Sukses

HEADLINE: Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT, Dugaan Penyelewengan Berujung Penyidikan?

Organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) jadi perbincangan publik. Besarnya gaji pejabat, biaya operasional hingga dugaan penyalahgunaan dana kemanusiaan membuat lembaga kemanusiaan itu jadi sorotan.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) jadi perbincangan publik. Besarnya gaji pejabat, biaya operasional hingga dugaan penyalahgunaan dana kemanusiaan membuat lembaga kemanusiaan itu jadi sorotan.

Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, mengakui ACT telah dilaporkan ke Bareskrim sejak tahun lalu. Penyelidikan pun tengah dilakukan untuk menggali sejumlah fakta atas kasus tersebut.

"Sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana," kata Brigjen Andi Rian kepada Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).

"Dugaan Penipuan atau Keterangan Palsu dalam Akta Otentik (378 atau 266 KUHP). Sudah ada beberapa pihak yang diklarifikasi," tambahnya.

Kementerian Sosial (Kemensos) juga telah mencabut ijin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) kepada ACT Tahun 2022.

Pencabutan ijin PUB sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, Selasa (5/7/2022).

Adapun alasan pencabutan tersebut karena adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak ACT. Dengan begitu ACT untuk saat ini tidak bisa melakukan pengumpulan dana donasi.

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial," kata Muhadjir dalam keterangannya, Rabu (6/7/2022).

"Sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” tambah Muhadjir.

Salah satu dugaan pelanggaran yang dilakukan ACT yakni berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.

"Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7% dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan. Angka 13,7% tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10%," kata dia.

Sementara itu, dia menambahkan bahwa dari awal PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan, langkah ini merupakan bentuk responsif dari pemerintah terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat. Termasuk dengan kejadian dugaan pelanggaran yang dilakukan ACT.

Di sisi lain, Kemensos juga bakal menyisir izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dugaan Aliran Dana ke Terorisme

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan adanya transaksi yang dilakukan oleh ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan, hasil pemeriksaan yang dilakukan pihaknya telah diserahkan ke sejumlah lembaga aparat penegak hukum seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun, perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Ivan saat dihubungi, Selasa (5/7/2022).

Ivan menyebut, berdasarkan temuan pihaknya terkait dengan transaksi, dana masyarakat yang masuk ke ACT diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan ada dugaan digunakan untuk aktivitas terlarang.

Walaupun perihal temuan itu, PPATK masih masih melakukan proses analisis. "Proses masih kami lakukan hasilnya segera akan kami serahkan kembali ke aparat penegak hukum," ucapnya.

Diduga Terafiliasi Al Qaeda

PPATK menemukan adanya aliran dana dari anggota ACT ke pihak yang diduga terafiliasi dengan kelompok paramiliter jihad Al Qaeda.

"Transaksi yang dilakukan itu bisa langsung atau tidak langsung transaksi itu. Dan beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan kajian dari data yang PPATK miliki, itu ada yang terkait dengan pihak yang ini patut diduga yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al Qaeda, penerimanya ya," tutur Ivan.

Meski begitu, Ivan menyatakan pihaknya masih melakukan pendalaman lebih lanjut atas temuan tersebut.

"Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan. Selain itu ada yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang memang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan," jelas dia.

Adapun para anggota ACT yang melakukan transaksi keuangan secara individu ke pihak-pihak di luar negeri sendiri berasal dari berbagai kalangan dan jabatan.

"Ada adminnya, ada staf akuntan, ada karyawan. Negara-negara tadi sudah saya sampaikan ada Turki, Kazakhstan, Bosnia, Albania, dan India. Ada juga ke Banglades, Nepal, Pakistan," ujar Ivan menandaskan.

Blokir 60 Rekening ACT

PPATK juga telah memblokir sebanyak 60 rekening terkait aliran dana umat atau donasi ACT.

"PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 30 penyedia jasa keuangan," tutur Ivan.

Menurut Ivan, pihaknya memang sudah cukup lama melakukan kajian berdasarkan database PPATK terkait aliran dana ACT. Hasilnya, terlihat aliran dana masuk dan keluar dengan perputaran nilai Rp1 triliun per tahunnya.

"PPATK juga mendalami bagaimana struktur kepemilikan yayasan, bagaimana pengelolaan pendanaan, dan sebagainya. Memang PPATK melihat entitas yang lagi kita bicarakan ini memang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dimiliki oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ," jelas dia.

