Sukses

Megawati Kritik Praktik Tak Etis di Pilgub Jateng Imbas Jagoannya Keok di Kandang Banteng

Calon yang diusung oleh PDI Perjuangan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi keok oleh Ahmad Lutfhi-Taj Yasin berdasarkan hasil hitung cepat yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survei.

Liputan6.com, Jakarta Calon yang diusung oleh PDI Perjuangan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi keok oleh Ahmad Lutfhi-Taj Yasin berdasarkan hasil hitung cepat yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survei. Hasil itu pun cukup mengejutkan karena jagoan PDI Perjuangan tersebut kalah di "kandang banteng".

Melihat hal tersebut, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, mengkritik keras praktik-praktik tidak etis yang dilakukan untuk mempengaruhi hasil pemilihan kepala daerah. Dirinya pun menyoroti, mobilisasi alat negara dan manipulasi kekuasaan menjadi faktor utama penyebab kekalahan tersebut.

Megawati berpendapat bahwa kekalahan di "Kandang Banteng" ini menunjukkan adanya ancaman serius terhadap demokrasi. Ia pun menyerukan perlunya perlawanan terhadap tindakan yang mencederai moral dan etika dalam proses pemilu.

Kekalahan yang Mengejutkan

Berdasarkan hasil hitung cepat yang dirilis oleh Litbang Kompas, Andika-Hendi mengalami kekalahan yang signifikan dengan perolehan suara sebesar 40,70%. Sebanyak 100% sampel yang diambil dari 400 TPS menunjukkan bahwa pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin berhasil mendominasi dengan 59,30%. 

Megawati menanggapi hasil ini dengan menyatakan bahwa kekalahan tersebut sangat mengejutkan.

"Jawa Tengah bukan hanya 'Kandang Banteng', tetapi juga basis persemaian nasionalisme dan patriotisme," ungkapnya.

Megawati menyampaikan adanya indikasi penggunaan sumber daya negara secara luas, yang mencakup mutasi pejabat serta campur tangan aparat.

"Saya mendapatkan laporan tentang penggunaan penjabat kepala daerah hingga aparat kepolisian untuk tujuan elektoral," ujarnya.

Megawati menekankan bahwa tindakan semacam ini merusak prinsip demokrasi yang seharusnya jujur dan adil. Ia juga mengimbau agar semua pihak memahami risiko yang ditimbulkan oleh praktik-praktik tersebut.

2 dari 3 halaman

Kritik Megawati

Megawati, menekankan pentingnya aspek etika dan moral yang saat ini dianggap telah diabaikan. Ia mengkritik tindakan mobilisasi kekuasaan yang dinilai sebagai usaha untuk membungkam suara rakyat.

"Apa yang terjadi saat ini sudah di luar batas etika, moral, dan hati nurani," ujarnya.

Megawati mengungkapkan, pengabaian terhadap nilai-nilai etika dan moral akan berdampak negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menegaskan, setiap tindakan yang dilakukan seharusnya mencerminkan keadilan dan kepentingan rakyat.

Dengan semangat tersebut, Megawati berharap kader PDI perjuangan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran di tengah tantangan yang ada.

Megawati mengungkapkan keprihatinannya bahwa jika tindakan semacam ini terus dibiarkan, maka demokrasi di Indonesia akan menghadapi ancaman serius. Ia menekankan pentingnya pemilihan kepala daerah sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas peradaban politik di tanah air.

Selain itu, Megawati juga menegaskan bahwa demokrasi seharusnya tidak hanya dipandang sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

"PDI Perjuangan tidak akan lelah berjuang melawan bentuk intimidasi kekuasaan," tegasnya.

Dalam pandangannya, setiap praktik yang merusak esensi demokrasi harus ditanggapi dengan serius. Megawati percaya bahwa pilkada harus dimanfaatkan untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, bukan sebaliknya.

Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga integritas proses demokrasi agar tidak disalahgunakan. Dengan demikian, harapannya adalah agar masyarakat dapat menikmati hasil dari sistem politik yang sehat dan berkeadilan.

3 dari 3 halaman

Tak Gentar Nyatakan Kebenaran

Megawati mengajak seluruh simpatisan dan masyarakat agar tidak gentar dalam menyatakan kebenaran.

"Jangan pernah takut untuk menyuarakan kebenaran," ujarnya.

Megawati berharap agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat kembali pada prinsipnya sebagai alat demokrasi yang beretika.

"Pilkada harus mencerminkan moralitas dan hati nurani bangsa," ujarnya.

 

(*)