Sukses

Komnas HAM Dukung Panglima TNI Andika Bolehkan Keturunan PKI Masuk TNI

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mendukung kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang membolehkan keturunan PKI untuk menjadi calon prajurit TNI.

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mendukung kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang membolehkan keturunan PKI menjadi calon prajurit TNI. Menurutnya, negara harus memberi kesempatan terlepas dari latar belakang SARA maupun keturunan.

"Mendukung sepenuhnya kebijakan Panglima TNI. Negara harus terus bergerak maju dengan memberikan kesetaraan kesempatan kepada semua warga negara yang memenuhi syarat, lepas dari apapun latar belakang agama, suku, orang tua/keturunan maupun latar belakang sosial yang dimiliki," kata Beka kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).

Beka menuturkan, kebijakan seperti ini adalah bagian pemulihan hak dan keluarga korban dari peristiwa 1965-1966 silam. Terutama hak bebas dari stigma PKI dan diskriminasi.

"Sudah saatnya kita bersama menghapus stigma dan diskriminasi yang acap kali membangkitkan trauma dan meminggirkan mereka secara sosial maupun pemerintahan," ucap dia.

Beka mendorong kebijakan seperti itu harus diterapkan di institusi maupun lembaga pemerintahan lain yang masih menerapkan cara-cara lama.

"Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan pembangunan," pungkas komisioner Komnas HAM itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Panglima Jenderal Andika Bolehkan Keturunan PKI Daftar Jadi Prajurit TNI

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menggelar rapat dengan seluruh jajaran panitia pusat penerimaan prajurit TNI tahun anggaran 2022. Rapat yang yang berlangsung beberapa sesi itu berisi paparan mekanisme penerimaan prajurit TNI, mulai dari tes mental, ideologi, psikologi akademik, kesemaptaan jasmani hingga kesehatan.

Dalam pertemuan itu, Andika mempertanyakan uraian bagi rekrutmen anggota TNI. Ia ingin langsung diberikan daftar pembahasan untuk selanjutnya dilakukan perbaikan.

Dalam pembahasan poin nomor empat, Andika bertanya kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto terkait penilaian penerimaan anggota TNI.

"Oke nomor 4 yang mau dinilai apa?" tanya Andika yang dikutip dari YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa, Rabu (30/3/2022).

"Kalau dia ada keturunan dari, apa, Pelaku tahun kejadian 1965 Pak," jawab Kolonel Dwiyanto.

"Itu berarti gagal, apa bentuknya? Apa itu dasar hukumnya? Apa?" tanya Andika lagi.

"Izin, Tap MPRS Nomor 25," jawab Kolonel Dwiyanto.

"Oke sebutkan. Yang dilarang oleh Tap MPRS itu apa," tanyanya lagi.

"Yang dilarang Tap MPRS, satu komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis, maupun organisasi underbow dari komunis tahun 1965," terang Kolonel Dwiyanto.

"Yakin ini?" tanya Andika.

"Siap, yakin!" jawab Kolonel Dwiyanto dengan mantab.

"Coba cari, buka internet sekarang," perintah Andika.

 

3 dari 3 halaman

Hilangkan Aturan

Andika kemudian mengungkapkan tentang isi dari TAP MPRS 25 Tahun 1965 tersebut. Kata dia, isi TAP MPRS tersebut pertama, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. "Tidak ada kata-kata underbow segala macam," ujar dia.

"Dua, menyatakan komunisme marxisme sebagai ajaran terlarang, itu isinya," Andika menambahkan.

Dia menegaskan, TAP MPRS ini menjadi dasar hukum yang legal. Andika menilai yang dilarang dalam aturan tersebut adalah PKI dan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. "Itu yang tertulis," tegasnya.

Sementara mereka yang berasal dari keturunan PKI, Ia menambahkan, tidak terkena TAP MPRS tersebut. Karena tak ada pelanggaran yang dilakukan oleh mereka.

"Keturunan ini pelanggar TAP MPRS apa dasar hukum, apa yang dilanggar sama dia, jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundangan," ujar dia.

"Ingat ini, kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tidak ada lagi keturunan dari apa, tidak. Karena apa, saya menggunakan dasar hukum. Oke. hilang (aturan) nomor 4," ujar Andika.

 

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.