Sukses

Inflasi Terkendali, Bagaimana Pasar Modal RI?

Investor ritel memiliki andil besar dalam mendorong pertumbuhan pasar modal dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Pasar modal tanah air dinilai masih perkasa kendati dihadapkan pada potensi resesi global. Direktur Utama PT MNC Sekuritas, Susy Meilina menjelaskan, keyakinan itu salah satunya ditopang data dengan pasar modal Indonesia masih cukup resilien dibandingkan sejumlah negara lain. Hal ini selama pandemi hingga krisis energi baru-baru ini.

Susy menyadari, investor ritel memiliki andil besar dalam mendorong pertumbuhan pasar modal dalam negeri. Sehingga diharapkan jumlah investor ritel masih melanjutkan pertumbuhan signifikan ke depannya.

"Kami sangat optimis karena pasar modal Indonesia secara historical sangat baik, terlebih jumlah investor masih sangat kurang. Kita tahu semakin banyak investor ritel itu bisa sangat support pasar modal indonesia,” kata dia dalam Seminar CMSE 2022, Sabtu (15/10/2022).

Bersamaan dengan itu, dana ekonomi dalam negeri seperti inflasi juga relatif terjaga. Sebagai gambaran, International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional memprediksi inflasi Indonesia di kisaran 5,5 persen pada 2023. Sedangkan untuk 2022, IMF memperkirakan inflasi Indonesia mencapai 4,6 persen. Angka inflasi Indonesia dinilai lebih terkendali dibanding inflasi global yang diramal lebih tinggi yakni 8,8 persen pada 2022.

Sedangkan tahun depan, IMF memperkirakan inflasi global diproyeksi menurun di kisaran 6,5 persen. Tak hanya Indonesia, IMF juga meramal laju inflasi di negara berkembang akan terus meningkat di kisaran 9,9 persen pada 2022, dan 8,3 persen pada 2023.

"Saya optimis, apalagi kita punya base perekonomian, inflasi terjadi dibandingkan beberapa negara lain. Jadi 2023 yang banyak ditakuti orang karena ada inflasi maupun terkena efek ekonomi global, tapi fundamentalnya masih sangat baik,” tutur Susy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Ancaman Resesi Membayangi, Sektor Ini Bisa Jadi Pilihan Investasi Investor Pemula

Sebelumnya, ancaman resesi di depan mata. Ekonomi banyak negara diperkirakan mengalami perlambatan signifikan. Di tengah kondisi itu, investasi dinilai menjadi salah satu jalan keluar untuk mempertahankan nilai aset yang dimiliki agar tak tergerus inflasi.

Direktur Retail and Treasury Mandiri Sekuritas, Theodora VN Manik menerangkan, sejumlah sektor saham yang menarik di cermati di tengah potensi resesi, salah satunya adalah yang memberikan dividen tinggi, salah satunya perbankan.

"Sektor-sektor yang baik adalah yang masih berikan dividen besar di industri siklikal, perbankan, selective healthcare dan valuasinya yang masih reasonable. Dan ingat, investasi fundamental dan teknikal harus digabungkan,” kata Dora daam Seminar CMSE 2022, Sabtu (15/10/2022).

Untuk investor pemula, sebenarnya Dora lebih menyarankan pada instrumen yang mudah dimengerti cara kerjanya. Dalam hal ini, Dora meyarankan reksa dana pasar uang atau mutual fund sebab resikonya relatif lebih kecil. Di sisi lain, modal yang dibutuhkan untuk instrumen ini juga relatif lebih kecil.

Selain itu, tujuan investasi calon investor juga harus diterapkan sejak awal untuk mengetahui instrumen apa yang paling sesuai.

“Sebenarnya tergantung apakah mau investasi jangka panjang atau jangka pendek. Tapi kalau bagi pemula saya sarankan instrumen yang dimengerti. iasanya kita sarankan reksa dana pasar uang,” kata Dora.

3 dari 5 halaman

Meneropong Prospek Sektor Saham Konsumsi pada Kuartal IV 2022

Sebelumnya, Analis menilai sektor saham konsumsi memiliki prospek yang baik pada kuartal IV 2022. Hal tersebut dipengaruhi oleh sentimen positif libur Natal dan Tahun Baru.

