Sukses

Kisah Ketandan, dari Rumah Kapiten Cina Jadi Kampung Pecinan

Ketandan menyimpan jejak seorang keturunan Tionghoa yang menjadi bupati di wilayah Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kampung Ketandan yang terkenal sebagai pemukiman masyarakat Tionghoa dan sentra toko emas di Yogyakarta ternyata memiliki sejarah yang lebih panjang ketimbang usia kemerdekaan republik ini.

Kampung yang berlokasi di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta ini terdiri dari tiga RW, yakni 04, 05, dan 06, yang dihuni sekitar 1.000 KK.

"Sekitar 260 tahun yang lalu, wilayah ini satu rumah. Jadi, tidak ada jalan kampung seperti sekarang. Benar-benar sebuah rumah yang besar, dengan luas hampir satu hektare," ujar Tjundaka Prabawa, Ketua RW 05 kepada Liputan6.com, Jumat, 20 Januari 2017.

Rumah itu, kata dia, milik Tan Jin Sing yang mendapat warisan dari Yap Sa Ting Ho, ayah mertuanya. Tan Jin Sing merupakan seorang kapiten ternama kala itu. Kapiten berperan sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa ketika itu.

Berdasarkan buku berjudul Tan Jin Sing, dari Kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta yang ditulis oleg TS Werdoyo, Tan Jin Sing lahir di Wonosobo pada 1760, anak dari Ki Demang dan RA Patrawijaya.

Ibunya merupakan putri dari Sunan Mataram Mangkurat Agung. Tan Jin Sing diangkat anak oleh kapiten dari Wonosobo kala itu bernama Oei Tek Liong. #

Pada awal 1900-an, rumah yang ditempati Tan Jin Sing pun mulai terpisah-pisah dan dikapling menjadi beberapa bagian. Penyebabnya, keluarga istri pertama Tan Jin Sing berdatangan dan tinggal di rumah yang sama.

Selain itu, Tan Jin Sing yang menikah dengan perempuan dari Keraton Jogja juga lebih banyak menghabiskan waktu di keraton. Terlebih setelah dia diangkat menjadi bupati bergelar KRT Secodiningrat.

"Dokter mata Yap juga lahir di kawasan sini, masih keturunan dari keluarga istri Tan Jin Sing," ucap Tjun.

Setelah bangunan rumah dalam areal tersebut dipecah-pecah, kata Tjun, Tan Jin Sing menempati sebuah bangunan seluas 700 meter persegi yang kelak pada hari ini disebut sebagai Rumah Budaya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pusat Perdagangan Emas

Rumah bergaya arsitektur Belanda, Cina, dan Jawa itu menjadi persinggahan Tan Jin Sing setiap akhir pekan, ketika sedang tidak bertugas sebagai bupati. Tjun yang juga seorang fotografer mengungkapkan, penemuan rumah budaya sebenarnya tidak sengaja.

Dia memotret rumah tersebut untuk pameran pada 2010. Sekitar dua sampai tiga tahun lalu, ia bertemu dengan Peter Carey dan mendiskusikan perihal rumah budaya. Setelah ditelusuri, sambung dia, ternyata tahun dan rangkaian peristiwa membuktikan Tan Jin Sing tinggal di situ.

"Sampai saat ini belum ada foto yang menunjukkan sosok Tan Jin Sing, sedang saya cari," ucap Tjun.

Rumah budaya saat ini masih kosong dan belum dimanfaatkan sehari-hari. Hanya pada momentum tertentu saja rumah itu dibuka, misal sebagai salah satu lokasi kegiatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta.

Tjun juga mengungkapkan sebelum ramai menjadi pusat penjualan emas, warga Ketandan ternyata bermata pencaharian sebagai pedagang kebutuhan pokok dan jamu. Barulah pada 1950-an berubah jadi kawasan toko emas.

Perubahan komoditas, kata dia, disebabkan pedagang melihat peluang bisnis. Saat ini di Ketandan terdapat 30-an toko emas, jumlah yang relatif berkurang jika dibandingkan dengan awalnya.

"Dulu 60-an toko emas, ada kemungkinan suatu saat nanti komoditas yang dijual berubah lagi," ujar Tjun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.