Sukses

Proposal Perundingan Prabowo Subianto, Jadi Langkah Maju Diplomasi Indonesia Tengahi Konflik Ukraina-Rusia

Ide resolusi damai dari konflik Rusia dan Ukraina yang dicetuskan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto merupakan langkah maju dalam diplomasi Indonesia guna mengakhiri konflik kekerasan tersebut meski Ukraina menolaknya.

Liputan6.com, Jakarta - Ide resolusi damai dari konflik Rusia dan Ukraina yang dicetuskan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto merupakan langkah maju dalam diplomasi Indonesia guna mengakhiri konflik kekerasan tersebut meski Ukraina menolaknya. Hal itu disampaikan Dosen Universitas Paramadina Anton Aliabbas.

"Tawaran ide yang diungkapkan Prabowo merupakan hal konkret. Itu merupakan langkah maju dalam diplomasi Indonesia," ujar Anton di Jakarta, Senin (5/6/2023).

Menurut Anton, pernyataan Prabowo terkait ide perdamaian yang disampaikan dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura tidaklah berlebihan. Proposal yang digagas Prabowo sudah jelas dan dapat diukur dengan mudah.

"Gagasan Prabowo soal zona demiliterisasi, keterlibatan PBB dan referendum bukan hal yang mengawang-awang tapi jelas dan terukur," ucap dia.

Dirinya berpendapat adanya proposal tersebut dapat mengindikasikan Indonesia sudah siap untuk menjadi mediator konflik tersebu. Dan, kata Anton, pilihan yang diinginkan Indonesia adalah mediator yang ikut aktif mendorong tawaran agenda perundingan.

"Sebagai contoh, ide melibatkan PBB dan membentuk zona demiliterisasi, misalnya, memperlihatkan Indonesia sudah memiliki bayangan kasar terkait model gencatan senjata yang harus dilakukan," kata dia.

"Jika tidak ada gencatan senjata tentu saja perundingan akan sulit berjalan. Dan keinginan melibatkan PBB juga menunjukkan keinginan Indonesia untuk memperkuat posisi PBB dalam konflik ini. Sebab, beberapa pandangan ada yang menyebutkan PBB seakan tidak berdaya dalam menghadapi Rusia. Dan kali ini, dalam menjaga perdamaian, PBB ingin ditempatkan dalam posisi yang cukup sentral," sambung Anton.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ide Referendum

Terkait ide referendum, Anton menjelaskan Rusia sejak awal telah mengungkapkan adanya narasi ketidakpuasan sebagian publik Ukraina terhadap pemerintahan Volodymyr Zelensky.

Namun, kata dia, pemerintah Kiev berdalih ini hanya akal-akalan Presiden Putin untuk mengambil wilayah Ukraina. Meski demikian, penolakan yang dilakukan Ukraina melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleg Nikolenko terkait ide referendum adalah hal biasa.

Sebaliknya, menurut Anton, respons tersebut merupakan indikasi Ukraina sejatinya menunggu ide tawaran agenda konkret dalam perundingan.

"Yang namanya konflik pasti menunjukkan adanya sengketa ataupun perbedaan. Dan jika ingin mewujudkan perdamaian ya semua perbedaan harus diselesaikan termasuk soal narasi ketidakpuasan ini. Perundingan kelak juga tentu harus mencari alternatif terbaik untuk mengakhiri perbedaan klaim narasi ketidakpuasan publik versus nihil sengketa wilayah," urai Anton.

 

3 dari 4 halaman

Respons yang Diberikan Ukraina

Anton mengatakan, respons yang diberikan Ukraina menunjukkan rasa saling percaya antar pihak bertikai belum kuat terbangun. Hal ini dapat dilihat dari sikap pesimistis Oleg terkait kemungkinan Rusia akan menarik pasukan dari wilayah Ukraina. Karena itu, lanjut Anton, upaya membangun mutual trust menjadi krusial untuk bisa memulai langkah perdamaian selanjutnya.

"Pesimistis Rusia akan berubah jelas memperlihatkan Ukraina masih belum percaya bahwa pemerintah Putin mau untuk mencari solusi perdamaian. Mau tidak mau proses membangun saling percaya harus terus digalakkan karena mustahil perundingan berujung kesepakatan jika tidak ada trust. Dan proses ini memang membutuhkan waktu, karena kita tidak hanya berbicara soal eksternal tapi juga domestik masing-masing negara," beber Anton.

Meski demikian, kata Anton, proposal perdamaian yang disampaikan Prabowo patut mendapat apresiasi. Sebab, gagasan tersebut memperkaya upaya perdamaian Ukraina-Rusia. Terlebih, dalam perdamaian sering kali muncul pihak yang tidak puas ataupun tidak menerima kesepakatan.

"Namanya gagasan perdamaian terkadang sifatnya trial dan error serta menimbulkan pro kontra. Tapi tidak ada yang salah dengan itu karena sebanyak apapun gagasan perdamaian, mereka tidak akan menimbulkan korban jiwa. Dan gagasan perdamaian memang harus selalu di-exercise," tukas Anton.

 

4 dari 4 halaman

Prabowo Usulkan Solusi Perdamaian Perang Rusia-Ukraina: Zona Demiliterisasi dan Referendum PBB

Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengusulkan solusi perdamaian untuk Perang di Ukraina dengan menyerukan zona demiliterisasi dan referendum PBB pada apa yang disebutnya sebagai wilayah yang disengketakan.

Berbicara dalam pertemuan tahunan pejabat pertahanan dan militer dari seluruh dunia, Shangri-la Dialogue, Sabtu 3 Juni 2023, pertama-tama Prabowo menyerukan dibuatnya deklarasi yang menyerukan penghentian permusuhan.

Kedua, Prabowo mengusulkan rencana multi-poin termasuk gencatan senjata "pada posisi saat ini dari kedua pihak yang berkonflik" dan membangun zona demiliterisasi dengan mundur 15 kilometer (hampir 10 mil) dari posisi depan masing-masing pihak --Reuters mewartakan dikutip dari US News, Sabtu 3 Juni 2023.

Zona demiliterisasi harus diamati dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian yang dikerahkan oleh PBB, kata Prabowo.

Ketiga, ia menambahkan bahwa referendum PBB harus diadakan "untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk di berbagai wilayah yang disengketakan".

"Meminta Persatuan Bangsa-Bangsa untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian dan menempatkan di wilayah demiliterisasi sekarang ini. Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi," usul Prabowo, dikutip dari siaran pers yang diterima Liputan6.com.

"Saya mengusulkan agar Shangri-la Dialogue menemukan cara untuk mengeluarkan deklarasi mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian," tambah Menhan RI.

Usulan Indonesia menyusul kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Moskow dan Kiev tahun lalu, menawarkan negaranya sebagai negosiator antara pemimpin Rusia dan Ukraina untuk memulai dialog damai. Tahun 2022, Indonesia memegang presidensi G20.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.