Sukses

Bamsoet Minta Pemerintah Susun Strategi Tekan Kekerasan Kolektif di Tahun 2023

Dalam data CSIS juga disebutkan jika rata-rata, pada 2021 korban per insiden adalah 1,11 dan pada 2022 meningkat menjadi 1,3 korban per-insiden. Kekerasan memenuhi unsur penggunaan kekuatan fisik, disengaja, serta dilakukan oleh atau terhadap sekelompok orang.

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet meminta pemerintah Indonesia mengevaluasi dan menyusun langkah strategis untuk menekan jumlah kekerasan kolektif di tahun 2023 ini.

Berdasarkan data yang diungkap Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia menyebutkan, jumlah kekerasan kolektif yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2022 menurun dibanding tahun 2021. Namun, jumlah korban peristiwa kekerasan kolektif meningkat 54,7 persen, yakni menjadi 2.174 korban meninggal ataupun luka-luka pada 2022.

"Meminta pemerintah menjadikan data CSIS Indonesia tersebut sebagai bahan untuk mengevaluasi dan menyusun langkah strategi agar bisa menekan jumlah kekerasan kolektif yang terjadi di Indonesia di tahun 2023," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).

Dalam data CSIS juga disebutkan jika rata-rata, pada 2021 korban per insiden adalah 1,11 dan pada 2022 meningkat menjadi 1,3 korban per-insiden. Kekerasan memenuhi unsur penggunaan kekuatan fisik, disengaja, serta dilakukan oleh atau terhadap sekelompok orang.

Maka dari itu, Bamsoet meminta pemerintah berdiskusi dengan CSIS agad dapat mengklasifikasikan kasus-kasus kekerasan kolektif yang paling banyak dilakukan.

"Di antaranya seperti main hakim sendiri (486 kejadian), kekerasan akibat isu kriminal (147 kejadian), dan yang disebabkan isu identitas (93 kejadian), di samping menentukan langkah yang akan ditetapkan agar kekerasan kolektif bisa terus diminimalisir," kata dia.

Bamsoet  juga meminta Kapolri dan Panglima TNI mengkoordinasikan aparat keamanan di daerah terkait dengan stakeholder, untuk mengambil langkah intervensi yang tegas terhadap insiden kekerasan kolektif yang terjadi dan berpotensi terjadi, utamanya di daerah-daerah yang rawan terjadi kekerasan kolektif.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekerasan Kolektif Tertinggi di Indonesia Timur

Dari riset diketahui, kekerasan kolektif paling banyak terjadi di Jawa Timur, yakni 221 insiden. Namun, jika dilihat dari sisi intensitas kekerasan kolektif, yakni dengan membandingkan jumlah kekerasan kolektif per 1 juta penduduk, provinsi dengan intensitas kekerasan kolektif tinggi berada di Indonesia timur.

Antara lain Provinsi Maluku dengan 20 insiden kekerasan kolektif, disusul Provinsi Papua dengan 19,9 insiden, dan Provinsi Papua Barat dengan 16,7 insiden per 1 juta penduduk. Ketiga provinsi ini mengalami intensitas kekerasan kolektif 4,5 kali rata-rata nasional.

"Meminta pemerintah, aparat keamanan, dan aktor terkait lainnya untuk mewaspadai potensi peningkatan kekerasan kolektif, mengingat akan adanya proses dan penyelenggaraan pemilihan umum atau Pemilu 2024," kata Bamsoet.

Di sisi lain, dia juga meminta pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat keamanan, dan stakeholders terkait untuk menyelesaikan kasus kekerasan kolektif selalu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

"Utamanya dalam pencegahan, penghentian, serta pemulihan pascakonflik, agar tidak hanya jumlah kasus kekerasan kolektif saja yang mengalami penurunan, tetapi juga jumlah korban yang bisa terus ditekan atau diminimalisir bahkan dicegah," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.