Sukses

Pesawat Qatar Airways Terkena Turbulensi, 6 Penumpang dan 6 Awak Terluka

Insiden Qatar Airways terkena turbulensi hanya selang beberapa hari dari peristiwa turbulensi parah yang dialami Singapore Airlines.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 12 orang terluka dalam penerbangan Qatar Airways dari Doha ke Dublin akibat turbulensi parah yang terjadi pada Minggu (26/5/2024). Beruntung, pesawat itu berhasil mendarat di Dublin sesaat sebelum pukul 1 siang, waktu setempat.

Mengutip CNN, pesawat itu langsung disambut layanan darurat, termasuk polisi bandara serta departemen pemadam kebakaran dan penyelamatan. Menurut pernyataan dari Bandara Dublin, enam penumpang dan enam awak terluka dalam insiden tersebut. Mereka juga menyatakan bahwa penerbangan Qatar Airways QR107 mengalami turbulensi saat terbang di atas Turki.

Bandara Dublin mengatakan pihaknya membantu penumpang dan staf dan operasinya tidak terpengaruh. Dalam sebuah pernyataan kepada CNN, Qatar Airways mengatakan bahwa penerbangan tersebut mendarat dengan selamat di Dublin, namun 'sejumlah kecil penumpang dan awak pesawat mengalami luka ringan dalam penerbangan dan sekarang menerima perawatan medis'.

"Masalah ini sekarang sedang dalam penyelidikan internal," lanjut pernyataan maskapai. "Keselamatan dan keamanan penumpang dan awak kami adalah prioritas utama kami."

Peristiwa ini terjadi beberapa hari setelah 104 penumpang terluka dan seorang pria dengan penyakit jantung tewas dalam penerbangan Singapore Airlines yang dilanda turbulensi parah. Penerbangan SQ321 dari London ke Singapura terbang pada ketinggian 37.000 kaki pada Selasa, 21 Mei 2024, ketika pesawat turun tajam sebelum naik beberapa ratus kaki, menurut data pelacakan penerbangan. Kasus turbulensi bisa semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perubahan Iklim Perburuk Turbulensi

 

Sekitar 65.000 pesawat mengalami turbulensi sedang setiap tahunnya di AS, dan sekitar 5.500 mengalami turbulensi parah. Namun, angka-angka ini mungkin ditakdirkan untuk terus bertambah.

Paul Williams, seorang profesor ilmu atmosfer di Universitas Reading di Inggris, mengatakan kepada CNN pada 2022 bahwa dia yakin perubahan iklim mengubah turbulensi.

"Kami menjalankan beberapa simulasi komputer dan menemukan bahwa turbulensi parah bisa berlipat ganda atau tiga kali lipat dalam beberapa dekade mendatang," kata Williams.

Temuan tersebut, yang kemudian dikonfirmasi melalui observasi, menyoroti jenis turbulensi yang disebut 'turbulensi udara jernih', yang tidak terkait dengan petunjuk visual apa pun seperti badai atau awan. Berbeda dengan turbulensi biasa, turbulensi terjadi secara tiba-tiba dan sulit dihindari.

Penerbangan Singapore Airlines SQ321 itu tidak dilanda turbulensi udara jernih, namun badai petir yang berkembang pesat. Belum diketahui turbulensi seperti apa yang dialami pesawat Qatar Airways.

3 dari 4 halaman

Kerusakan Terparah di Pesawat Bagian Belakang

Insiden turbulensi parah yang dialami pesawat Singapore Airlines SQ321 mengungkapkan fakta lain. Salah seorang petugas medis yang memberi pertolongan pertama pada pasien setelah pesawat mendarat di Bandara Suvarnabhumi Bangkok mengungkapkan bahwa kabin belakang pesawat mengalami kerusakan terparah.

Dalam wawancara dengan Thai PBS dan diterjemahkan oleh 8world, petugas bernama dr. Wichanya itu menyatakan sebagai bagian dari tim medis yang ditempatkan di bandara, dia diinformasikan bahwa pesawat yang bermasalah akan mendarat dalam 30 menit dan banyak yang terluka di dalamnya. Informasi awal menyatakan seorang penumpang pesawat tewas dan 30 orang lainnya terluka.

Mengutip AsiaOne, Minggu (26/5/2024), dia segera bekerja mempersiapkan kedatangan pesawat dan mengaktifkan tenaga medis yang dibutuhkan. Dia mengakui bahwa awalnya skeptis ketika mendengar tentang jumlah orang yang terluka di dalam pesawat karena angkanya terus berfluktuasi.

Setelah pesawat mendarat 10 menit lebih awal dari perkiraan, dr. Wichyanya menjadi salah satu orang pertama yang memasuki kabin. Dia menggambarkan kabin depan hanya mengalami sedikit kerusakan atau bahkan tidak ada tanda-tanda kerusakan. Namun saat berjalan menuju ke tengah, dia menyadari bahwa ada lebih banyak kerusakan pada perangkat keras serta lebih banyak penumpang yang terluka.

4 dari 4 halaman

Cuaca Mempersulit Penyelamatan

Dia menyatakan bagian yang mengalami kerusakan terparah dan jumlah korban luka terbanyak adalah bagian belakang pesawat. Dia menambahkan bahwa sesuai prosedur, evakuasi diprioritaskan kepada mereka yang mengalami luka ringan dan berat, dan mengeluarkan mereka dari pesawat untuk perawatan dan evaluasi sebelum membawa mereka ke rumah sakit.

"Suasana di dalam kabin saat itu sangat sepi. Kemungkinan besar para penumpang masih syok setelah mengalami pengalaman mengerikan tersebut," ucapnya.

Cuaca buruk menjadi tantangan bagi semua orang yang terlibat dalam upaya penyelamatan. Petugas tanggap darurat harus segera mendirikan tenda di landasan dalam waktu 20 menit karena perkiraan akan turun hujan lebat, untuk menjamin kenyamanan penumpang yang dievakuasi. Peristiwa ini terjadi sekitar dua jam setelah pesawat mendarat dan operasi masih berlangsung.

Menurut dokter yang telah bekerja di bandara selama 12 tahun itu, kondisi tersebut adalah keadaan darurat medis berskala besar pertama yang ditangani timnya. Dia juga menggambarkan kerja tim yang terlibat serupa dengan penyelamatan gua pada 2018 yang melibatkan 12 anak laki-laki dari tim sepak bola dan pelatih mereka di Chiang Rai. Dia menambahkan, para penumpang patuh dan memberi jalan kepada tim medis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini