Sukses

Kisah Perkutut Putu Wijaya di Misa Kemerdekaan Kutoarjo

Seluruh khotbah atau homili misa itu disampaikan dengan model dramatic reading naskah monolog Putu Wijaya berjudul "Kemerdekaan" dan pembacaan puisi.

Liputan6.com, Kutoarjo - Ini terjadi dalam sebuah misa kemerdekaan atau perayaan ekaristi di gereja Santo Yohanes Rasul Kutoarjo. Seorang kakek juragan perkutut hendak memberikan hadiah istimewa kepada perkutut kesayangannya. Kakek itu ingin memberikan kebebasan kepada perkutut dengan cara membebaskannya.

"Nikmatilah kemerdekaan. Sekarang aku berikan kau kemerdekaan. Terbanglah. Keluarlah. lihatlah langit biru itu," kata si kakek yang dibawakan Romo Matheus Widyolestari MSC, romo Paroki Yohanes Rasul Kutoarjo, Jumat (16/08/2019).

Tapi apa yang terjadi, perkutut di dalam sangkar itu tidak mau keluar. Maka sang juragan meronta untuk menyakinkan jika bebas itu merdeka, bisa berbuat apa saja.

"Tidak. Aku tidak ingin bebas, " kata perkutut itu.

Karena tetap tak mau terbang, maka perkutut itu dipaksa untuk lepas. Dalam pembacaan itu, sang perkutut berkali-kali disuruh lepas, dibentak, dipukul dan melempar sapu lidi.

Karena takut, perkutut mengaku jika dirinya tidak ingin bebas karena takut kelaparan dan hidupnya tidak terjamin. Ia takut ditembak pemburu dan dimakan kucing.

Kemudian perkutut mengepakkan sayap dan terbang berputar-putar dalam sangkar hingga akhirnya menabrakkan kepalanya ke atap sanggar. Perkutut jatuh dan mati.

Meskipun masih memegang naskah, namun pementasan monolog sebagai homili dalam liturgi gereja katolik masih terlihat dramatik. Dramatic dan artistic reading yang dipergakan romo Widyolestari sanggup menahan umat yang memenuhi gereja untuk tetap memperhatikan.

Dengan properti seadanya karena merupakan bagian dari ritual gereja, pastur gondrong ini mengangkat tema tentang kemerdekaan. Monolog karya Putu Wijaya sangat pas untuk menggambarkan seperti apa kemerdekaan saat ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Rampas Kemerdekaan Semesta

Kepada Liputan6.com, Romo Widyolestari menjelaskan bahwa standar kemerdekaan sangat absurd. Namun manusia bisa merasakan kemerdekaannya, jika ia mampu membedakan kepada siapa suatu persembahan sihaturkan.

"Yang seharusnya dipersembahkan kepada kaisar, berikan. Yang seharusnya dipersembahkan kepada Allah, sampaikanlah. Jangan sampai salah memberikan sesuatu kepada yang tidak membutuhkan," kata Romo Widyo.

Lalu bagaimana kondisi kemerdekaan Indonesia saat ini?

Romo Widyolestari hanya tersenyum. ia menyebutkan bahwa masing-maing pihak tentu lebih tahu.

"Penyelenggara negara tentu lebih tahu apa kebutuhan rakyatnya. Rakyat juga bisa merasakan kemerdekaan seperti apa yang diinginkannya. Homili dengan monolog itu hanya sebuah cara untuk mengajak semua, termasuk saya sendiri untuk meneliti, adakah hak semesta yang dipakai dan dirampas," katanya.

Simak video pilihan berikut

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.