Sukses

Foto Satelit Nasa Ungkap Kecepatan Aliran Piroklastik Saat Gunung Semeru Erupsi

NASA menyebut material pada aliran ini bisa berakslerasi mencapai kecepatan ratusan kilometer per jam. Namun untuk kasus Gunung Semeru

Lumajang - Badan Antariksa Amerika (NASA) melalui Earth Observatory menayangkan gambar satelit Erupsi Gunung Semeru, 4 Desember 2021. NASA menyoroti kekuatan dan kecepatan material panas pada aliran piroklastik yang sangat bahaya.

Menurut pantauan Solopos.com, Sabtu (11/12/2021), gambar satelit hasil pencitraan radar aperture sintetis (SAR) dari Satelit Copernicus Sentinel-1 itu menunjukan arah warna merah menuju kawasan di antara daerah Pronojiwo dan Gunungsanar. Warna merah dan kuning pada gambar diterangkan sebagai aliran piroklastik Gunung Semeru yang membahayakan sekaligus sebagai ciri aktivitas gunung berapi.

NASA menyebut material pada aliran ini bisa berakslerasi mencapai kecepatan ratusan kilometer per jam. Namun untuk kasus Gunung Semeru, mereka menganggap kecepatan itu lebih rendah karena massa material vulkanik bercampur dengan puing-puing lanskap.

Walau letusan eksplotif di puncak mereka sebut tak terlalu besar, namun aliran piroklastik di Gunung Semeru pada 4 Desember masih cukup panas sehingga kemungkinan membantu mendorong “awan Phoenix” alias Wedus Gembel yang mengepul yang naik setinggi 15 kilometer (9 mil) ke udara.

Setelah lebih banyak kubah lava Semeru runtuh, bagian depan abu yang sangat panas, tephra, tanah, dan puing-puing lainnya mengalir ke beberapa saluran di sisi tenggara gunung. Aliran piroklastik mengancurkan sebagian besar makhluk hidup yang berada di jalur luncur.

 * Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lahar Lumpur Seperti Aliran Beton

Sementara lahar yang terjadi menyusul erupsi disebut NASA sebagai pengaruh hujan lebat yang mendahului dan menyertai letusan. Alhasil aliran piroklastik bercampur dengan air hujan dan berubah menjadi lahar berlumpur yang mengalir turun gunung.

Lahar bercampur puing vulkanik mereka sebut meluncur seperti sungai beton dan meratakan serta mengubur segala yang mereka temui.

Peta proxy kerusakan di dalam foto satelit menunjukkan area di permukaan yang kemungkinan rusak oleh aliran piroklastik dan lahar pada Desember 2021. Piksel merah tua mewakili kerusakan paling parah, sedangkan area oranye dan kuning rusak sedang atau sebagian.

Setiap piksel berwarna mewakili area seluas 30 meter kali 30 meter (kira-kira seukuran lapangan bisbol). Para peneliti dari The Earth Observatory of Singapore – Remote Sensing Lab (EOS-RS) membuat peta dengan membandingkan gambar pasca-erupsi dari 7 Desember 2021, dengan satu set gambar pra-letusan dari 9 Agustus 2021, hingga 21 November 2021.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.