"Saham-saham sektor konsumer biasanya mempunyai prospek yang bagus di semester II, terutama pada kuartal IV. Dipicu oleh adanya sentimen positif libur natal dan tahun baru yang berpotensi meningkatkan volume penjualan,” kata Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Priscilla kepada Liputan6.com, ditulis Selasa (27/9/2022).

Priscilla juga menyebutkan, prospek sektor saham konsumer dipengaruhi oleh harga bahan baku.

“Faktor utama yang mempengaruhi prospek sektor saham konsumer adalah harga bahan baku dimana harga bahan baku yang tinggi juga akan menyebabkan melonjaknya biaya produksi,” kata dia.

Meskipun terjadi kenaikan bahan baku, tetapi hal tersebut berpotensi meningkatkan keuntungan Perseroan pada semester II 2022.

"Walaupun ada sedikit kenaikan harga gandum dan CPO pada Agustus, tetapi keduanya sudah turun sebesar 35 persen dan 49 persen menjadi USD 880 dan MYR 3.736 dari harga puncaknya masing-masing di USD 1.347 dan MYR 7.268, pada Maret 2022. Hal ini tentunya berpotensi mengurangi COGS dan meningkatkan profitabilitas perseroan pada semester II ini,” imbuhnya.

Priscilla menuturkan, kenaikan inflasi dan harga bahan bakar minyak (BBM) tentunya memberikan pengaruh terhadap semua sektor tanpa terkecuali.

Akan tetapi, sektor konsumer atau non-cyclicals merupakan sektor yang bisa dibilang cukup bertahan, karena produknya adalah barang-barang kebutuhan pokok. Hal ini seiring barang-barang tersebut dibutuhkan oleh masyarakat hampir setiap hari. 

"Sehingga, walaupun ada kenaikan inflasi, masyarakat cenderung akan tetap membeli produk-produk sektor konsumer,” ujar dia.

4 dari 5 halaman

Saham Pilihan

Untuk saham-saham yang menarik dicermati, Priscilla memilih antara lain saham dari PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).

“Saham-saham sektor konsumer yang masih menarik untuk dicermati adalah CMRY dan MYOR. Kami mempertahankan CMRY dengan peringkat buy pada TP 5.300, lebih tinggi dari TP sebelumnya di 4.800 karena potensi penambahan kapasitas produksi yang signifikan setelah diselesaikannya ekspansi dari fasilitas produksi segmen makanan konsumen pada akhir tahun ini,” kata dia. 

Tak hanya itu, Priscilla mengungkapkan, secara kumulatif, laba bersih CMRY pada semester I 2022 berhasil tumbuh 59,4 persen secara tahunan menjadi Rp 581,1 miliar mengikuti kenaikan pendapatan Perseroan sebesar 98,1 persen secara tahunan menjadi Rp 3,1 triliun. 

"Untuk MYOR, meskipun kinerja kuartal II 2022 kurang baik, pihaknya mempertahankan peringkat BUY pada TP 2.100. Karena faktor musiman setiap akhir tahun, penjualan MYOR pada semester II biasanya lebih tinggi dari semester I," katanya. 

Priscilla berpandangan, pendapatan semester II 2022, perseroan mungkin lebih tinggi dari semester I 2022 karena volume penjualan yang lebih baik. 

"Pembukaan kembali beberapa kota di China pasca lockdown COVID-19 baru-baru ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi penjualan ekspor MYOR dari negara tersebut," kata dia.

5 dari 5 halaman

Tantangan

Sementara itu, Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis mengatakan, sektor konsumsi masih memiliki potensi positif hal ini karena mulai menurunnya harga komoditas, tetapi di sisi lain sektor konsumsi juga masih memiiki tantangan seperti kenaikan harga BBM yang dapat melemahkan daya beli masyarakat.

"Kenaikan BBM akan meningkatkan beban distribusi hal ini akan membuat emiten sektor konsumsi menaikan harga produknya sehingga dapat berpotensi melemahkan permintaan dari produk tersebut," kata Abdul.

Tak hanya itu, libur Natal dan Tahun Baru bisa memberikan pengaruh terhadap permintaan yang tinggi meskipun sementara.

"Libur Natal dan Tahun Baru bisa berdampak pada permintaan yang tinggi, tetapi hal ini akan berdampak sementara saja," kata dia.

Untuk rekomendasi saham yang dapat dicermati pelaku pasar, Abdul memilih saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

"ICBP dengan rekomendasi trading buy dengan potensi upside 10-15 persen," imbuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.