Sukses

Novel Baswedan Khawatir Cek Rp 2 Triliun Syahrul Yasin Limpo Hanya Framing KPK

Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kian tak habis pikir dengan KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kian tak habis pikir dengan KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Apalagi dengan pernyataan terbaru KPK soal penemuan cek senilai Rp 2 triliun saat penggeledahan di rumah dinas Syahrul Yasin Limpo pada akhir September 2023 lalu. Usai penggeledahan, KPK tak mengumumkan soal penemuan cek tersebut, namun ketika salah satu media menyebutnya, KPK baru membenarkan temuan tersebut.

Hal itu membuat Novel Baswedan yang kini menjadi ASN di Polri kian heran.

"KPK sudah main politik. Kalau memang benar ada uang itu, tinggal diperiksa dan disita saja, siapa tahu ada kaitan dengan korupsi. Saya cuma khawatir bila ternyata itu tidak ada uangnya, tetapi KPK mau buat framing saja, kalau benar begitu, ya lucu saja sih," ujar Novel, Senin (16/10/2023).

Novel mengaku heran dengan cara kerja lembaga antirasuah di bawah nahkoda Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri. Apalagi, Firli Bahuri kini terseret kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo.

"Selama ini KPK langsung bertindak dan kemudian mempublikasikan hasil tindakan yang dilakukan. Kalau ini belum ada tindakan apa-apa, lalu buat framing," kata Novel.

Senada dengan Novel, mantan penyelidik KPK Aulia Postiera ragu dengan besaran cek senilai Rp2 triliun yang ditemukan penyidik KPK saat menggeledah rumah dinas Syahrul Yasin Limpo.

"Menurut saya nilai cek sebesar itu enggak masuk akal, apalagi cek itu diterbitkan atas nama pribadi," kata Aulia, Senin (16/10/2023).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Verifikasi Dulu ke Bank Sebelum Ungkap ke Media

Aulia menyebut, seharusnya KPK melakukan verifikasi terlebih dahulu ke bank mengenai cek itu sebelum menyampaikannya ke media. Pasalnya, nilai cek tersebut sangat fantastis.

"Seharusnya KPK melakukan verifikasi ke bank terkait dengan kebenaran cek tersebut. Biasanya cek itu juga ada tanggal batas waktu validnya," kata Aulia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui menemukan cek senilai Rp2 triliun saat penggeledahan di rumah dinas mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada akhir September 2023 kemarin. Namun pengakuan KPK ini muncul usai salah satu media memberitakan hal tersebut.

"Iya kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut, dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).

Ali mengatakan, pihaknya akan mengonfirmasi asal usul dan kebenaran isi cek Rp2 triliun tersebut kepada para pihak yang diduga mengetahui kasus ini.

"Namun kami butuh konfirmasi dan klarifikasi ke berbagai pihak lebih dahulu, baik para saksi, tersangka maupun pihak-pihak terkait lainnya untuk memastikan validitas cek dimaksud, termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini," kata Ali.

 

3 dari 4 halaman

Awal Mula Kasus

KPK resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, awal mula kasus ini saat Syahrul Yasin Limpo menduduki jabatan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengangkat kedua anak buahnya itu menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian Syahrul Yasin Limpo membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.

"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," ujar Johanis dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10/2023).

Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

 

4 dari 4 halaman

Sumber Uang Syahrul Yasin Limpo

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris dimasing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.

Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul Yasin Limpo dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahuai KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.

Selain untuk cicilan kartu kredit dan Alphard, KPK menyebut uang itu juga digunakan untuk umrah para pejabat di Kementan dan untuk kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo.

"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," Johanis menandaskan.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.