Sukses

Nelayan Kupang Minta Muntahan Paus Temuannya Dikembalikan

Liputan6.com, Kupang - Pemilik bongkahan ambergis atau muntahan paus sperma, Marsel Lupung dari Desa Sulamu, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menginginkan barang temuannya itu dikembalikan kepadanya.

"Saya ingin supaya barang temuan saya itu dikembalikan, bukan disita oleh pihak BBKSDA NTT, karena barang itu adalah milik saya," katanya saat dihubungi dari Kupang, Selasa (24/4/2018), dilansir Antara.

Pada 7 April 2018 lalu, sejumlah petugas Bandara El Tari Kupang menggagalkan pengiriman bongkahan muntahan paus karena dinilai mengeksploitasi satwa yang dilindungi undang-undang.

Atas hal itu, Marsel mengaku menyesal dengan apa yang diperbuatnya. Satu hal yang ia inginkan adalah agar pihak BBKSDA mengembalikan barang temuannya itu tanpa harus diproses hukum.

Marsel juga mengaku bahwa ia memang tahu bahwa ada undang-undang yang melarang perburuan paus. Namun, ia tidak mengetahui pengambilan muntahan paus juga bagian dari hal yang melanggar undang-undang.

"Saya justru tidak tahu yang saya temukan itu adalah bongkahan muntahan paus. Jadi, saya ambil dan saya kirim ke Bali," ujarnya lagi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengambang di Permukaan

Marsel mengaku, saat ditemukan bongkahan muntahan paus seberat 15 kilogram itu sedang mengambang di laut, dan ia temukan tepat pukul 19.00 Wita.

Saat dibawa ke rumahnya, barulah ia mengetahui bahwa bentuknya agak berlemak. Keesokan harinya ia diberitahu oleh tetangganya bahwa itu adalah muntahan paus yang dilindungi.

Kepala BBKSDA NTT, Tamen Sitorus menegaskan bahwa pengambilan muntahan paus melanggar Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Muntahan ikan paus ini memiliki nilai ekonomis dan nilai konservasi yang tinggi. Penggalan ini mengacu pada UU No. 5 Tahun 1990," katanya pula.

Ia pun mengakui harga muntahan ikan paus itu bervariasi harganya tergantung berapa berat muntahan tersebut. Namun, harganya bisa mencapai hingga miliaran rupiah.

Saat ini, proses hukum terhadap yang bersangkutan, lanjut Tamen, sudah diserahkan kepada Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kelautan untuk diproses lebih lanjut.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.