Menurut Ivan, yayasan lain yang terafiliasi dengan ACT tidak hanya terkait dengan donasi bantuan hingga zakat, namun juga ada perusahaan, dan lainnya yang bersinggungan dengan investasi.

"Dan di bagian bawah ada yayasan terkait ACT. Ada transaksi yang kita lihat dilakukan secara masif, namun entitas terkait si pengurus tadi. Jadi kami menduga transaksi dari bisnis ke bisnis dan dikelola. Jadi ada keuntungan," kata Ivan menambahkan.

3 dari 4 halaman

BNPT Dalami Temuan PPATK

Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwakhid, menyatakan data hasil penelusuran PPATK terkait aliran dana mencurigakan ACT merupakan data intelijen.

Nurwakhid menjelaskan, data tersebut masih memerlukan kajian dan pendalaman. Sehingga, saat ini ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) .

"Pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang kasus ACT merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendamalam lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Nurwakhid kepada Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).

Nurwakhid menyampaikan dalam hal ini BNPT dan Densus 88 bekerja berdasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme. Menurut dia, karena ACT belum masuk DTTOT dibutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

Namun, Nurwakhid menegaskan jika aliran dana yang mencurigakan terbukti ditemukan maka akan dilakukan tindakan hukum kepada ACT. Namun, jika tidak maka proses hukum akan dijalankan oleh penegak hukum terkait.

"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri. Jikalau tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya," jelas Nurwakhid.

Hati-Hati

Nurwakhid mengajak seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati jika ingin berdonasi. Dia menyarankan agar masyarakat menyalurkan donasi pada lembaga resmi dan kredibel seperti yang direkomendasikan oleh pemerintah.

"Termasuk dalam penggalangan dana kemanusiaan untuk luar negeri, masyarakat juga mesti hati-hati dengan menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui kementerian luar negeri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme," kata dia.

Nurwakhid menyampaikan bahwa dalam konstruksi hukum untuk menentukan individu dan lembaga bisa dikenakan pasal tindak pidana jika memenuhi salah satu dari lima indikator. Antara lain yaitu pelaku langsung, yang menyuruh melakukan, ikut serta melakukan, membantu untuk melakukan, dan mendanai.

Nurwakhid mengutarakan himbauan untuk berhati-hati dalam penyaluran dana ini juga berlaku bagi perusahaan BUMN dan swasta. Pihak penyalur, kata dia, dapat melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan BNPT.

"Karena itulah, himbauan kehati-hatian juga berlaku kepada perusahaan BUMN atau swasta agar dalam penyaluran dana CSR untuk berhati- hati dengan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan BNPT," kata Nurwakhid.

"Hal ini penting agar penyaluran dana untuk kepentingan kemanusiaan yang dilakukan individu ataupun lembaga tepat sasaran dan terhindar dari kategori ikut dalam mendanai tindak pidana terorisme," lanjut dia.

Ditelusuri Densus 88

Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Polri, Irjen Marthinus Hukom, mengatakan pihaknya masih terus mendalami temuan PPATK.

"Kami dalam kasus ini melakukan pendalaman lanjutan dari laporan analisa transaksi keuangan PPATK, dan karena ini sudah menjadi pertanyaan publik kepada Polri dalam hal ini Densus 88. Kami harus mencari jawaban dari pertanyaan publik tersebut dengan menelusuri kembali semua transaksi yang terjadi," kata Irjen Marthinus Hukom kepada Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).

Marthinus menjelaskan, dari beberapa transaksi diketahui ACT menerima dana dari luar negeri dan juga mengirim dana ke luar negeri.

"Itulah yang sedang kami telusuri, dan butuh waktu untuk itu, karena sebagian entitas yang bertransaksi dengan ACT berada di luar negeri, sehingga butuh waktu untuk menjawab dan memastikan siapa-siapa saja dari mereka yang bertransaksi dengan ACT," ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Presiden ACT Kaget Izin Dicabut

Presiden ACT, Ibnu Khajar, mengaku sangat kaget atas keluarnya keputusan pemerintah dengan Nomor 133/HUK/2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan.

