Sukses

Ombudsman Sumsel Bongkar Fakta-Fakta Pemecatan 109 Nakes di Ogan Ilir (2)

Ombudsman Sumsel melakukan investigasi terkait pemecatan ratusan tenaga kesehatan (nakes) di RSUD Ogan Ilir Sumsel.

Liputan6.com, Palembang - Dari hasil investigasi Ombudsman Sumsel, juga menyeruak fakta lain para tenaga kesehatan (nakes) RSUD Ogan Ilir Sumsel yang dipecat. Yaitu dari status para nakes yang sering disebut sebagai tenaga honorer.

Ternyata para nakes tersebut hanya merupakan Tenaga Kerja Sukarela (TKSK), dan bukan tenaga honorer seperti yang tertera dalam SK PDTH Bupati Ogan Ilir.

Kerjasama itu ternyata dilakukan para nakes dengan pihak RSUD Ogan Ilir, tanpa melibatkan BKSDM. Tidak ada SK pengangkatan mereka sebagai tenaga honorer dan hanya kesepakatan dua belah pihak saja.

“Kita lihat ternyata SK pengangkatan tidak ada. Yang kami temukan hanya perjanjian kerja, yang ditandatangi oleh manajemen RSUD Ogan Ilir dan pekerjanya. Tidak ada hak-hak para nakes, tapi adanya kewajiban yang harus dijalankan nakes,” ucap Kepala Ombudsman Sumsel M Adrian Agustiansyah, saat ditulis Jumat (7/8/2020).

Ombudsman Sumsel menduga, kasus ini kemungkinan juga terjadi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di Ogan Ilir dan bisa mengarah kepada kerugian negara.

Terlebih adanya informasi jika jumlah TKSK di RSUD Ogan Ilir, lebih dari 250 orang dengan total 400 orang pegawai. Padahal untuk tipe rumah sakit itu, hanya membutuhkan 250-300 orang tenaga kerja saja.

“Tapi kelebihan (tenaga kerja) itu tidak bisa jadi alasan untuk menghentikan (memecat). Jika tidak mau melanjutkannya, bisa membuat SK (pemutusan kerja) di awal tahun. BKSDM Ogan Ilir harus mendata ini. Jangan sampai terjadi di instansi lain,” katanya.

Para nakes yang dimintai keterangan juga, mengakui ke Ombudsman Sumsel jika keputusan Bupati Ogan Ilir membuat mereka terkejut. Apalagi para nakes mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhannya sesuai Undang-Undang (UU) kesehatan.

Kendati kebijakan penuh memang berada di tangan Bupati Ogan Ilir, namun menurutnya tidak serta-merta melakukan pemecatan, terlebih tanpa pertimbangan yang patut dan layak.

Fakta lainnya yang didapatkan Ombudsman Sumsel yaitu, pembayaran jasa klaim BPJS Kesehatan yang seharusnya diperoleh oleh para nakes, belum dicairkan oleh pihak RSUD Ogan Ilir.

“Memang disebutkan pembayaran BPJS Kesehatan tahun 2018 tidak lancar. Tapi tidak kita masukkan karena objeknya berbeda. Namun bisa dikembangkan lagi, mungkin jadi usulan inisiatif untuk kedua kalinya. Kita lihat nanti, karena harus ada data awal untuk usul inisiatif,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Saran Korektif Ombudsman Sumsel

Dari beragam temuan didapat, Ombudsman memberikan empat saran korektif ke Bupati Ogan Ilir. Yaitu membatalkan dan mencabut SK tentang PDTT tenaga honorer rumah sakit daerah tertanggal 20 Mei 2020.

Lalu, Bupati Ogan Ilir dan Dirut RSUD, mengembalikan hak 109 orang nakes, baik di rumah sakit dan Pemkab Ogan Ilir. Mengevaluasi manager dan Dirut RSUD Ogan Ilir, dengan melibatkan Inspektorat Ogan Ilir.

Bahkan jika ditemukan kesalahan dalam pengelolaan manajemen di RSUD Ogan Ilir, Bupati Ilyas Panji Alam bisa memberikan pembinaan bahkan sanksi khusus.

“Bupati Ogan Ilir juga harus memerintahkan BKSDM Ogan Ilir untuk mendata pegawai Non PNS. Sehingga dapat terintegrasi dan jadi rujukan bupati atau OPD dalam mengambil perekrutan non PNS terhadap kebutuhan rill,” ujarnya.

Ombudsman Sumsel memberikan waktu selama 30 hari sejak LAHP diberikan pada hari Rabu (21/7/2020), untuk melaksanakan saran korektif tersebut. Jika tidak dilaksanakan hingga batas akhir, Ombudsman Sumsel akan meneruskan laporan ini ke Ombudsman RI di Jakarta.

3 dari 3 halaman

Proses Saran Rekomendasi

Jika laporan sudah naik ke pusat, lanjut Adrian, akan ada penguatan untuk ditingkatkan menjadi saran rekomendasi. Yang mana bersifat final dan mengikat terhadap terlapor, dalam hal ini Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.

“Ini memang terbukti maladministrasi, jadi ada tindakan korektif yang harus dijalani bupati. Jika saran korektif tidak dilakukan, akan ada saran rekomendasi dari pusat. Jika tidak juga dilaksanakan, akan diteruskan ke Presiden RI, DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ujarnya.

Ombudsman RI juga akan mempublikasi tindakan terlapor yang tidak melaksanakan saran rekomendasi tersebut. Yang mana, akan berdampak pada sanksi sosial karena terlapor tidak mengindahkan saran dari Ombudsman untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Untuk itu, Ombudsman Sumsel meminta kepada Bupati Ogan Ilir untuk membaca terlebih dahulu LAHP tersebut. Ombudsman Sumsel juga menunggu pelaksanaan saran korektif yang harus dilakukan terlapor, sebelum batas akhir selesai, tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2020.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.