Sukses

Tiap Tahun Terus Meningkat, Begini Tips Mengolah Sisa Makanan Agar Tak Jadi Sampah

Food loss and waste di Indonesia tahun 2000-2019 berkisar 23-48 juta ton per tahun, setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Limbah yang berasal dari sisa-sisa makanan jadi salah satu penyumbang terbesar sampah di dunia. Bahkan Indonesia menduduki peringkat kedua penyumbang limbah makanan atau Food Loss and Waste (FLW) di dunia.

Badan Pangan Nasional atau Bapanas mencatat timbunan sampah sisa makanan di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun. Atau setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun. Bahkan volume tersebut juga setara dengan dampak ekonomi mencapai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun.

Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Eko Hari Purnomo mengatakan salah satu pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan sistem manajemen yang tepat. Kata dia, hal tersebut untuk mengantisipasi adanya makanan sisa yang nantinya terbuang sia-sia.

"Saya akan membayangkan itu lebih kepada manajemen supaya tidak ada pangan yang tersisa supaya sampai kita mengolah pangan yang tersisa itu menjadi bahan yang lain. Jadi saya akan lebih menekankan pendekatan manajemen," kata Eko kepada Liputan6.com.

Caranya dengan memanfaatkan sisa makanan atau makanan yang belum kedaluwarsa diolah kembali dalam bentuk lain. Misalnya buah yang tampak tidak menarik secara fisik dapat diolah jadi makanan lain. Seperti halnya smoothies hingga es buah.

"Buah-buah lokal yang sudah mulai ada tanda-tanda tadi perubahan warna gitu itu boleh diolah menjadi produk lain tapi bukan berarti dia sudah busuk. Kalau dia sudah busuk, sudah tidak cocok untuk konsumsi manusia jangan dipaksakan jangan kemudian busuk diolah jadi makanan lain," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sesuai Kebutuhan

Karena itu, dia meminta agar masyarakat memastikan kembali saat melakukan belanja kebutuhan sehari-hari untuk keluarga. "Pada saat kita membeli buah membeli sayuran pastikan itu sesuai dengan kebutuhan. Kemudian juga tangani dengan betul simpan misalnya di kulkas sehingga dia menjadi lebih awet," ucapnya.

Selain itu, Eko juga menyatakan sisa makanan yang sudah tidak layak konsumsi manusia dapat dialihfungsikan untuk pupuk hingga makanan ternak. Namun, dia menegaskan selama sisa makanan tersebut bukan masuk kedaluwarsa.

"Terlanjur tidak layak untuk konsumsi manusia bisa alih fungsikan konsumsi hewan ataupun misalnya dari pangan di alih fungsikan menjadi bahan organik untuk pembuatan kompos dan yang lain-lain," jelas Eko.

 

 

3 dari 4 halaman

Sampah Makanan Secara Global Capai 1,3 Milyar Ton

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menyoroti fenomena pemborosan pangan akibat menumpuknya jumlah sampah makanan, sebagai persoalan penting yang harus segera diselesaikan.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, secara global sekitar 1,3 miliar ton sampah makanan terbuang setiap tahun. Menurut data the Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan penyumbang sampah makanan terbesar kedua dunia. Jumlah sampah makanan tersebut memberi dampak besar terhadap ekonomi, berupa produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga mencapai Rp 551 triliun per tahun.

"Menurut kajian Bappenas, food loss and waste di Indonesia tahun 2000-2019 berkisar 23-48 juta ton per tahun, setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun," ujar Arief, dikutip Jumat (30/9/2022). "Yang berarti masing-masing dari kita menyumbang lebih dari satu kwintal sampah pangan per tahun. Hal itu berdampak kepada kerugian ekonomi kurang lebih sebesar Rp 213-551 triliun per tahun."

 

4 dari 4 halaman

Potensi Food Loss and Waste

Padahal, Arief menambahkan, potensi food loss and waste tersebut seharusnya dapat disalurkan untuk memberi makan 61-125 juta orang, atau sekitar 29-47 persen populasi Indonesia.

"Menurut peta ketahanan dan kerentanan pangan tahun 2021, ada 74 kabupaten/kota yang rentan rawan pangan. Data POU (angka rawan pangan), masih ada 23,1 juta jiwa atau 8,49 persen penduduk indonesia yang mengkonsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat dan produktif," terangnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini