Sukses

Kisah 2 UMKM Fesyen Lokal Bandung Berjuang Lewat Marketplace di Masa Pandemi

Adaptasi dan inovasi menjadi kunci bagi para pelaku UMKM untuk bisa bertahan dan juga tumbuh di tengah situasi pandemi.

Liputan6.com, Bandung - Deretan kaus berwarna-warni berjejer rapi pada gantungan di dua sisi yang saling berseberangan. Sosok Sisingamangaraja XII terpampang dari salah satu kaus hitam yang bercerita tentang perang Tapanuli.

Gagah bagai ksatria perang, Sisingamangaraja XII yang menyandang gelar pahlawan nasional itu merupakan salah satu bentuk desain yang dihadirkan BK Ethnic, sebuah toko fesyen bernuansa lokal asal Kota Cimahi, Jawa Barat.

Selain kaus bergambar tokoh dan pahlawan, tulisan aksara Batak, rumah adat, hingga petuah-petuah menghiasi koleksi kaus BK Ethnic yang menggantung di toko mereka di Jalan Gunung Rahayu, Kota Cimahi, Minggu (21/11/2021) lalu.

BK Ethnic adalah sebuah merek fesyen yang bermula dengan menjual produk kaus dengan bertemakan budaya Batak. Selain kaus, ada jaket, kemeja, tote bag, topi, hingga dompet yang diproduksi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) asal Jawa Barat ini.

Maraknya penjualan fesyen distribution outlet (distro) pada 2000-an, menginspirasi Rojerry Sinaga (36) bersama empat sahabatnya untuk memulai usaha BK Ethnic. Usaha yang kini ditekuni hanya oleh dua orang, Jerry dan Putra Purba (37)ini kini menawarkan beragam produk fesyen khas daerah Sumatera Utara yang dibuat dengan desain bertemakan Batak yang kekinian. 

Cerita bermula pada 2012 lalu, tepatnya Maret. Ketika empat perantau Sumut yang kala itu masih berkuliah di Bandung, mencetuskan ide berjualan kaus. Di kos-kosan di kawasan Babakan Jeruk, mereka menyimpan kaus-kaus yang diproduksi.

"Di sana, awal basecamp BK Ethnic. Dulu, kita bikin kaus untuk satu artikel sebanyak tiga lusin. Hasil penjualan kita bikin produksi lagi sampai akhirnya terus berkembang sampai saat ini," kata Jerry kepada Liputan6.com.

Satu tahun berlalu, keempat pemuda itu melangsungkan usahanya sambil bekerja di tempat masing-masing. Namun, Jerry dan Putra memutuskan untuk melanjutkan usaha ini. Ketika para sahabatnya memilih fokus bekerja di perusahaan, Jerry dan Putra justru keluar dari tempat bekerja agar fokus berjualan kaus.

Kaus dipilih bukan tanpa alasan. Mereka ingin kaus yang dipakai para pelanggannya menimbulkan rasa bangga terhadap nilai, filosofi, dan pesan yang terkandung di setiap desain tentang Batak. Hal inilah yang mendorong BK Ethnic untuk membuat karya yang syarat akan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Batak itu sendiri.

Penamaan BK sendiri diambil dari kode pelat nomor kendaraan Provinsi Sumatera Utara, di mana mayoritas orang Batak tinggal di provinsi tersebut. Seakan turut melestarikan kekayaan akan budaya Batak dalam bisnis kaus mereka, desain BK Ethnic memang menceritakan soal rumah adat, aktivitas lokal masyarakat hingga sosok atau tokoh yang berpengaruh di tanah Batak.

"Dari awal memang konsep desain kaus BK mengangkat tradisi Batak. Karenanya aku ingin orang yang pakai baju BK apa merasakan hal yang sama denganku, karena aku sendiri merasa jadi bangga," ungkap Jerry.

