Sukses

Menguji Mental 'Malaikat Tak Bersayap' Tagana dalam Kondisi Bencana di Garut

Pelaksanaan simulasi menjadi kunci utama kesuksesan Tagana dalam mengevakuasi korban bencana alam.

Liputan6.com, Garut - Menggunakan seragam lengkap berwarna krem yang menjadi kebesaran tim Taruna Siaga Bencana (Tagana), mereka tampak terlatih menjalankan perannya sebagai malaikat kecil, dalam simulasi penyelamatan korban bencana, di Garut, Jawa Barat.

Sebuah ledakan keras, langsung membuat sekitar seratus warga panik, mereka langsung berlarian menyelamatkan diri, saat Gunung Guntur, di Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, Jawa Barat, yang selama ini menjadi payung hidup mereka meletus.

Tua, muda, anak-anak hingga balita, tampak berhamburan menyelamatkan diri, hingga sesaat kemudian dua kendaraan taktis Tagana menetralisasi keadaan. Mereka seakan menemukan pelabuhan untuk bersandar, mencari pertolongan.

Beberapa warga menjadi korban, langsung diangkut kendaraan petugas, sementara warga lainnya yang masih tersisa, langsung dievakuasi ke area lahan yang lebih aman dari ancaman bencana, yang masih berkecambuk.

Itulah simulasi singkat yang diperankan peserta Jambore Tagana, dalam penanganan singkat terhadap korban bencana alam.

"Kalau hanya ilmu yang diberikan, tetapi simulasi tidak dilakukan, takutnya ketika ada bencana banyak pihak yang kaku," ujar Wakil Gubernur Jawa Barat, dalam Apel Puncak Kegiatan Jambore Kampung Siapa Bencana di kawasan Bumi Perkemahan, Lapangan Cilopang, Desa Rancabango, Kabupaten Garut, Rabu (28/8/2019).

Menurut Uu, pelaksanaan simulasi mutlak dibutuhkan untuk membiasakan mental petugas tagana dan masyarakat, dalam menghadapi datangnya ancaman bencana.

"Karena, kalau pada saat bencana, situasi dan mental akan berbeda," ujar dia.

Dengan upaya itu, diharapkan mampu menghasilkan petugas tagana bermental baja dan siap dalam memberikan pertolongan bagi masyarakat. "Ilmu memang penting, tetapi mental juga sama pentingnya," ujar dia mengingatkan.

Sebagai provinsi dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi, lembaganya, ujar dia, selalu mengingatkan masyarakat agar tetap waspada setiap saat, datangnya bencana.

"Maka itu, Pemprov Jawa Barat berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kegiatan terkait kesiapsiagaan bencana alam," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Garut Rawan Bencana

Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatakan, meskipun Garut memiliki panorama alam yang menakjubkan, tetapi ancaman kerawanan bencana terbilang tinggi.

"Makanya sangat tepat kalau Garut dijadikan tempat jambore oleh Tagana, semoga bisa melahirkan Tagana yang lebih baik, sigap dan siaga terhadap kebencanaan," pinta dia. Saat ini, lanjut Wabup, sudah ada 114 Kampung Siaga Bencana (KSB) yang tersebar di 21 kabupaten/kota di Jawa Barat.

"Jambore KSB ini bertujuan untuk membentuk watak, meningkatkan sikap kemandirian, keterampilan, persatuan dan kesatuan di antara anggota KSB se-Jawa Barat," kata dia.

Saat ini, selain KSB baru Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, yang baru diresmikan. Kabupaten Garut juga telah memiliki tiga desa KSB yakni Desa Talegong di Kecamatan Talegong, Desa Sindangsari di Kecamatan Cisompet, dan Desa Dano di Kecamatan Leles.

Wahyu, (45) salah satu peserta Jambore mendukung upaya simulasi bencana yang difasilitasi Pemprov Jabar tersebut, Menurutnya, semakin seiring dilakukan simulasi, menjadi kunci utama dalam penanggulangan korban saat bencana datang.

"Kalau bisa jangan setahun sekali, tapi minimal sebulan sekali," kata dia.

Selain itu, sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, pengetahuan simulasi sangat penting bagi anggota, dalam melaksanaan upaya awal menyelematkan diri dan orang lain. "Intinya jangan takut mengambil keputusan," kata dia.

3 dari 3 halaman

Respon Warga

Ridwan, (11) salah seorang warga mengaku bangga menjadi salah satu peserta simulasi kesigapan bencana yang dilaksanakan Tagana tersebut, terlebih selama ini kegiatan itu baru kali pertama.

"Belum pernah ada, memang teorinya sudah diberikan di sekolah, tapi belum pernah praktik (simulasi)," ujar siswa  kelas V SDN Rancabango 3 itu.

Menurutnya, pelaksanaan simulasi yang tepat, bisa menjadi materi dasar yang kerap diingat para siswa ketika menghadapi bencana. "Bagusnya di kelas juga ada (simulasi), sehingga menjadi terbiasa," kata dia.

Hal senada disampaikan Rohmat, kelas V lainnya menyatakan. Simulasi bencana yang diberikan pemerintah tidak hanya terpusat di perkotaan, tetapi juga bisa menyebar terutama di daerah rawan bencana. "Jangan sekali tapi berkala, berapa bulan sekali," kata dia.

Selain simulasi bagaimana menyelamatkan diri, ia berharap para petugas pun bisa mencontohkan penggunaan peralatan taktis yang dibutuhkan masyarakat.

"Seperti membuat tandu bagaimana dan lainnya," ujar dia polos.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.