Sukses

KPK Koordinasi dengan Polres Cirebon soal Kasus Pelapor Korupsi Malah Jadi Tersangka

Menurut Nawawi, KPK memliki kewenangan untuk tahu mengapa pelapor dalam kasus dugaan korupsi kepala desa di Cirebon ini malah berbalik menjadi tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memerintahkan Direktur Korsup II KPK untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum Polres Cirebon.

Hal ini dilakukan KPK usai mendengar kasus dugaan korupsi yang terjadi di Desa Citemu, Kabupaten Cirebon yang viral.

Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Nurhayati, perempuan pelapor dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepala Desa Citemu justru dijadikan sebagai tersangka usai diperiksa Polres Cirebon.

"Saya belum bisa bicara banyak mengenai status penetapan tersangka tersebut, tapi saya segera akan meminta Direktur Korsup II KPK untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum berkenaan dengan penanganan perkara tersebut, termasuk soal penetapan tersangka," kata Nawawi saat dikonfirmasi wartawan, Senin (21/2/2022) malam.

Menurut Nawawi, KPK memliki kewenangan untuk tahu mengapa pelapor dalam kasus dugaan korupsi ini malah bisa menjadi tersangka. Hal itu sesuai dengan Pasal 8 huruf (a) UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK.

"KPK akan mencari tahu, karena disebutkan kewenangan KPK untuk mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dam pemberantasan tindak pidana korupsi," jelas Nawawi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjelasan Polres Cirebon

Terpisah, Kapolres Cirebon AKBP Fahri Siregar menjelaskan soal penetapan tersangka Nurhayati. Menurut Fahri, Nurhayati selaku bendahara desa melakukan kesalahan selama 16 kali, yakni memberikan langsung uang kepada kepala desa.

"Seharusnya saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan atau Paur Keuangan seharusnya memberikan uang kepada Kaur atau Kasi pelaksanaan kegiatan anggaran. Akan tetapi uang itu tidak diserahkan ke Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan, namun diserahkan ke kepala desa. Dan kegiatan ini berlangsung selama 16 kali, atau selama 3 tahun dari tahun 2018, 2019, dan 2020," kata Fahri dalam keterangannya, Sabtu 19 Februari 2022.

Fahri menilai, tindakan tersebut dapat merugikan keuangan negara dan tentunya ini melanggar Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo 55 KUHP.

"Kepada saudari Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam karena perbuatan saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan itu termasuk pelanggaran, atau termasuk kategori perbuatan melawan hukum karena perbuatannya tersebut telah memperkaya saudara Supriadi," ucap Fahri.

 

3 dari 3 halaman

Berkas Laporan Nurhayati Dimentahkan Kejaksaan

Fahri juga menambahkan, terlapor yang dilaporkan Nurhayati saat ini berkasnya masih dimentahkan oleh kejaksaan. Diketahui pihak jaksa penuntut umum menilai berkas yang diserahkan polisi masih belum lengkap. Fahri pun meminta penyidiknya untuk melakukan penelusuran kembali kasus ini.

Penyidik yang mencari bukti pendukung dan saksi-saksi lain akhirnya menemukan indikasi keterlibatan Nurhayati dalam dugaan korupsi tersebut. Atas dasar itu tim penyidik menaikkan status Nurhayati dari saksi pelapor menjadi tersangka.

"Kepada saudari Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam karena perbuatan saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan itu termasuk pelanggaran, atau termasuk kategori perbuatan melawan hukum karena perbuatanya tersebut telah memperkaya dari saudara Supriadi," kata Fahri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.