Kualitas produk yang meningkat membuat pesanan BK Ethnic membludak, hingga mencapai 10.000 kaus setiap tahun. Omzet mereka juga lumayan belasan hingga puluhan juta per bulannya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Bangkit di Masa Pandemi

Akan tetapi, imbas pandemi Covid-19 membuat pelaku UMKM seperti BK Ethnic harus mengalami penurunan pendapatan secara drastis selama hampir dua tahun belakangan.

Jerry bercerita, awal mula pandemi memang menjadi pukulan terberat usaha yang telah ia jalankan bersama Putra lebih dari sembilan tahun. Terlebih lagi para reseller yang biasa memesan kaus menurun drastis. Penurunan terjadi karena tidak adanya wisatawan ke kawasan pariwisata Danau Toba yang menjadi target reseller BK Ethnic sebagai dampak pembatasan kegiatan masyarakat. 

"Pas corona barulah terasa sekali enggak ada yang belanja dari reseller. Bisa dibilang hampir setahun reseller enggak belanja," ujarnya.

Jika dulu BK Ethnic mengandalkan penjualan kaus secara offline di toko dan reseller, Jerry saat ini mulai menjaring ceruk pendapatan melalui online memanfaatkan beberapa marketplace, salah satunya Shopee. Setelah menjalani adaptasi berjualan secara daring di masa pandemi, BK Ethnic bisa bertahan bahkan meningkat dari sisi penjualan.

"Ada peningkatan jelas dari marketplace. Jadi, ibarat kata yang menggaji kami ya dari marketplace. Jumlahnya fluktuatif, bisa 100-200 pembelian kaus tiap bulan," tutur Jerry.

Berdasarkan pengalaman Jerry, ada sejumlah hal yang menjadi kunci dalam beradaptasi. Salah satu di antaranya adalah menguasai ekosistem daring yang memiliki pasar lebih luas.

"Sebenarnya kalau di marketplace ini yang aku pelajari main di diskon dan sering bermain di iklan," ucapnya.

BK Ethnic sebetulnya sudah bergabung sebagai penjual Shopee sejak 2017. Mereka menamai toko BKEthnic Cloth di Shopee. Akun ini sudah memiliki 1.500 lebih pengikut dengan penilaian 4,9 dari pembeli.

Sejak merintis usaha BK Ethnic di Shopee, sudah terdapat 1.351 pembeli dengan 1.244 di antaranya memberikan bintang lima. Yang jelas, berjuang di platform digital sangat membantu untuk memperluas pasar. Tidak hanya dalam kota saja, tapi bisa ke seluruh Indonesia.

"Sebenarnya, kami masuk marketplace ini dari 2017. Sebelumnya memang kami lebih intens dan mengandalkan dari reseller makanya kami enggak terlalu aktif di online. Tapi sekarang bisnis dari marketplace sudah menjanjikan," tutur Jerry.

Jerry juga mengaku masih terkendala untuk mengoptimalkan usahanya di marketplace. Sebabnya, pelanggan yang di pelosok belum menggunakan e-commerce karena terkendala cara penggunaan dan jaringan internet.

Selain berjuang lewat marketplace, Putra Purba, pendiri BK Ethnic lainnya mengungkapkan fesyen saat ini sudah bertransformasi bukan hanya sebagai pelindung tubuh. Ada banyak orang yang menganggapnya sebagai medium untuk berekspresi dan menunjukkan kepercayaan diri.

"Awalnya, kita hadir karena selama ini desainnya gitu gitu saja dan itu juga yang bikin kita terpicu untuk bikin kaus Batak yang bisa diterima anak muda. Seiring berjalannya waktu kaus ini bisa diterima masyarakat Batak dan bahkan di luar Batak," ujarnya.

Putra juga tetap yakin industri fesyen masih bisa berkembang meski berada dalam situasi pandemi. Ia berharap banyak pengusaha lain memiliki optimisme serupa bahwa ada banyak hal yang menjadi kunci dalam beradaptasi.

"Yang pasti tetap berkarya mengeluarkan desain-desain yang lebih bagus lagi dan tema-temanya bisa lebih diterima lagi dan menginspirasi juga," ungkapnya.

