“Amerika Serikat menggunakan pajak progresif pada impor untuk tujuan hilirisasi,” kata dia. 

Begitu juga dengan China yang mulai melakukan hilirisasi sejak tahun 1980-an. Kala itu China memproteksi industri dalam negeri dengan mengalokasikan 90 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk tujuan hilirisasi. 

“China Tahun 1980-an ini proteksi industri dalam negeri dengan TKDN 90 persen untuk tujuan hilirisasi,” kata dia. 

Pun dengan Finlandia yang menggunakan investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) untuk tujuan hilirisasi. “FDI yang masuk ke negaranya buat hilirisasi,” sambung Bahlil. 

Cara yang sama ini sedang diterapkan di Indonesia. Investasi langsung yang masuk diarahkan untuk hilirisasi produk yang dihasilkan sendiri. 

Bahlil mengatakan di tahap awal, hilirisasi dilakukan untuk sektor pertambangan seperti nikel dan tembaga. Kemudian, tahun ini Pemerintah akan mulai mengarahkan hilirisasi untuk minyak dan gas seperti Dimethyl Ether (DME). 

“Hiirisasi DME ini termasuk metanol, pupuk, blue ammonia,” katanya. 

Tak hanya itu, pemerintah juga akan mendorong hilirisasi dari sektor lainnya seperti pangan, perikanan dan kehutanan. Sebab hilirisasi menjadi kunci Indonesia menjadi negara maju. 

“Kunci Indonesia mau maju ya hilirisasi,” pungkasnya. 

 

4 dari 5 halaman

Menteri Bahlil: Hilirisasi Harga Mati

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia mengatakan hilirisasi yang tengah dikebut Pemerintah merupakan harga mati. Alasannya Pemerintah telah memutuskan untuk melakukan hilirisasi ke semua sektor. 

“Hilirisasi itu adalah harga mati,” kata Bahlil Lahadalia di kantor Kementerian Investasi, Jakarta Pusat, Selasa (24/1).

Memang saat ini hilirisasi yang dilakukan pemerintah berfokus pada sektor pertambangan seperti nikel, bauksit, tembaga dan lainnya. Namun, ke depan hilirisasi akan dikembangkan ke sektor perikanan, perkebunan, minyak dan gas. 

“Kita akan bikin hilirisasi ini tidak hanya sektor pertambangan tetapi perikanan, perkebunan, pangan, oil dan gas. Ada 8 sektor hilirisasi kalau negara kita mau maju,” ungkapnya. 

Indonesia akan banyak meraup keuntungan setelah melakukan hilirisasi. Semisal hilirisasi yang telah dilakukan  pada komoditas nikel yang mampu membuat ekspor Indonesia surplus hingga USD1 miliar.

"Dulu ekspor kita ke Tiongkok pada 2016 ke 2017 defisit kita USD18 miliar, tahun 2021 defisit neraca perdagangan kita dengan Tiongkok tinggal USD2 miliar, tahun 2022 sekarang kita sudah surplus USD1 miliar," tuturnya.

Bahkan pasca hilirisasi nikel, Bahlil menyebut Indonesia menjadi negara pengekspor stainless steel terbesar di dunia. Selain memberikan nilai tambah, hilirisasi bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Termasuk membuat pekerja mendapatkan upah yang maksimal dengan kemampuan yang dimiliki.

Apalagi, dalam waktu dekat Freeport akan mengolah hasil tambangnya di Gresik Jawa Timur. Beberapa perusahaan tambang lainnya juga akan melakukan hilirisasi di Tanah Air. 

“Sebentar lagi Freeport nggak lagi mengirim cooper-nya ke sana sudah bangun semua smelternya disana Gresik 2024. Newmont di NTB sudah melakukan hilirisasi di sana," ujarnya.

"Jadi ini negara kau, negara kau paten, kenapa kita tidak mendorong sektor pertambangan,” sambung Bahlil.

5 dari 5 halaman

Hilirisasi Nikel Bisa Bikin Indonesia Cuan Rp 440 Triliun pada 2022

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar Indonesia terus melakukan hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam (SDA). Banyak manfaat di sektor ekonomi dan sosial dengan hilirisasi dan industrialisasi.

Jokowi mencontohkan, hilirisasi nikel telah meningkatkan ekspor besi baja 18 kali lipat. Tahun 2014, hanya sekitar Rp 16 triliun dan pada 2021 melonjak jadi Rp 306 triliun.

"Di akhir 2022 ini, kita harapkan bisa mencapai Rp 440 triliun. Itu hanya dari nikel," kata Jokowi dalam pembukaan sidang tahunan MPR RI di Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Setelah nikel, pemerintah juga akan mendorong hilirisasi bauksit, hilirisasi tembaga, dan timah. Hal ini untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari ekspor sektor minerba.

"Kita harus membangun ekosistem industri di dalam negeri yang terintegrasi, yang akan mendukung pengembangan ekosistem ekonomi hijau dunia," tegasnya.

Selain hilirisasi, fokus pemerintah juga ialah optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau. Hal ini untuk mencapai target emisi nol persen atau Net Zero Emission (NZE) pada 2030 hingga mengurangi dampak negatif perubahan iklim.

"Persemaian dan rehabilitasi hutan tropis dan hutan mangrove, serta rehabilitasi habitat laut, akan terus dilakukan, dan akan menjadi potensi besar penyerap karbon," tutup Jokowi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.