Sukses

2 Pimpinan KPK Diadukan ke Dewas soal Dugaan Pengaruh Jabatan di Kasus Kementan

Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho mengungkapkan ada dua pimpinan KPK yang diadukan ke Dewas terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho mengungkapkan ada dua pimpinan KPK yang diadukan ke Dewas terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).

"Pimpinan yang dilaporkan dua, NG (Nurul Ghufron) dan AM (Alexander Marwata)," kata Albertina Ho di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).

Albertina berharap publik tidak langsung mengambil kesimpulan soal pengaduan yang dilayangkan. Mengingat aduan tersebut masih harus diklarifikasi terlebih dulu.

"Ini baru namanya pengaduan, baru diklarifikasi, belum tentu juga benar kan," ujarnya.

Meski tidak menjelaskan secara rinci, Albertina mengungkapkan bahwa pengaduan tersebut dibuat atas dugaan menggunakan pengaruh pada jabatannya.

"Yang dilaporkan itu menggunakan pengaruhnya," kata Albertina.

Mantan hakim tersebut menambahkan bahwa pengaduan yang diterima Dewas KPK masih terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian, namun dalam kasus yang berbeda dengan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Masih lingkup Kementan tapi berbeda, pengaduannya juga berbeda," tutur Albertina. Dilansir dari Antara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Syahrul Yasin Limpo Tersangka

 

Diketahui, KPK telah resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.

3 dari 3 halaman

Dipakai untuk Umroh

 

Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul Yasin Limpo dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahuai KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.

Selain untuk cicilan kartu kredit dan Alphard, KPK menyebut uang itu juga digunakan untuk umrah para pejabat di Kementan dan untuk kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo.

"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," Johanis menandaskan.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.