3 dari 5 halaman

Baong, Kaus Bandung yang Bertahan dengan Adaptasi

Selain BK Ethnic, UMKM yang bergerak mengembangkan kekuatan lokal dalam bidang fesyen juga dilakukan Baong. Merek kaus distro yang berciri khas Bandung dengan konten-konten penuh dengan candaan ini sudah berdiri sejak 2008.

Ahmad Wiguna, pendiri kaus Baong mendirikan usahanya tepat di saat persaingan distro di Kota Bandung sedang tinggi-tingginya. Pria 36 tahun ini menciptakan produk kaos dengan merek Baong yang merupakan kependekan dari kata Bandung Oblong.

Awal mula lokasi kaus distro Baong di Cibaduyut, yang merupakan salah satu kawasan wisata belanja terkenal seantero Bandung. Mengambil tempat di sebuah gang yang hanya bisa dilalui oleh sepeda motor dan pejalan kaki, Wiguna mulai merintis usaha kausnya.

"2008 itu pas kuliah beres, mulai bikin brand sendiri. Sebelumnya memang sudah ada usaha keluarga dalam bentuk konveksi dan bikin cinderamata untuk perusahaan lain. Di situ, saya kepikiran bikin brand sendiri buat jualan, enggak cuma menerima orderan," kata Wiguna ditemui Liputan6.com, Kamis (25/11/2021).

Seiringnya waktu berjalan, distro Baong semakin diminati pengunjung karena kebanyakan orang berbelanja di Cibaduyut. Bahkan, distro Baong menjadi cepat dikenal karena pengunjung wisata dari luar Bandung.

Lambat laun, Baong pun menjelma menjadi UMKM yang terus meningkatkan kualitas dan identitasnya dengan berbagai cara mulai dari mengembangkan sebuah toko, memperbanyak desain desain, dan lain lain. Dari tiga toko yang dimiliki, Baong kini hanya memiliki dua toko saja yaitu di Cibaduyut dan Cihampelas Walk.

Memasuki periode pandemi Covid-19, penjualan kaus dan cinderamata khas Baong juga meredup. Sejak pandemi melanda Maret 2020, omzet yang biasa diraup rata-rata Rp50 juta per bulan mulai turun drastis. Penyebabnya, toko tutup dan pembatasan aktivitas kegiatan di mal.

"Kondisi ekstrem ini baru terjadi sejak Baong berdiri 2008 lalu. Padahal, dari awal berdiri sampai 2019 itu cenderung stabil bahkan terus meningkat," ungkap Wiguna.

Napas bisnis perusahaan yang memiliki total 60 karyawan mulai tersengal memasuki akhir tahun lalu. Para karyawan beberapa di antaranya dirumahkan ketika toko terpaksa ditutup akibat adanya pembatasan. Meski akhirnya mereka dipekerjakan lagi setelah adanya pelonggaran aturan dari pemerintah.

"Dari saya sempat kepikiran untuk melakukan perampingan demi menyelamatkan perusahaan. Tapi akhirnya kita sepakati bersama tidak melakukan itu. Kecuali karyawan toko ketika tutup, tapi ketika buka pekerjakan lagi," kata Wiguna.

Wiguna pun percaya bahwa perusahaan yang ia dirikan bersama sang kakak dapat bertahan karena adanya suatu keyakinan. "Ketika kita  jadi jalan rezeki bagi orang lain, berarti Tuhan masih mempercayakan pada kita untuk jalan rezeki meskipun benar-benar susah kondisinya," ucapnya.

Melirik Marketplace Sejak 3 Tahun Lalu

Sebelum pandemi atau tepatnya tiga tahun lalu, Wiguna sudah mendaftarkan tokonya di Shopee. Waktu itu, akun Baong belum menyandang badge Shopee Mall seperti sekarang ini.

"Karena kita besar secara penjualan di offline, meski marketplace sudah ada dua tiga tahun lalu tapi baru diseriusi beberapa bulan ini. Jadi waktu itu mah sekadar ada saja. Sekarang, dengan kondisi begini baru terasa dan akhirnya kita perdalam pengetahuan berjualan di marketplace," katanya.

Pelaku UMKM seperti Wiguna amat terbantu dengan adanya layanan untuk penjual bernama Relationship Manager (RM). Layanan ini yang bertugas untuk menjadi jembatan antara penjual dan marketplace.

Dari berbagai tips yang diberikan RM Shopee kepada Wiguna, terbukti membantu menyelesaikan masalah dan menjadikan bisnis mereka lebih baik.

"Dari segi konten Instagram diperbaiki. Bahkan yang saya pelajari dari promo-promo yang mereka adakan, saya pelajari sistemnya biar bisa ikutan, merespons chatting, penjualan, hingga rating. Kita tingkatkan dari segi rating-nya harus bagus sehingga dari segi kualitas kita juga mesti bisa dipertanggung jawabkan," tuturnya.

Di Shopee, akun Baong Official Shop sudah memiliki lebih dari 1.600 pengikut dengan rincian orang belanja mencapai ratusan dan rating 4,8. Performa layanan chat mereka juga di atas 90 persen yang artinya respons penjual cukup cepat dalam menanggapi pembeli.

"Setelah kualitas marketplace kita diperbaiki, peningkatan penjualannya mulai terasa. Secara persentase oke, meskipun secara nominal masih sedikit dibandingkan toko offline. Berarti peluangnya ada, tinggal kita perbaiki dari stok barang, display, dan deskripsi produk," ujar Wiguna.

4 dari 5 halaman

Penjualan di Marketplace Meningkat

Wiguna percaya bahwa penjualan di pasar daring akan terus meningkat. Oleh karena itu, dalam perjuangan merebut hati masyarakat, ia memperkuat tim dalam pemasaran daring. Tidak hanya admin, namun ia juga melibatkan content creator dan customer service officer.

"Pergerakan di marketplace sudah kelihatan dalam beberapa bulan ini, meski baru 20 persen dari total penjualan. Tetapi, lewat marketplace, kita terbantu dengan adanya data setiap bulan di mana terdapat laporan sehingga mengukurnya lebih enak. Perkembangan kita jadi terukur, apa yang kita lakukan berpengaruh atau tidak," ungkapnya.

Pria yang kini menjabat selaku Manajer Marketing Baong berharap penjualan melalui pasar daring terus meningkat. Apalagi, dengan adanya marketplace, cakupan sasaran pembeli bisa dilakukan lebih luas.

"Dengan adanya online ini kita berharap bisa diterima tidak hanya di Indonesia, bahkan mimpinya bisa diterima di luar negeri juga. Orang Sunda sendiri sudah menyebar, maka kiriman ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, banyak juga meskipun penjualan dominan masih Jawa Barat, DKI Jakarta, Bodebek," kata Wiguna.

Menurut Wiguna, Baong tetap akan mempertahankan identitasnya sebagai kaus dengan tulisan berbahasa Sunda dan gambar yang jadi identitas Bandung. Di sisi lain, usahanya juga akan terus memproduksi tas, sandal, topi, dompet, dan celana.

"Setelah diseriusi di marketplace, ternyata butuh lebih banyak varian enggak cuma kaus. Kan orang setelah lihat jadi bertanya atau ada barang yang lain. Dari situ kita bisa menambah penjualan meski intinya masih tetap di kaus," katanya.

5 dari 5 halaman

Situasi UMKM 2021 Lebih Baik

Brand Activist sekaligus pegiat brand lokal Arto Biantoro mengatakan, mengenai lanskap industri UMKM selama 2021, situasi tahun ini masih lebih baik daripada tahun lalu. Menurutnya, adaptasi dan inovasi menjadi kunci bagi para pelaku UMKM untuk bisa bertahan dan juga tumbuh di tengah situasi pandemi.

"Kita melihat peran digital sangat mendukung. Digitalisasi menjadi salah satu pendorong dan sarana yang membantu UMKM untuk beradaptasi," kata Arto acara ShopeePay Talk: ShopeePay 12.12 Birthday Deals yang diadakan pada Kamis (25/11/2021).

