Sukses

Ical: Ganti Presiden, Ganti Haluan Pembangunan

Ical menilai bangsa Indonesia memiliki garis besar haluan negara (GBHN) jangka panjang dari 2015 hingga 2045.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical menilai bangsa Indonesia memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) jangka panjang dari 2015 hingga 2045. Menurut Ical, perkembangan Indonesia terhambat serta disparitas kaya dan miskin kian jauh, karena tidak ada haluan negara.

"Saya memiliki program catur sukses pembangunan Partai Golkar. Kita tidak ada lagi garis besar haluan negara. Pembangunan sesuai visi misi presiden terpilih, begitu diganti presidennya, pun berganti haluan. Karena itu perlu adanya strategi jangka panjang," ujar Ical dalam acara Forum Pemred di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12/2013).

Dalam catur sukses pembangunan yang diucapkan Ical, 3 poinnya merupakan gubahan dari strategi yang pernah dijalankan oleh Presiden Soeharto pada masa pemerintahannya.

"Pertama, kita harapkan pertumbuhan ekonomi harus tinggi. Kalau kita mau mencapai pendapatan per kapita 41 ribu dollar dari sebelumnya 3,7 ribu, maka harus ada perubahan pada pembangunan nasional," tuturnya.

Menurut Ical, untuk peningkatkan pendapatan per kapita, dapat diusahakan dalam bidang manufacturing. "Dalam lapangan kerja yang bisa kita lakukan adalah manufacturing. Problemnya memang manufacturing menurung GDP-nya. Asupan tekno harus dibuat sedemikian rupa untuk pengembangan industri itu," jelas Ical.

Kedua, lanjut Ical, pemerintah Indonesia harus terus-menerus mengusahakan pemerataan. Dia menjelaskan gini ratio atau ketimpangan pendapatan di Indonesia sebesar 0,41. Artinya, perbandingan kaya dan miskin masuk kategori 'lampu kuning'.

"Manusia tidak boleh difungsikan sebagai pelaku atau subjek belaka. Manusia harus jadi tujuan atau objek pembangunan ke depan," imbuh dia.

Ketiga, stabilitas keamanan dan politik. Sebab, sambung Ical, tanpa stabilitas tidak proses pembangunan berjalan tenang. "Kita, harus berikan payung politik yang keras pada penegak hukum.

Keempat adalah nasionalisme baru. Ical memaparkan nasionalisme yang diterapkan dalam era globalisasi berbeda dengan nasionalisasi. "Kita harus berani mengambil kontrak yang sudah berakhir harus diambil Indonesia. We are not that stupid. Kalau nasionalisasi, berserah saja bila diambil asing," tandas Ical. (Riz/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini