Sukses

Komitmen Kurangi Sampah Plastik di Laut, Bioplastik dari Singkong Merayu Delegasi 22 Negara APEC

Komitmen Kurangi Sampah Plastik di Laut, Promosikan Bioplastik dari Singkong ke Delegasi 22 Negara APEC.

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman sampah plastik terhadap keanekaragaman hayati di laut semakin hari semakin besar. Di Indonesia, Tim Nasional Penanganan Sampah Plastik Laut (TKNPSL) menyebutkan, pada tahun 2018, Indonesia menghasilkan sekitar 9.975 juta ton sampah plastik.

Dari angka ini, sekitar 270.000-590.000 ton plastik diperkirakan bocor ke laut. Sementara itu, Kementerian Perindustrian pada tahun 2022 menghitung tingkat daur ulang masih berkisar di angka 12%.

Untuk mengatasi permasalahan kebocoran sampah plastik ke laut ini, pemerintah Indonesia yang diwakili Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKL) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan TKNPSL menyelenggarakan Workshop on Promoting Bioplastic Materials to Reduce Marine Plastic Litter in the Asia Pacific Region di Tangerang, tanggal 5-7 Desember 2023.

Dalam kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan teknologi Bioplastik dalam memitigasi dampak kerusakan ekosistem laut yang disebabkan oleh polusi sampah plastik ini, Greenhope turut ambil bagian.

Salah satu yang dilakukan adalah dengan memperkenalkan teknologi bioplastik yang dibuat dari pati singkong kepada 22 anggota delegasi dari negara-negara APEC (Asia Pasifik Economic Cooperation) seperti China, Thailand, Malaysia, Rusia, Peru, Kanada, Australia, Brunai Darussalam, Chili, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Philipina, Singapura, Taiwan, dan lain-lain.

"Untuk memastikan kualitas bahan baku, kami melakukan kerja sama dan pendampingan dengan kelompok tani Singkong di wilayah Jawa Barat," tutur CEO Greenhope, Tommy Tjiptadjaja, Sabtu (9/12/2023).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ekosistem Bioplastik

Dengan skema kerja sama itu, lanjutnya, Greenhope dapat memastikan ketersediaan bahan baku Singkong.

"Sedangkan buat petani, ini juga menguntungkan mereka karena mereka dapat memperoleh kepastian pembelian dan dengan harga yang rata-rata 28% diatas harga pasar," beber Tommy kepada para tamu asing dan panitia yang berasal dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) serta TKNPSL.

Lebih jauh, alumni Boston Consulting Group ini juga mendorong para tamu yang hadir untuk terus bekolaborasi dalam memperkuat ekosistem bioplastik.

"Dengan desakan yang semakin kuat di tingkat global untuk mengurangi penggunaan fossil fuel (minyak bumi), maka tren perkembangan plastik akan semakin ke arah alternatif pengganti plastik dari material terbarukan," ujar Tommy.

Terkait kedua fakta tersebut, dia menuturkan keseriusan Greenhope sebagai perusahaan teknologi yang menghasilkan resin plastik mudah terurai, untuk terus berinovasi dan mengikuti regulasi nasional dan tren global.

“Kami menciptakan teknologi plastik alternatif dengan melihat kegunaan, daya beli masyarakat, dan penanganan akhir plastik setelah menjadi sampah,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

3 Teknologi Resin Plastik

Dengan kesadaran tersebut, Tommy menyebutkan, pihaknya sejatinya telah menciptakan 3 teknologi resin plastik yakni teknologi additive (Oxium), Bio-Based biodegradable (Ecoplas) dan Bio-based compostable (Naturloop).

“Sejak tahun 2017, Greenhope sudah berhasil menghijaukan sekitar 12 miliar kantong plastik konvensional melalui Oxium dan Ecoplas,” beber Tommy.

Menurutnya, inovasi-inovasi yang dilakukan oleh tim R&D Greenhope juga ditujukan untuk membantu pemerintah dalam mencapai target pengurangan kebocoran sampah plastik di laut sebesar 70% dari tahun 2018-2025. Dalam kesempatan yang sama, Fahrurrozi, Kepala Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN, mengungkapkan apresiasinya terhadap pencapaian Greenhope.

"Yang paling menarik di Greenhope adalah karena proses produksi dan stafnya telah memenuhi standar ISO," ujar Rozi ketika memberikan sambutan pada kegiatan kunjungan pabrik tersebut.

Selain itu, dia pun berharap agar dengan adanya produksi bioplastik dari Greenhope dapat menjadi salah satu solusi global khususnya permasalahan sampah plastik di Indonesia.

Senada, Profesor George Z. Kyzas dari Universitas International Hellenic University Yunani, juga mengatakan kekagumannya usai mengunjungi lokasi pabrik Greenhope.

Dia melihat bahwa infrastruktur produksi yang didukung oleh laboratorium riset produk akhir dan living lab cukup environmentally friendly. Selain itu, menurutnya para staf yang mendampingi para anggota delegasi APEC juga cukup detil saat menjelaskan tentang teknologi Greenhope dan akhir hidup ketiga teknologinya.

Dia berharap Greenhope dapat terus mempertahankan pencapaiannya dalam pengembangan bioplastik yang dapat menjadi alternatif pengurangan sampah plastik di laut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini