Sukses

Penangkaran Burung di Sleman Bisa Disulap Jadi Ekowisata

Penangkaran burung di Sleman punya potensi wisata yang bisa dikembangkan.

Liputan6.com, Sleman - Anggota Komisi VI DPR F-NasDem, Subardi meninjau lokasi penangkaran burung, di Desa Margorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman. Politikus yang akrab disapa Mbah Bardi itu mengapresiasi keseriusan warga yang tergabung dalam komunitas penangkaran burung. Selain punya nilai bisnis, kegiatan ini juga bertujuan melestarikan lingkungan.

"Ini menjadi wadah kebersamaan bagi penggemar burung. Kegiatannya positif, ada nilai bisnisnya sekaligus berperan melestarikan lingkungan, menjaga spesies burung dari kepunahan," ujarnya.

Ke depan, Subardi menggagas penangkaran burung untuk dijadikan destinasi wisata edukasi. Warga yang tergabung dalam komunitas ini akan dibentuk organisasi berbadan hukum. Konsep wisata penangkaran burung akan dikemas dengan wisata lingkungan, karena lokasi desa Margerojo tak jauh dari lereng merapi.

Ketua DPW NasDem DIY itu yakin, dengan keutungan lokasi yang dekat lereng, ini akan menjadikan obyek wisata sebagai icon baru desa Margorejo.

“Warga yang tergabung dalam kelompok penangkar burung disini sangat antusias. Tadi lurah juga menjanjikan obyek wisata pakai (sewa) tanah kas desa. Saya akan fasilitasi perizinannya ke Pemerintah Daerah atau ke Kementerian Lingkungan Hidup,” tuturnya.

Penangkaran burung disini terdiri dari berbagai jenis, mulai dari jenis berkicau dan jenis burung hias seperti murai batu, kecer jawa, love bird, cucak rawa, gelatik, jalak bali, hingga yang langka seperti kakatua dan merak hijau jawa. Para penangkar burung juga memiliki izin resmi dari Kementerian Kehutanan dan BKSDA.

Anggit Syarifudin, salah satu penangkar mengatakan, sebagian burung langka seperti merak hijau jawa yang memiliki panjang bulu hingga lebih dari 2 meter tidak dijual belikan.

Ia memilih konservasi sendiri untuk dikembangbiakkan dengan metode inkubator. Namun, untuk jenis burung yang banyak digemari, ia mengaku nilai bisnisnya mencapai Rp20 juta per bulan.

“Ada yang statusnya dilindungi atau langka, itu tidak boleh dikomersilkan. Untuk jenis burung berkicau, dan burung hias saya memanfaatkan pasar online hingga ke banyak daerah, mulai dari Aceh, Jayapura, Ambon, dan sebagian Sulawesi. Rat-rata setiap bulannya mencapai Rp20 juta” katanya.

Berbeda dengan Suharno, penangkar lainnya yang fokus menangkar burung berkicau seperti cucak rawa yang tak kalah menguntungkan.

“Anak cucak rawa yang baru sebulan menetas dibeli seharga 10 juta. Setiap bulan penagkaran disini netas terus,” ungkapnya.

Di pertemuan kali ini Subardi memberi bantuan modal bergilir. Seluruh penangkar mendapat jatah modal dengan cara bergilir sesuai kesepakatan mereka. Harapannya, kelompok penangkaran burung

semakin besar hingga terbentuk ladang bisnis melalui obyek wisata.

“Saya optimis ini menjadi ekonomi wisata yang menjanjikan sekaligus pelestarian habitat burung,” pungkasnya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.