Sukses

Mau Mendaki Gunung Slamet? Ini Syaratnya

Ada syarat khusus yang baru ditetapkan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dinporapar) bagi pendaki Gunung Slamet.

Liputan6.com, Purbalingga - Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dinporapar) Purbalingga menetapkan peraturan baru untuk pendakian Gunung Slamet via jalur Bambangan, Desa Kutabawa. Setiap pendaki wajib menyerahkan surat keterangan sehat dari dokter.

Kabid Pariwisata, Dinporapar Purbalingga, Prayitno menuturkan peraturan tersebut untuk meminimalisasi kecelakaan saat pendakian. Dinas berkaca dari meninggalnya Dimas Permana Putra (30), warga Kelurahan Brengkelan, Purworejo akibat terkena hipotermia (kehilangan panas tubuh) di Gunung Slamet.

"Setelah ditelusuri dia sudah sakit sejak dari rumah, peraturan ini semata-mata untuk menjaga keselamatan para pendaki," ujarnya, Kamis, 12 Juli 2018.

Peraturan baru tersebut diberlakukan mulai 1 Agustus 2018. Pengelola tidak mengizinkan pendaki jika kondisi fisik tidak memungkinkan.

Koordinator Posko Pendakian Bambangan, Slamet Ardiansyah berharap peraturan itu juga bisa mencegah para remaja yang berangkat tanpa persiapan dan izin. Seperti kejadian 22 Juni 2018 lalu, beberapa remaja asal Limpakuwus, Banyumas mendaki tanpa izin orangtua.

Orangtua pendaki kemudian menyusul ke pos pendakian. Mau tidak mau, Tim SAR menyusul para remaja yang tengah berada di Pos 7 jalur pendakian Gunung Slamet via Gunung Malang, Desa Serang.

"Mereka mendaki tanpa bekal, awalnya izin hanya sampai Pos 1 Wadas Gantung, ternyata sampai Pos 7," katanya.

Untuk sementara, peraturan tersebut hanya berlaku pada jalur pendakian via Bambangan. Sedangkan, jalur lainnya, yakni via Gunung Malang peraturan masih dikaji karena mayoritas hanya berkemah di Wadas Gantung.

"Belum sekarang kami terapkan, masih dalam kajian," ujar Suyatno Karsum, pengelola Pos Pendakian Gunung Malang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dilarang Membuat Perapian

Bukan hanya persoalan kecelakaan saat mendaki, lereng Gunung Slamet juga rentan terbakar karena ulah manusia. Sedikitnya, tercatat 6 kebakaran hebat terjadi sejak tahun 1984.

Kebakaran pada Juli 1984, para pelajar SMAN 2 Purwokerto sempat terjebak dalam kobaran api. Penyebabnya diduga karena puntung rokok yang dibuang sembarangan.

Setelah itu, mayoritas kebakaran terjadi pada bulan Agustus di area Pos 6, 7, dan 8 Gunung Slamet. Di pos yang lebih dikenal dengan nama Sanghyang Rangkah, Samyang Jampang, Samyang Kendil itu rimbun ditumbuhi semak dan perdu.

Agustus masuk musim kemarau, hampir bisa dipastikan semak dan perdu kering. Ironisnya pada bulan tersebut ramai pendaki merayakan kemerdekaan dan acapkali membuat perapian atau api unggun.

Perapian itulah yang diduga menjadi penyebab utama kebakaran. Seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 2007, 2009, 2011, 2012, dan 2014.

Oleh karena itu, pengelola pendakian melarang pembuatan api unggun atau perapian pada musim kemarau. Bahkan, Slamet Ardiansyah dan pengelola lainnya selalu mewanti-wanti para pendaki agar puntung rokok tidak dibuang sembarangan.

"Selain itu, kami wajibkan juga sampah anorganik dibawa pulang untuk mengatasi masalah sampah di Gunung Slamet," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Jalur Curam di Plawangan

Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah dan tertinggi kedua di Jawa dengan ketinggian 3.428 mdpl. Gunung yang juga terbesar di Jawa ini menjadi favorit para pendaki karena terkenal rimbun.

Usai melewati gerbang pendakian, kanan-kiri jalur merupakan ladang warga. Begitu melewati Pos 1, pendaki memasuki area hutan. Heterogennya pohon-pohon besar bertahan hingga Pos 7 Gunung Slamet.

Jalur hijau itu tepatnya berada di ketinggian 1.935 mdpl sampai 2.990 mdpl. Lebih memanjakan lagi, di Pos 5 terdapat mata air yang mengalir deras saat musim penghujan.

Meski demikian, pendaki dari Purbalingga, Riko Fajar Pamungkas (23) mengingatkan agar pendaki tidak mengandalkan mata air tersebut. Sebab, pada musim kemarau, debit airnya kecil bahkan kering sama sekali.

"Persiapan logistik harus sudah tuntas sebelum mendaki," ujarnya.

Puncak jalur hijau itu biasanya dijadikan tempat bermalam bagi para pendaki sebelum naik ke puncak. Dari sana, perjalanan mendaki menuju mulut kawah menghabiskan waktu sekitar 2 jam.

Di area Pos 7 ke Plawangan, kemudian ke puncak dan kawah, para pendaki mesti hati-hati. Vegetasi tersisa rumput-rumput kecil, selebihnya hanya lereng pasir berbatu yang cukup licin didaki.

Pendaki asal Tegal, Makfud (20) sempat dievakuasi di sana, tepatnya di jurang Batu Merah. Ia mengalami luka parah akibat tergelincir saat turun dari puncak pada 9 Juli 2017.

Salah satu pendaki muda Purbalingga, Elis Septiani (17) mengatakan kecuraman lereng Plawangan sampai ke puncak Slamet sekitar 45 derajat. Saat mendaki di sana, tubuhnya sempat tertimpa batu yang longsor karena diinjak pendaki lain.

"Hati-hati di sana, rawan terpeleset, pasir licin, batunya mudah gugur," katanya yang masih duduk di kelas XII SMAN 1 Purbalingga.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.