"Ini (digitalisasi) bukan hanya sebagai peluang, tapi sebuah jalan yang harus dilakukan baik secara offline maupun online. Dan online terbukti memberikan banyak kemudahan bagi UMKM," ujar Arto menambahkan.

Lebih lanjut Arto mengatakan, para pelaku UMKM kini semakin berlomba-lomba memaksimalkan penggunaan layanan digital hampir di setiap aspek bisnis agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.

"Saya optimis banget tahun ini UMKM akan terus bertumbuh dan berkembang, serta semakin yakin mereka dapat menjadi tulang punggung ekonomi bangsa," ujarnya.

Arto menuturkan, jika pelaku UMKM tidak menggunakan momentum digitalisasi untuk beradaptasi, maka kemungkinan besar usahanya tidak akan berkembang dan justru hanya bergerak di tempat.

“Kalau sebelum pandemi masih banyak perdebatan yang membandingkan offline dan online. Tapi sekarang masuk ke pasar online menjadi sebuah keharusan,” ujar Arto.

Selain melakukan kolaborasi, Arto juga ingin memastikan UMKM harus menjaga kualitas layanannya dengan maksimal tidak hanya dari segi produk tapi juga dari segi SDM. Tanpa hal itu, tentu produk UMKM tidak akan dilirik apalagi berkembang.

“Ini penting sekali inovasi terhadap kualitas tidak hanya dilihat dari bahan baku serta hasil produk. Tapi, secara luas melihat konteks pelayanan, interaksi dengan konsumen dan juga pemangku kepentingan lainnya itu harus terus ditingkatkan di semua lini bisnis untuk berkembang,” ungkapnya.

Peningkatan Produk UMKM 8 Kali Lipat

Shopee mencatat, peningkatan produk UMKM hingga delapan kali lipat dibanding hari biasa pada 11.11 Big Sale Festival. Dengan banyaknya penawaran menarik, pengguna secara regional membeli lebih dari 2 miliar produk sepanjang kampanye berlangsung dan melampaui pencapaian tahun 2020.

Shopee juga kembali melihat respons yang tinggi dari pengguna untuk produk-produk hasil karya UMKM dari berbagai kategori, di mana terlihat dari performa UMKM di Indonesia selama kampanye 11.11 Big Sale yang meliputi kategori kecantikan, fesyen serta makanan dan minuman.

Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay Eka Nilam Dari mengatakan, 2021 merupakan suatu momen para pelaku UMKM untuk terus berkembang. Para UMKM harus bisa beradaptasi dengan kondisi pasar dan juga segala perubahan yang tidak menentu.

"Peran platform digital sangat membantu para UMKM dalam bertumbuh di masa pandemi ini. Selama 2021, kami melihat banyak pelaku UMKM dan pengguna kian beradaptasi dan memperkuat strategi di era digital. Salah satunya adalah mengadopsi layanan pembayaran digital sehingga masyarakat semakin nyaman dan sering bertransaksi dengan contactless," katanya.

Melihat hal tersebut, ShopeePay selalu berusaha untuk mendukung pertumbuhan UMKM dan merangkul lebih banyak pelaku usaha untuk mengadopsi layanan pembayaran digital, sehingga bisnisnya bisa semakin berkembang dan semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat. “ShopeePay menemukan bahwa kampanye tanggal cantik seperti ShopeePay 11.11 Big Deals membantu meningkatkan transaksi UMKM," ujar Eka.

Eka menyebutkan, sebanyak 7 dari 10 UMKM yang berpartisipasi mengalami kenaikan transaksi rata-rata 2x lipat jika dibandingkan dengan hari biasa. Selain itu, kampanye ShopeePay 11.11 Big Deals juga turut mengakselerasi pertumbuhan UMKM di wilayah luar Jabodetabek, di mana Jember, Medan, Lebak, Surabaya, dan Serang yang merupakan kota dengan pertumbuhan transaksi paling signifikan di sektor UMKM.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.