Sukses

Soal Pencabutan Aduan Rektor Polisikan Mahasiswa, Polda Riau: Belum Terima

Kritik mahalnya biaya pendidikan di Universitas Riau berujung pengaduan masyarakat ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kritik mahalnya biaya pendidikan di Universitas Riau berujung pengaduan masyarakat ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Pengaduan dibuat oleh Rektor Universitas Riau terhadap mahasiswanya, Khariq Anhar. Belakangan, Sri Indarti melalui keterangannya di media sosial membantah pengaduan ke penegak hukum itu terhadap Khariq melainkan pemilik akun Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP). Pengaduan itu diakuinya sudah dicabut setelah mengetahui pengelola akun tersebut.

"Pemilik akun itu sudah diketahui mahasiswa Universitas Riau, maka perkara ini tidak dilanjutkan, sudah dikoordinasikan dengan Polda Riau," kata Sri.

Pengakuan Sri ini ternyata belum diterima secara resmi oleh Polda Riau. Komisaris Besar Nasriadi sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus menyatakan belum menerima pencabutan dimaksud. "Kami belum terima surat pencabutan laporan tersebut," kata Nasriadi, Jumat siang, 10 Mei 2024.

Nasriadi malah menyebut punya rencana mempertemukan Sri Indarti dengan Khariq Anhar pada awal pekan depan. "Rencana Senin depan akan kami pertemukan pelapor dan terlapor untuk perdamaian," tegasnya.

Nasriadi berharap ada solusi damai sehingga kasus ini bisa diselesaikan secara baik-baik. "Apa pun ceritanya, ibu Rektor adalah sebagai dosen, guru, dan orangtua, dan terlapor ini adalah sebagai mahasiswa dan sebagai anak," ujar Nasriadi.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Uang Pangkal

Jika mediasi buntu, Nasriadi menyebut bakal melanjutkan kasus ini. Selanjutnya, akan diminta keterangan ahli untuk mengetahui apakah ada unsur Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kalau unsur UU ITE masuk dan restorative justice tidak terjadi, maka ditindaklanjuti secara hukum," tegas Nasriadi.

Sebagai informasi, demonstrasi dan video mengkritik itu diunggah AMP di media sosial Instagram pada 6 Maret 2024. Dalam video itu, AMP mengkritik mahalnya biaya UKT dan IPI.

Pada 2024, universitas memberlakukan IPI untuk sejumlah program studi. Jumlah biaya IPI bervariasi tiap prodi sehingga kebijakan itu diprotes mahasiswa, salah satunya dengan konten video di media sosial.

Dalam konten itu, mahasiswa mengkritik uang pangkal masuk di sejumlah prodi, misalnya Bimbingan Konseling dan Ilmu Pemerintah sebesar Rp10 juta.

Khariq juga mengkritik mahalnya biaya prodi pendidikan dokter yang mencapai Rp115 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.