"Kami perlu menyampaikan kepada masyarakat bahwa kami sangat kaget dengan keputusan ini," kata Ibnu Khajar di kantor ACT, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Ibnu mengatakan, pihaknya pada Selasa 5 Juli 2022 kemarin telah memenuhi panggilan dari Kemensos. Dalam proses pemanggilan tersebut, Ibnu mengaku semuanya telah dijelaskan secara rinci.

Ibnu mengatakan bahwa dari hasil pertemuan tersebut adanya rencana kedatangan tim Kemensos untuk melakukan pengawasan pada Kamis 7 Juli 2022 besok. Hal itu sebagai sikap kooperatif dari ACT untuk menyiapkan terkait yang dibutuhkan oleh kementerian yang dikepalai oleh Tri Rismaharini tersebut.

"Artinya kami telah menunjukkan sikap kooperatif. Kami juga sudah menyiapkan apa saja yang diminta oleh pihak Kemensos, terkait dengan pengelolaan keuangan," beber dia.

Bakal Surati Kemensos

ACT juga berencana mengirimkan surat permohonan penerbitan pembatalan pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ke Kementerian Sosial (Kemensos).

"Sangat mungkin dari pihak kami ACT mengirimkan surat permohonan pencabutan kepada Kemensos untuk pembatalan izin PU kepada yayasan ACT," kata Ibnu Khajar.

Menurut dia, surat tersebut akan dikirimkan pada Kamis 7 Juli 2022 besok. ACT juga akan melampirkan beberapa perbaikan-perbaikan yang telah dijalankan sebagaimana hasil pertemuan dengan Kemensos pada Selasa 5 Juli 2022 kemarin.

"Kami sangat yakin pihak Kemensos memudahkan surat izin pembatalan PUB yang terbit hari ini," ujar Ibnu Khajar.

Ibnu menyampaikan izin PUB memang secara rutin diperpanjang setiap tiga bulan. Pada proses perpanjangan izin itu, ACT akan melaporkan sejumlah hasil kerja kepada Kemensos.

"Jadi sebenarnya, masa ini (sekarang) masih masa peralihan kami masih masa peralihan yang sebelumnya kami ngasih laporan untuk perpanjangan berikutnya. Jadi nanti yang surat ini kami kirim surat kepada kemensos," tutur Ibnu Khajar.

Setelah mengirimkan surat permohonan, lanjut dia, ACT akan menyerahkan sepenuhkan ke Kemensos selaku pihak yang menaungi lembaga filantropi ini.

Ibnu Khajar yakin apabila nantinya Kemensos akan kembali memperbolehkan ACT untuk menampung dana seperti sedia kala. Dengan dicabutnya izin PUB terhadap lembaga tersebut.

"Komitmen kami untuk memperbaiki sehingga dari pihak Kemensos melihat kesungguhan kami ya. Mengikuti aturan taat, dan kami siap untuk dibina semoga dengan cara ini surat kami bisa mendapatkan respon positif," kata dia.

Tetap Salurkan Bantuan Pakai Dana Tunai yang Tersisa

Ibnu Khajar memastikan, pihaknya tetap menyalurkan hasil donasi yang terkumpul sebagaimana program yang telah dicanangkan.

Donasi yang bakal disalurkan nantinya memakai dana yang tersimpan secara tunai. Dana tersebut, berada di luar rekening-rekening yang telah diblokir PPATK.

"Semoga walaupun nanti beberapa diblokir dan ada yang masih mungkin ada sebagian donasi kan cash ya, kami akan fokus yang bisa kami cairkan saja dulu. Rekening-rekening yang sudah ada di kami atau dana cash yang sudah kami dan bisa dicairkan," kata Ibnu.

Langkah itu diambil karena dana tersebut merupakan hasil pengumpulan yang dilakukan ACT dalam setiap kegiatan. Menurut dia, hasil dana terkumpul merupakan amanah yang harus disalurkan.

"Karena ini amanah, harus kami sampaikan. Kami nggak pingin cacat amanah dalam menyalurkan amanah-amanah dari masyarakat," ujar Ibnu.

Sementara untuk jumlah dana yang telah diblokir PPATK, pihaknya belum mengetahui rinciannya.

"Kami belum cek kepada tim keuangan kami, rekening mana saja yang diblokir pasca pembersihan, rekening mana saja dan berapa banyak yang sudah diblokir," ucap Ibnu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.