Liputan6.com, Jakarta - Wacana pengguliran Hak Angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus menjadi sorotan publik hingga saat ini. Wacana ini pertama kali digulirkan oleh calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo untuk mengusut dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
Ganjar menganggap, hak angket yang merupakan hak penyelidikan DPR, menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu, terkait kecurangan Pemilu 2024.
Ganjar pun menegaskan, dugaan kecurangan pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024 mesti disikapi, dan parpol pengusung dapat menggulirkan atau mengusulkan hak angket di DPR.
Advertisement
“Maka kalau ingin melihat, membuktikan dan mengetahui hak angket paling bagus karena menyelidiki. Di bawahnya, interpelasi,” ungkapnya.
Dorongan Ganjar mengenai hak angket ini kemudian mendapat respons beragam dari berbagai pihak. Tak terkecuali Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.
Anies menyambut positif wacana hak angket di DPR RI yang diusulkan Ganjar dan menilai hal itu merupakan suatu inisiatif yang baik.
“Jadi saya memandang dengan adanya inisiatif angket proses di DPR bisa berjalan. Kami siap dengan data-datanya," ujar dia.
Ia pun mengaku optimis dengan kekuatan PDI Perjuangan sebagai partai politik (parpol) terbesar di parlemen. Oleh sebab itu, dia meyakini parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan yakni Partai NasDem, PKB, dan PKS juga siap mengambil bagian.
“Dan ketika Pak Ganjar menyampaikan keinginan untuk melakukan angket itu, Fraksi PDI Perjuangan adalah fraksi yang besar. Kami yakin bahwa Koalisi Perubahan, Partai Nasdem, PKB, PKS akan siap untuk bersama-sama," ucap Anies.
Hak angket, lanjut dia, bakal membuka peluang dugaan kecurangan Pemilu 2024 dapat berproses lebih lanjut hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Anies pun menegaskan, Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) siap terlibat bersama untuk memberikan data-data penunjang.
“Dan di bawah kepemimpinan fraksi terbesar maka proses DPR bisa berjalan. Saya yakin partai koalisi perubahan siap untuk menjadi bagian dari itu," kata Anies menandaskan.
Merespons Anies, Partai politik (parpol) Koalisi Perubahan yakni NasDem, PKS, dan PKB mengaku juga telah sepakat dengan usul calon presiden (capres) nomor urut 03 Ganjar Pranowo terkait hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan umum (pemilu) 2024.
“Semangat kami sebagai satu kesatuan yang utuh, tiga partai yang solid berkoalisi. Semangat kami seperti semangat yang disampaikan Pak Anies, kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan angket. Jadi posisi kami data sudah siap, hal-hal kecilnya sudah siap, tinggal menunggu tindak lanjutnya," kata Hermawi.
Hermawi juga berharap partai lainnya akan menggulirkan hak angket dugaan kecurangan pemilu 2024. Menurutnya, langkah mendukung usulan hak angket demi menegakkan pemilu yang benar dan jujur.
"Kenapa hak angket kita dukung? Kita inginkan kebenaran. Kami bersekutu dengan siapa pun di republik ini yang punya itikad baik untuk menegakkan kebenaran dan keadilan bangsa Indonesia," tegas Hermawi.
Meski begitu, Hermawi menyatakan NasDem, PKS, dan PKB bakal menunggu sikap dari PDIP sebagai partai politik pengusung Ganjar Pranowo terlebih dahulu. Hak angket, kata dia, bakal digunakan usai diajukan PDIP secara resmi.
"Jadi angket itu kan komposisi DPR 575 baru bisa berdinamika nanti kalau dia lebih dari setengah, dan kita menunggu itu, gitu loh," kata Hermawi.
"Artinya, PDIP tanpa kami juga tidak bisa jalan. Kami tanpa PDIP tidak bisa jalan. Tapi karena ini yang menginisiasi PDIP, kami tunggu respons selanjutnya," ujar Hermawi.
Tak Bermaksud untuk Makzulkan Jokowi
Sementara itu, Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mendukung hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024, bukan untuk pemakzulan Presiden Jokowi.
Menurut dia, penekanan dari hak angket yang akan digulirkan parpol pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud Md adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan Pemilu 2024.
Dia menjelaskan, dari sisi hukum, proses pemakzulan presiden terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI. Hak angket untuk menemukan intervensi kekuasaan/kecurangan TSM.
"Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur," kata Todung dalam keterangannya.
Lebih lanjut, dia menegaskan, komitmen PDIP bukan untuk memakzulkan Presiden Jokowi, tetapi membongkar dan mengoreksi kecurangan Pemilu 2024.
"Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan," kata Todung.
Todung menyampaikan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa prapencoblosan hingga setelah pencoblosan.
Pada masa prapencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral. Hal ini bisa dilihat di media massa dan media sosial. Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu massif, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024.
Nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil yakni Rp496,8 triliun. Mengutip para ahli psikologi politik, Todung menegaskan, ada korelasi antara perilaku pemilih dengan politisasi bansos. Selain itu, dikte patron penguasa seperti bupati, camat, kepala desa, dan pemuka agama juga mempengaruhi sikap pemilih.
"Dalam masyarakat yang paternalistik seperti Indonesia, apa yang dikatakan patron itu didengar pemilih," ucap Todung.
Hitung-hitungan Kekuatan Politik di Parlemen
Adapun dalam aturannya, untuk bisa mengajukan Hak Angket maka para anggota legislatif wajib memenuhi sejumlah syarat. Melansir dari UU Nomor 17 Tahun 2014 berikut ini adalah beberapa syaratnya:
1. Hak angket wajib diusulkan minimal 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
2. Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat setidaknya materi kebijakan dan atau pelaksanaan UU yang diselidiki dan alasan penyelidikan.
3. Usulan hak angket diterima jika mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.
4. Keputusan hak angket diambil dari persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna tersebut.
Jika melihat kekuatan politik per fraksi di DPR, persentase anggota parlemen dari PDIP dan tiga partai Koalisi Perubahan yaitu Nasdem, PKB dan PKS sudah mencapai lebih dari 50 persen.
Total gabungan kursi yang dimiliki keempat partai tersebut mencapai 295 kursi. Itu setara dengan 51,3 persen dari total 575 kursi anggota DPR. Dilansir dari situs resmi dpr.go.id, PDIP memiliki 128 kursi anggota DPR, Nasdem 59, PKB 58 dan PKS 50.
Namun, apabila Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai koalisi 03 ikut bergabung, maka keempat partai sebelumnya mendapatkan tambahan sebanyak 19 anggota DPR atau 3,3 persen.
Itu lebih besar dari jumlah anggota DPR koalisi pendukung 02 yang meliputi Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Total kursi keempatnya mencapai 261 kursi atau 45,3 persen.
Sehingga jika merujuk pada undang-undang, maka partai politik pro-hak angket sudah memenuhi syarat untuk mengajukan hak angket.
Advertisement
Harus Dapat Persetujuan di Rapat Paripurna DPR
Namun demikian, Hak angket baru bisa dijalankan apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir.
Jika apabila hak angket ditolak, usul tersebut tidak dapat diajukan kembali. Sebaliknya, jika usulan hak angket diterima, DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan Panitia Angket yang terdiri dari atas semua unsur fraksi DPR.
Panitia Angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuk. Rapat Paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan Panita Angket.
Pada intinya, Hak angket menjadi salah satu dari tiga hak istimewa yang dimiliki lembaga legislatif untuk menjalankan fungsinya di bidang pengawasan dan kontrol aktivitas lembaga eksekutif atau pemerintah.
Keberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.
Selain hak Angket, DPR memiliki dua hak lainnya yakni hak interpelasi, yaitu merupakan hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sedangkan satu hak DPR lainnya adalah Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
1. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional
2. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket;
3. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sejarah Hak Angket dari Massa Presiden Soekarno hingga SBY
Menilik ke belakang, terkait persolan hak angket sepertinya sudah menjadi bagian dari sejarah Indonesia sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Era Soekarno
Pada tahun 1950-an, ada hak angket tentang penggunaan devisa yang diajukan saat pemerintahan Presiden Soekarno.
Era Soeharto
Pada zaman Presiden Soeharto, ada hak angket tentang Pertamina.
Era Gusdur
Kemudian pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ada hak angket tentang Bulog Gate dan Brunei Gate.
Era Megawati
Di zaman pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri ada hak angket tentang Dana Non Budgeter Bulog.
Era SBY
Selanjutnya, di zaman Presiden SBY tercatat ada banyak hak angket yang dilakukan DPR. Antara lain hak angket tentang Pertamina, hak angket impor beras, hak angket penyelesaian kasus BLBI, hak angket DPT Pemilu Tahun 2009, hak angket Bank Century, serta hak angket tentang KPK pada tahun 2017.
Angket DPR yang menghebohkan terjadi pada 2009 lalu. Saat itu, Presiden SBY dituding menggunakan dana bailout Bank Century untuk memenangkan kampanye.
Perang politik terjadi di DPR. Sejumlah petinggi negeri dipanggil. Termasuk Sri Mulyani, hingga Wapres Boediono untuk menjadi saksi di sidang angket.
Namun, dalam perjalanannya, angket DPR tak mampu menungungkap aktor intelektual bailout Century. DPR merekomendasikan semua temuan ke KPK sebagai penegak hukum. KPK Hanya sampai menetapkan tersangka dua pejabat BI yakni Budi Mulya dan Siti Fajriyah.
Advertisement
Hak Angket Berujung ke Mana?
