Sukses

Tradisi Pinjam Kursi hingga Doa Kiai Jelang Pemilihan Kepala Desa di Cirebon

Petilasan atau situs peninggalan sesepuh Cirebon tak hanya dijadikan tempat para calon kades bermunajat melainkan menjadi salah satu tempat wisata sejarah pengunjung.

Liputan6.com, Cirebon - Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tak hanya menjadi bagian dari pesta demokrasi tingkat desa di Cirebon. Pilkades di Cirebon sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat hingga saat ini.

Sejumlah tempat atau petilasan di Cirebon tak hanya ramai didatangi pengunjung. Pilkades Cirebon merupakan momen para calon kades untuk datang ke petilasan yang ada di Cirebon.

"Pilkades memang sudah menjadi warisan budaya Cirebon dan efeknya sangat besar. Salah satunya banyak calon kepala desa yang datang ke petilasan ini," kata Juru Kunci Petilasan Nyimas Endang Geulis Desa Danawinangun Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon Ibrohim, Kamis (24/10/2019).

Dari catatan sejarah, Nyi Mas Endang Geulis merupakan istri Pangeran Cakrabuana. Sosok Pangeran Cakrabuana merupakan kuwu atau Kepala Desa Cirebon pertama yang menjadi teladan hingga saat ini.

Singkat cerita, Nyi Mas Endang Geulis diyakini pernah singgah dan membuka padukuhan di petilasan tersebut. Sebagai sarana dakwah Islam, Nyi Mas Endang Geulis bersama Pangeran Cakrabuana membangun surau atau musala.

"Singgah di tempat ini beberapa waktu saja hingga saat ini petilasan tak pernah sepi pengunjung yang berdoa maupun ngalap berkah. Mungkin karena sosok dan gelar ketokohan Mbah Kuwu Cirebon itu yang menjadi semangat calon kepala desa datang ke sini mencari karomahnya," kata dia.

Pada momen pilkades ini, Ibrohim mengaku sibuk membantu 12 calon kepala desa di Kabupaten Cirebon. Mereka yang datang, biasanya melakukan ritual mandi, salat, hingga berdoa di kawasan petilasan.

"Calon kades yang ambil tradisi pinjam kursi 5 orang, 7 orang calon kades hanya berdoa rutin di petilasan saja," sebut dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pinjam Kursi

Ibrohim kerap melayani para calon kepala desa yang datang baik hanya untuk berdoa maupun mengambil paket tradisi pinjam kursi untuk calon kepala desa.

Dia menyebutkan, bersama pengelola petilasan dan warga sekitar petilasan membuat paket untuk para calon kepala desa. Calon kepala desa tersebut dikenakan tarif Rp7 juta kepada pengelola petilasan.

"Periode lalu harganya Rp6 juta untuk satu calon kepala desa dan tahun ini naik. Uangnya bukan untuk saya tapi untuk calon kepala desa sendiri dalam rangkaian prosesi ritual dan tradisi," kata dia.

Dia menyebutkan, uang yang dibayarkan calon kepala desa digunakan untuk membeli keperluan calon kades mengikuti proses ritual dan menjalankan tradisi yang ada di petilasan.

Mulai dari doa bersama tim sukses di petilasan hingga dibuatkan kursi kayu simbol dari kepala desa. Kursi tersebut, kata dia, dikirimkan ke rumah calon kepala desa sebelum hari H pencoblosan yakni 27 Oktober 2019.

Namun demikian, Ibrohim menegaskan, penentuan tarif tersebut tidak bersifat wajib.

"Ada yang hanya berdoa saja ada juga yang meminta untuk dibuatkan kursi istilahnya seperti itu jadi tidak memaksa. Kalau ingin dibuatkan kursi ya minimal 1,5 bulan sebelum pemilihan sudah kami siapkan rangkaian ritual dan tradisinya," ujar dia.

Namun demikian, Ibrohim menekankan agar para calon kepala desa tetap fokus memohon kepada Allah. Sebab, petilasan hanya menjadi salah satu media agar doa pengunjung lebih khusyuk.

"Calon kepala desa yang datang biasanya bersama tim sukses doa bersama tahlil. Tapi saya tetap tekankan agar tidak berlebihan dan meminta doa tetap kepada Allah soal diijabah atau tidak itu kehendak Allah saya hanya membantu mendoakan karena itu salah satu tugas juru kunci," kata dia.

3 dari 3 halaman

Doa Kiai

Selain petilasan, para calon kepala desa juga banyak yang datang kepada para ulama. Mereka meminta didoakan agar dapat memenangkan kontestasi pilkades.

"Mereka datang ke sini niatnya baik untuk memajukan masyarakat desa. Saya juga menanggapinya baik kalau minta tolong didoakan ya saya doakan," kata pengasuh Ponpes Kebon Pring Desa Gamel Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon Syahrudin.

Syahrudin mengaku kerap kedatangan para calon kepala desa tiap momen Pilkades. Calon kepala desa yang didoakannya bukan hanya dari Cirebon, melainkan Kuningan Jawa Barat, Majalengka, hingga Sumatera.

Syahrudin mengaku tidak memasang tarif kepada calon kades yang datang kepadanya. Pada momen Pilkades ini, Syahrudin kedatangan tujuh calon kepada desa di Kabupaten Cirebon.

"Kalau menang ada yang datang ada yang tidak ya saya tidak masalah namanya niat orang membantu harus ikhlas dari hati. Caleg juga banyak yang datang ya saya doakan saja," ujar dia.

Dia mengatakan, 50 persen para kades datang sendiri kepadanya dan untuk meminta doa. Pada prosesnya, Syahrudin rela begadang hanya mendoakan satu per satu calon kepala desa yang meminta tolong kepadanya.

Syahrudin menyanggupi dengan memberikan beberapa pesan dakwah damai kepada calon kepala desa. Pesan tersebut, intinya kades yang menang agar merangkul semua calon yang kalah. Tidak pilih kasih ketika sudah menjabat.

"Saya rasa itu pesan dan ladang dakwah saya karena kalau Kuwu itu kan Kudu Wawuh atau harus akur akrab atau damai. Kalau doanya saya baca Basmalah 1000 kali dan malamnya baca Solawat 12 ribu kali untuk satu calon kades karena banyak jadi doanya dicicil karena saya juga punya akvititas lain seperti mengajar ngaji santri," ujar dia.

Syahrudin selalu memberi pesan optimis kepada siapapun calon kepala desa yang datang kepadanya. Dia berharap, kepala desa terpilih dapat menjaga kepercayaan masyarakat.

Menurut informasi dari 412 desa, sebanyak 177 desa menggelar Pilkades pada 27 Oktober 2019 mendatang.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.