Sukses

Toilet Tanpa Bau yang Mengubah Perilaku Anak Bakal Hadir di Bandung

Liputan6.com, Bandung - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan toilet pengompos untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Kakus rancangan peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) LIPI itu coba diperkenalkan ke daerah padat pemukiman dan kesulitan air bersih.

Senin (26/8/2019) siang itu, Sekolah Dasar (SD) 210 Babakan Sinyar, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, kedatangan tamu dari LIPI. Para peneliti yang berseragam putih itu disambut hangat pihak sekolah.

Sekitar pukul 11 siang, beberapa guru yang telah selesai mengajar ikut berkumpul. Turut hadir pula pengurus kebersihan sekolah.

Acara itu merupakan sosialisasi peluncuran penerapan teknologi toilet pengompos dan sosialisasi potensi pemanfaatannya oleh LPTB LIPI. Selain dapat menghemat penggunaan air, niscaya dapat dijadikan pupuk organis.

Kepala SD Negeri 201 Babakan Sinyar Memi Sumiati menyambut baik gagasan LIPI. Menurutnya, sosialisasi teknologi toilet kompos dapat menambah wawasan baru sehingga bisa diterapkan di sekolah.

"Pertama, sekolah kami ini tidak begitu dikenal karena berada di pinggiran kereta api. Tapi sekarang dalam beberapa tahun sudah banyak berubah. Tentu saja pertemuan ini semakin menambah wawasan kami para guru sehingga tidak kalah dengan sekolah favorit dalam hal penerapan karakter kebersihan lingkungan," kata Memi.

Lingkungan SD 210 memang ada sekitar 200 meter ke arah jalur rel kereta api. Selain sekolah, lingkungan di kawasan ini dikenal padat dengan rumah penduduk.

Memi mengaku instalasi untuk toilet pengompos sedang disiapkan. Rencananya, jika minggu depan toilet tersebut sudah selesai dipasang agar bisa digunakan siswa.

Sementara itu, peneliti LPTB LIPI Neni Sintawardani menjelaskan soal rencana instalasi toilet pengompos. Dia mengatakan, sekolah dipilih sebagai tempat pemanfaatan atau penggunaan toilet pengomposan ini agar selain mengurangi limbah kotoran, juga ingin memberikan pendidikan karakter pada siswa.

"Saya berharap ini dapat mengubah perilaku anak-anak dan bagaimana guru mengajarkan perubahan pentingnya menjaga kebersihan, sanitasi, berhemat air, hingga menjadi sesuatu yang selama ini dinilai tak berguna jadi bermanfaat," ungkap Neni.

Menurut Neni, penting bagi penghuni sekolah memahami bagaimana sanitasi atau perilaku hidup bersih dalam penanganan kotoran sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan tetap menjaga lingkungan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bisa Hasilkan Pupuk dan Hemat Air

Neni menjelaskan, teknologi toilet pengompos tersebut dapat mengubah kotoran, baik feses maupun air seni. Kotoran tersebut dapat diubah menjadi pupuk yang dapat menyuburkan tanaman sekaligus ekonomis.

Secara teknis, toilet pengompos yang dirancang LIPI memiliki bentuk serupa toilet duduk yang memiliki saluran khusus untuk buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK). Di bawah toilet tersebut terdapat bak penampung yang berisi sekam.

“Untuk feses dikombinasikan dalam bak dengan serbuk gergaji agar bisa menjadi kompos. Adapun air seni ditampung terpisah, kemudian masuk ke pengumpulan pengolahan dan nantinya jadi pupuk cair,” kata Neni.

Untuk mencampurkan feses dengan serbuk gergaji, terdapat motor pengaduk bertenaga listrik. Hal itu dilakukan agar kotoran dapat tercampur merata dan bisa lebih maksimal dalam pembuatan kompos.

Toilet pengompos juga menampung kotoran tanpa perlu disiram air. Meski demikian, kotoran yang sudah tercampur tidak akan menimbulkan bau. Hal itu karena sifat urai serbuk gergaji.

Serbuk gergaji atau serbuk kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu. Kandungan selulosa pada kayu cukup tinggi. Ekstraksi selulosa dari kayu itulah yang dapat melakukan proses delignifikasi atau penghilangan kandungan lignin.

Semakin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya. Hal itulah yang membuat toilet pengompos tidak akan berbau.

Sedangkan untuk bilas, mengingat toilet ditempatkan di sekolah, dapat dilakukan dengan bergeser ke tempat bak kecil yang disediakan di dalam kamar mandi. Dengan cara tersebut, air yang dipakai akan lebih hemat.

Neni mengakui, dalam penerapan teknologi toilet pengompos ini pihaknya menggandeng Research Institute for Humanity and Nature (RIHN) Jepang. Dengan adanya kerja sama ini, dia berharap, terjadi perubahan aspek sosial terkait penghematan air di kawasan pemukiman padat penduduk dan sekolah.

"Hasil kotoran yang nantinya sudah diolah dan menjadi pupuk dapat digunakan di lingkungan sekolah. Sepeeti dipakai untuk pupuk tanaman. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah memahami bahwa kotoran bisa bermanfaat," ujarnya.

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.