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai realisasi hak angket bakal sulit. Dia pesimis usulan hak angket dibawa ke sidang paripurna pada 5 Maret 2024 mendatang usai masa reses. Ujang menilai, hanya muncul riak-riak saja jelang masa reses DPR berakhir
"Saya sih meyakini agak berat agak sulit, akan layu sebelum berkembang seandainya nanti masuk setelah reses tanggal 5 itu mungkin akan ada riak-riak, akan muncul desakan dadakan," kata Ujang.
Ujang menambahkan, proses teknis hak angkeg angket memakan waktu sangat panjang di DPR. Dia meyakini, rencana itu bakal gembos ditengah jalan.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga tidak akan diam saja melihat bergulirnya isu hak anget ini.
"Jadi saya melihat hak angket akan gembos di tengah jalan, bisa saja layu sebelum berkembang, kalau soal 5 Maret masa sidang DPR kalau wacana itu muncul kemungkinan muncul, kemungkinan wacananya ada, tapi apakah bisa direalisasikan saya meyakini berat agak sulit," ucapnya.
"Jokowi pun sebagai presiden tidak akan diam, sama koalisi pendukung pemerintah," kata Ujang.
Sementara itu, Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai, tujuan digulirkannya hak angket ini hanya satu yakni pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Hak angket sasarannya pemakzulan Presiden Jokowi, sebab hasil pemilu tidak bisa diubah," kata Dedi.
Menurut Dedi, pemenang pemilu yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetap menjadi pemenang. Sebab pengajuan hak angket ini tidak merambah pada wilayah teknis pemilu.
Hak angket ini akan menyelidiki apakah presiden melanggar undang-undang atau tidak. "Bagaimana presiden mengintervensi pemilu dan penyalahgunaan kewenangan presiden sebagai kepala negara," ujar Dedi.
Misalnya, masalah Presiden Jokowi yang tidak membicarakan penambahan anggaran bansos di masa kampanye yang jelas-jelas melanggar undang-undang. Kemudian, Jokowi yang mengadakan rapat paripurna membahas program makan siang gratis Prabowo-Gibran. "Itu juga tidak ada dalam rancangan kerja presiden, pelanggaran UU sangat besar," lanjutnya.
Menurut Dedi, hak angket ini akan menentukan apakah Presiden Jokowi turun dari jabatannya sebagai presiden dengan terhormat atau tidak.
"Apakah dia lengser dengan pemakzulan atau soft landing secara status kan berbeda. Kalau dia turun karena pemakzulan berarti dia kriminal negara karena melanggar UU. Kalau soft landing, dimakzulkan setelah dia turun itu beda soal. Tapi apapun itu, hak angket tetap perlu, sebagai kepastian hukum," ujar Dedi.
Dedi menilai, hak angket ini akan terealisasi jika pertemuan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Presiden Jokowi tidak mengubah arah politik.
"Efektif kalau Nasdem bergabung tapi akan sia-sia kalau Nasdem tidak akan bergabung. Tapi kalau membaca statement Nasdem, saya kira akan tetap konsisten di luar pemerintahan," kata dia.
Diketahui, partai politik di DPR yang kontra terhadap kebijakan pemerintah lebih besar ketimbang yang mendukung pemerintah. Mereka yaitu PDIP, PKS, PKB, Nasdem, dan PPP.
"Tapi PPP tidak memiliki pendirian politik, bisa saja PPP tidak ikut hak angket," tandas Dedi.
Hak Angket DPR Bakal Kandas di Tengah Jalan?
Berbeda dengan Dedi, Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan justru menilai hak angket ini akan kandas di tengah jalan. Sebab pemerintah pasti akan melakukan tarik menarik untuk mendekati partai di luar pemerintah.
Apalagi menyusul adanya pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, beberapa waktu lalu.
"Pertemuan antara Jokowi dan Surya paloh memberikan sinyalemen adanya upaya membatalkan proses hak angket di DPR," kata Hasyibulloh kepada Liputan6.com.
NasDem, kata dia, bisa menjadi salah satu partai penentu bergulir tidaknya hak angket. Sebab menurutnya, pengusul hak angket perlu menggalang lebih dari setengah kursi di parlemen luar koalisi.
"Kalau misalnya antara koalisi 01 dan 03 bisa bergabung bisa memenuhi 50+1 kursi di DPR, tapi kalau salah satu parpol tersebut tidak mau mengajukan hak angket, maka hal itu tidak akan terjadi sebab 50+1 tidak terpenuhi," kata dia.
Kemudian, kata dia, proses hak angket cukup panjang untuk sampai pada keputusan. Di mana harus ada pengajuan terlebih dahulu, kemudian rapat dan jika disetujui maka akan dibahas lagi. "Dengan waktu menuju pelantikan presiden yang baru itu agak sulit terealisasikan," tandasnya.
Advertisement