Liputan6.com, Jakarta - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel berharap majelis hakim banding kasus peredaran narkoba mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa bisa memeriksa sejumlah fakta dan keterangan lain yang tak dilakukan hakim pengadilan tingkat pertama.
Salah satunya, kata Reza, yakni diminta memeriksa polisi yang menyebut kasus Teddy Minahasa merupakan perintah dari pimpinan.
"Semakin baik jika hakim memeriksa pejabat Polda Metro Jaya yang disebut Teddy Minahasa menyatakan tidak yakin Teddy Minahasa berbuat pidana, dan mengaku bahwa mereka bekerja atas dasar perintah pimpinan," ujar Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
Advertisement
Diketahui, dalam dupliknya Teddy Minahasa sempat menyebut ada perintah dari pimpinan Polri sehingga dirinya terjerat kasus peredaran narkotika jenis sabu seberat 5 kilogram.
Teddy mengaku mengetahui hal itu dari Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa dan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya AKBP Dony Alexander.
"Dirresnarkoba dan Wadirresnarkoba Polda Metro Jaya Bapak Mukti Juarsa dan Dony Alexander (mengatakan) kepada saya 'mohon maaf jenderal, kami mohon ampun, semua ini karena perintah pimpinan'," ujar Teddy membacakan duplik di PN Jakbar, Jumat 28 April 2023.
Atas dasar itu, Anthony Djono selaku pengacara Teddy Minahasa mengatakan, kasus yang menjerat kliennya penuh kejanggalan dan direkayasa atas pesanan pihak tertentu. Menurutnya hal itu terlihat sejak awal penetapan sebagai tersangka hingga proses persidangan Teddy Minahasa.
Apalagi, Teddy Minahasa juga sempat mengaitkan adanya perang bintang di tubuh Polri dalam perkaranya.
"Itu pembelaan Pak Teddy, ya, karena Pak Teddy yang lebih paham (ada perang bintang di Polri), tapi menurut kita itu cukup masuk akal," ujar Dono.
Sejumlah Kejanggalan
Djono membeberkan beberapa kejanggalan dalam kasus narkoba Teddy Minahasa. Menurut dia penetapan Teddy Minahasa sebagai tersangka sangat dipaksakan padahal minim alat bukti.
"Beliau ditetapkan tersangka bahkan waktu itu masih minim alat bukti, kemudian bukti chat yang merupakan satu-satunya bukti yang kemudian menjerat Pak Teddy, yang ternyata hasil pemeriksaan digital forensik belum keluar," kata dia.
Disisi lain, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Nur Basuki Minarno menyoroti berkaitan kencangnya tekanan publik dalam kasus narkoba Teddy Minahasa.
Menurutnya, masyarakat harus lebih cerdas dan cermat melihat kasus ini tidak sekedar ikut-ikutan saja.
"Masyarakat harus cerdas dan cermat menyikapi kasus TM ini. Terlalu banyak kejanggalan, unprocedural, serta berbagai loopholes. Memang masyarakat saat ini boleh euphoria untuk menjebloskan Teddy Minahasa ke penjara dengan dasar tekanan publik," kata Nur Basuki, Kamis (18/5/2023).
Advertisement
Yang Harus Dicermati Masyarakat
Nur Basuki menilai, yang patut dicermati dan disadari masyarakat adalah jika benar dalam kasus ini Teddy Minahasa menjadi korban industri hukum, maka ini merupakan momok menyeramkan bagi masyarakat.
Bagaimana tidak, seorang jenderal bintang dua saja bisa diperlakukan semena-mena oleh hukum, apalagi masyarakat biasa yang tidak memiliki pangkat dan jabatan.
"Tetapi, masyarakat juga harus sadar bahwa Teddy Minahasa itu jenderal polisi bintang dua bisa diperlakukan seperti itu, bukankah fenomena ini menjadi momok bagi masyarakat biasa, yg jauh lebih rapuh dan gampang untuk dikriminalisasi. Silakan direnungkan," pungkasnya.
Teddy Minahasa Divonis Seumur Hidup, Hotman Paris: Perjuangan Masih Panjang, Masih Ada Banding, Kasasi, dan PK
Sebelumnya, Hotman Paris selaku kuasa hukum Teddy Minahasa memastikan akan mengajukan banding atas vonis penjara seumur hidup kepada kliennya dalam kasus peredaran narkoba.
"Setelah sidang putusan vonis tadi menyatakan Teddy Minahasa dituntut penjara seumur hidup, Teddy meminta untuk ajukan banding," ungkap Hotman saat ditemui pers usai sidang vonis Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa 9 Mei 2023 seperti dilansir Antara.
Hotman mengatakan bahwa selain meminta banding, Teddy juga bingung karena banyak hal yang tidak dipertimbangkan.
"Teddy sudah mengeluarkan perintah agar pada tanggal 28 September musnahkan, tetapi kok masih ada penjualan Oktober? Antara September sampai Oktober, jaksa maupun hakim tidak mempertimbangkan apakah ada bukti bahwa Teddy Minahasa masih suruh jual," ungkap Hotman.
Harusnya, kata Hotman, hal tersebut dipertimbangkan. Kalaupun ditolak harusnya dipertimbangkan dulu.
Hotmat melanjutkan, tidak ada juga uji laboratorium perbandingan antara sabu yang ada di sini dengan sabu yang ada di Bukittinggi.
"Selain itu, mengenai menikmati uang, tidak ada saksi. Saksi yang ada hanya si Doddy. Tidak ada saksi yang mengatakan dia (Teddy) menerima uang sama sekali. CCTV juga mengatakan tidak," katanya.
Tidak ada saksi juga yang mengatakan penukaran sabu dengan tawas.
"Tidak ada saksi sama sekali," ungkap Hotman.
Karena itu, pihaknya memastikan akan ajukan banding.
"Perjuangan masih panjang. Masih ada banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK)," katanya.
Advertisement