Sukses

Soal Kasus Kepemilikan Saham Karyawan, Zainal Muttaqin Dukung Mantan Anak Buah

Mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (Kaltim Post) Zainal Muttaqin yang juga pernah menjabat sebagai Direktur PT Jawa Pos Nusantara Jaringan Media Nusantara (Jawa Pos) ini memberikan dukungan moral kepada eks anak buah dalam memperjuangkan hak-haknya.

Liputan6.com, Balikpapan - Meski saat ini mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (Kaltim Post) masih berada di dalam tahanan dalam kasus dugaan penggelapan aset perusahaan. Zainal Muttaqin yang juga pernah menjabat sebagai Direktur PT Jawa Pos Nusantara Jaringan Media Nusantara (Jawa Pos) ini memberikan dukungan moral kepada eks anak buahnya dalam memperjuangkan hak-haknya.

Untuk diketahui, Yayasan Pena Jepe Sejahtera menaungi karyawan menuntut atas 20 persen hak kepemilikan saham dan deviden Jawa Pos rentang waktu 1985 hingga 2022 senilai Rp1 triliun. Saat ini kasusnya masih berlarut-larut tanpa kejelasan hingga kasusnya pun dilaporkan ke Polda Jawa Timur (Jatim).

"Saya tetap memberikan dukungan moral kepada mantan karyawan Jawa Pos dalam memperjuangkan hak-haknya, saya kan yang turut membentuk Yayasan Pena Jepe Sejahtera," ujar Zainal Muttaqin saat beeada di Pengadilan Negeri Balikpapan, belum lama ini.

Dia menyebut, dirinya sudah tidak bisa aktif mendorong Yayasan Pena Jepe Sejahtera dalam memperjuangkan hak-haknya, usai menjadi terdakwa dalam kasus penggelapan aset perusahaan dilaporkan PT Duta Manuntung yang merupakan anak grup perusahaan Jawa Pos. Di mana saat ini kasus hukumnya tengah berproses dengan memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Zainal menambahkan, perjuangan pengembalian saham yayasan karyawan sudah dilakukan sejak 2019 silam. Saat itu, kebetulan pula dirinya masih menjabat sebagai direktur utama di beberapa perusahaan yang mayoritas saham dimiliki oleh inisial DI, bos Jawa Pos.

Perjuangan itu bertolak dari isu yang sudah lama diperbincangkan di kalangan mantan karyawan Jawa Pos di mana mereka memegang foto copy akte notariel pernyataan DI. Ia menyatakan bahwa saham Yayasan Karyawan JP sebesar 20 persen itu bukan miliknya.

DI siap menyerahkan saham dimaksud kepada yayasan yang dibentuk kemudian.

Dari situ Zainal mengkonfirmasikan kepada DI seputar pernyataan notariel yang dibuatnya itu. "Pak DI ternyata mengakui bahwa pernyataan itu benar adanya," katanya.

Maka ia pun lantas menginisiasi terbentuknya Tim 9 untuk memperjuangkan pengembalian saham yayasan karyawan itu dan menggugatnya ke Pengadilan Negeri Surabaya. Hasilnya disepakati pembentukan Yayasan Pena Jepe Sejahtera.

Namun setelah yayasan karyawan itu terbentuk, DI tidak juga menyerahkan saham yayasan karyawan itu. Hingga kasusnya dilaporkan ke Polda Jatim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Resmi Buat Laporan ke Polda Jatim

Di tempat terpisah, Pengacara Duke Arie secara resmi sudah melaporkan kasus kepemilikan saham karyawan Jawa Pos ke Polda Jatim pada 5 September 2023. Mereka melaporkan dugaan penggelapan sebanyak 31 juta lembar saham karyawan pada periode 1985-2022. Kasus tersebut sudah diterima Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim.

"Laporan kami sudah diterima pihak kepolisian," kata Duke yang mewakili sebanyak 500 karyawan dan eks karyawan Jawa Pos.

Menurut Duke, kasusnya masih dalam proses penyelidikan kepolisian. Informasi berhasil dihimpun pihak kuasa hukum menyebutkan, kepolisian sudah melakukan gelar perkara guna menentukan status penyelidikan kepemilikan saham ini. Apakah dilanjutkan dalam proses penyidikan atau malah diputuskan tidak ada kasus pidana.

Sehubungan persoalan ini, Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Pol Dirmanto belum bersedia komentar saat dihubungi.

Pengacara Ganing Pratiwi menambahkan, kronologis kasusnya bermula saat pembentukan Jawa Pos pada 1985 silam di mana saat itu ada kesepakatan hibah kepemilikan 20 persen perusahaan kepada karyawan. Saham dikuasai Yayasan Karyawan Jawa Pos sebagai perwakilan seluruh karyawan.

Berjalannya waktu, kata Ganing, rapat umum pemegang saham (RUPS) tahun 2002 sepakat untuk menitipkan saham karyawan tersebut kepada DI. Yayasan Karyawan Jawa Pos ini lantas dibubarkan.

"Ada kesepakatan akta dalam penitipan saham karyawan ini," ungkap Ganing. Pihak perusahaan dan karyawan menyepakati poin di mana saham ini tidak bisa diperdagangkan tanpa ada keputusan RUPS hingga aturan perundang-undangan mengatur hal itu.

Namun faktanya, kata Ganing, saham karyawan ini malah diperdagangkan kepada pemegang saham lainnya pada 2016. Total nilai saham dan deviden diperkirakan jumlahnya sebesar Rp1 triliun.

"Nilai saham dan deviden masih perkiraan awal, perlu audit untuk menentukan total besarannya," ungkap Ganing.

Pihak yayasan karyawan sempat mengajukan gugatan perdata kepada DI pada tahun 2022 hingga tercapainya Akta Van Dading atau Akta Perdamaian. Isinya memerintahkan DI membentuk kembali yayasan karyawan yang sempat dibubarkan serta mengembalikan 20 persen saham.

"Namun hingga 30 hari sejak keputusan itu, DI tidak kunjung membentuk yayasan hingga karyawan inisiatif membentuk Yayasan Pena Jepe Sejahtera," paparnya.

Ketua Yayasan Pena Jepe Sejahtera, Suryanto Aka (65) mengungkapkan informasi di mana banyak karyawan dan eks karyawan Jawa Pos yang hidupnya di bawah rata-rata. Mayoritas 500 karyawan dan eks karyawan tersebut hanya menggantungkan hidup gaji selama bekerja di Jawa Pos.

"Masih banyak di antara kami yang hidup serba pas-pasan. Tidak punya rumah dan penghasilan tetap lainnya," kata mantan karyawan Jawa Pos yang sudah pensiun ini. Ia kini mencoba peruntungan dengan membuat video blogging di akun YouTube.

Karena itu mewakili karyawan dan eks karyawan Jawa Pos lainnya, Suryanto mengharapkan agar saham Jawa Pos tersebut bisa dipergunakan menyejahterakan rekan-rekannya. Apalagi bila dihitung-hitung nilai saham dan deviden besarannya sangat fantastis hingga Rp1 triliun.

Bahkan tidak sedikit yang memperkirakan nilainya menyentuh angka Rp2,5 triliun.

"Ada yang menyebutkan hingga angka Rp2,5 triliun, jumlah yang besar untuk seluruh karyawan," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.