Sukses

3 Pengakuan Pilu Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren di Bandung

Aksi pemerkosaan yang dilakukan Herry tercium pada pertengahan 2021. Saat itu para korban tengah pulang ke rumah masing-masing saat libur Lebaran.

Liputan6.com, Jakarta Herry Wirawan, guru sekaligus pemilik dari Pondok Pesantren Manarul Huda di Bandung, Jawa Barat kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada belasan santriwati yang diduga telah diperkosa oleh terdakwa. 

Sebelumnya diberitakan ada 14 orang santri yang diduga mendapat perlakuan pemerkosaan dari pelaku dalam kurun waktu 5 tahun terakhir hingga 2021. Bahkan dilaporkan ada sembilan bayi yang telah dilahirkan dari hasil perbuatannya.

Aksi Herry kepada para santriwatinya berawal saat salah satu orangtua santri melihat ada perubahan ada tubuh sang putri yang pulang ke rumah saat libur Lebaran. Sang ibu menduga anaknya telah hamil.

Ternyata hal serupa juga dialami anak dari kerabatnya yang menimba ilmu agama di pesantren yang sama. 

"Baru ngobrol sama saudara-saudaranya nya di kampung, ngakulah si anak itu bercerita telah disetubuhi oleh si pelaku itu," kata Yudi saat dihubungi, Liputan6.com, Minggu, 12 Desember 2021.

Usai mengetahui sang putri mengandung, keluarga berencana meminta pertanggungjawaban Herry. Namun, rencana tersebut urung dilakuan lantaran korbannya tak hanya cuma satu orang.

Lantas, seperti apa cerita dari para santriwati yang menjadi korban pelampiasan nafsu pemilik pesantren, Herry Wirawan? 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Mengaku Tak Sendiri

Pengacara dari LBH Serikat Petani Pasundan, Yudi Kurnia menyatakan aksi Herry tercium pada pertengahan 2021.

Awalnya salah satu ibu korban mengaku curiga dengan bentuk tubuh anaknya. Selain itu korban juga tampak murung dan hanya berdiam diri di kamar. 

Si ibu telah mengira anaknya tersebut hamil. Kecurigaan tersebut bertambah saat salah satu kerabat meminta anaknya untuk dibawa ke bidan.

Anak kerabatnya tersebut juga bersekolah di pesantren tempat Herry mengajar. Setelah dibujuk oleh orang tuanya, korban mengaku telah disetubuhi pelaku.

Saat itu, korban langsung dibawa ke bidan untuk dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan tengah mengandung. Keluarga korban pun langsung berdiskusi dan berencana meminta pertanggungjawaban Herry Wirawan.

"Si anak (korban) berbicara kalau bukan saya saja katanya yang diginiin. Itu yang membuat berubah rencana yang tadinya mau minta pertanggungjawaban dinikahi karena ini korbannya bukan satu yang menjadi kebingungan si keluarga," ucap Yudi.

3 dari 4 halaman

2. Keluarga Korban Lain Sempat Tak Percaya

Yudi mengatakan, ada tiga anak di satu kampung dengan korban yang bersekolah di lokasi yang sama. Korban menyebutkan, beberapa di antaranya juga menjadi korban Herry.

Awalnya tiga keluarga tersebut tidak percaya dan menganggap keluarga korban hanya menyebarkan fitnah.

"Akhirnya setelah tidak terima atas informasi itu dia (tiga keluarga sekampung dengan korban) juga mendesak anaknya juga. Anaknya juga mengaku juga (telah jadi korban Herry)," ujar dia.

Setelah mengetahui hal tersebut, orang tua korban berkonsultasi ke LBH Serikat Petani Pasundan (SPP). Berdasarkan kronologis yang diterimanya, Yudi menilai hal tersebut telah mencukupi unsur kejahatan dan pidana.

"Karena kalau minta pertanggungjawaban untuk dinikahi enggak mungkin karena korban banyak. Kalau hanya satu orang masih mungkin bisa, kalau banyak ini sudah kejahatan," jelas dia.

4 dari 4 halaman

3. Hamil Berulang Kali

Aksi bejat terdakwa tak hanya berhenti di situ. Para santriwati di bawah umur yang diduga dicabuli pelaku, dilaporkan ada yang telah hamil berulang kali. 

Bahkan dilaporkan, dari belasan santriwati yang disetubuhi paksa tersangka, telah lahir sejumlah bayi tanpa dinikahi oleh oknum guru ngaji tersebut.

"Yang sudah lahir itu ada delapan bayi. Kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," ucap Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar Dodi Gozali Emil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.