Sukses

HEADLINE: Perayaan HUT ke-76 TNI, Kualitas dan Modernisasi Alutsista Jadi Tantangan?

Di usianya yang ke 76 ini, siapkah TNI hadapi perang hybrid di tengah keterbatasan alutsista?

Liputan6.com, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 76 tahun hari ini, 5 Oktober 2021. Di hari jadinya, TNI memamerkan 112 alat utama sistem persenjataan (alutsista) di sekitar Istana Merdeka, Jakarta.

Beberapa jenis alutsista yang akan ditampilkan, yaitu dua unit kendaraan taktis ringan Sherpa Light Scout, 35 unit kendaraan taktis Anoa, delapan unit Indonesia Light Strike Vehicle (ILSV) Armoured Personel Carrier, dua unit Rantis Bushmaster, 19 unit P6 Atav.

Selanjutnya 24 unit kendaraan Rudal Mistral, dua unit BTR 4, satu unit Aligator, dua unit APC Turangga, lima unit MLRS (RM 70 Vampire dan Tatrapan), dua unit Orlikon Skyshield, empat unit MLRS Astros dan enam unit Armed Caesar 155 MM.

Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut Edys Riyanto mengatakan, alutsista yang dipamerkan tersebut merupakan bentuk perwujudan kekuatan TNI saat ini.

Namun sesungguhnya, seberapa besar kekuatan militer Indonesia saat ini?

Global Firepower Index (GFI) merilis, kekuatan militer Indonesia pada 2021 berada di urutan ke-16 dari 140 negara dengan PowerIndex 0,2697, sementara PowerIndex paling tinggi adalah 0,0000.

Di Asia, TNI berada di bawa militer China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Pakistan.

Untuk mengukur kekuatan militer suatu negara, Global Firepower menggunakan lebih dari 50 faktor yang menentukan skor Power Index ('PwrIndx') dengan kategori mulai dari kekuatan militer, keuangan, kemampuan logistik dan geografi.

Berasarkan situs Global Firepower, TNI memiliki kekuatan 1.080.000 personel, dengan rincian personel aktif sebanyak 400.000, personel cadangan sebanyak 400.000, sementara paramiliter sebanyak 280.000 orang.

Sementara kekuatan alutsista, TNI Angkatan Udara memiliki 458 unit pesawat militer, 41 jet tempur, 38 pesawat serang darat, 15 helikopter tempur, helikopter 188 dan pesawat latih sebanyak 109. Kemudian kekuatan armada transportasi mencakup tipe strategis, taktis sebanyak 64 unit. Lalu pesawat untuk misi khusus sebanyak 17 unit.

TNI Angkatan Darat memiliki 332 tank, kendaraan lapis baja sebanyak 1.430 unit, artileri swagerak sebanyak 153, dan peluncur roket sebanyak 63.

Kemudian, Angkatan Laut memiliki kekuatan yaitu kapal perang sebanyak 282 unit, fregat sebanyak 7, korvet sebanyak 24, kapal selam sebanyak 5, kapal patroli sebanyak 179, kapal penyapu ranjau sebanyak 10 unit.

TNI Sendiri memiliki anggaran pertahanan sebesar US$ 9,2 miliar per tahun.

Sementara untuk pertahanan di dunia maya, Panglima Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, TNI telah memiliki Satuan Siber (Satsiber) TNI yang memiliki tugas pokok melaksanakan langkah-langkah cyber attack baik sebagai bagian dari defense maupun sebagai suatu tindakan respons atas serangan yang terjadi.

Satuan Siber ini dibentuk untuk mengantisipasi perang siber atau cyber war yang telah menjadi mandala perang baru.

Namun hingga berita ini diturunkan, Liputan6.com belum mendapat keterangan baik dari TNI maupun Kementerian Pertahanan tentang seberapa kuat Satuan Siber dan alutsista TNI. Pesan singkat yang dikirimkan Liputan6.com tidak dibalas begitupun sambungan telepon.

Saat ini Kementerian Pertahanan sendiri tengah mengupayakan memodernisasi alutsista. Pada Februari 2021 lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membahas rencana modernisasi alutsista ini bersama Komisi I DPR secara tertutup.

Belakangan, beredar Rancangan Peraturan Presiden Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam).

Pada pasal 7, dana yang dibutuhkan untuk membeli alutsista mencapai USD 124.995.000.000. Jika dirupiahkan, maka dana yang dibutuhkan mencapai Rp 1.788 triliun dengan kurs 14.300 per dolar AS. Meski disebutkan bahwa angka itu masih bersifat rencana.

"Sudah saatnya memang mendesak harus diganti. Kebutuhan-kebutuhan sangat penting dan kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang dengan sangat pesat," jelas Prabowo.

Meski demikian, Ketua Umum Partai Gerindra itu tak menjelaskan apakah angkanya masih berada disekitar Rp 1,700 triliun atau bisa berubah.

"Ini sedang digodok, sedang direncanakan," tutur Prabowo.

 

 

Siapkan Konsep MDO

Penasehat Kepala Staf Presiden (KSP) yang juga Analisis Utama Politik Keamanan Lab 45, Andi Widjajanto mengatakan, saat ini pemerintah tengah memodernisasi alutsista dengan mengikuti rencana strategis pembangunan Kekuatan Pertahanan 2024.

Andi mengatakan, Renstra 2024 ini diharapkan akan meningkatkan kesiapan operasional dan tempur TNI terutama untuk beberapa jenis alutsista yaitu tank, kendaraan angkut tempur infanteri, kapal permukaan, kapal selam, pesawat tempur, pesawat tanpa awak, pesawat angkut, dan rudal pertahanan udara.

"Modernisasi ini belum cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan pertahanan Indonesia yang mampu berperan sebagai kekuatan pengimbang di Asia Timur," ujar Andi kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (4/10/2021).

Modernisasi pertahanan ini, kata dia, harus kita teruskan sehingga TNI dapat bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan Indonesia yang mampu berperan di lingkungan strategis regional dan global. Namun, transformasi pertahanan ini akan menghadapi beberapa tantangan utama, seperti friksi relasi negara besar AS dan China, pelemahan ekonomi global, perkembangan teknologi militer baru, dan kemunculan ancaman-ancaman hibrida.

"Tujuan utama transformasi pertahanan adalah memastikan Indonesia memiliki program pembangunan dan investasi pertahanan jangka panjang hingga tahun 2045 yang akan meningkatkan ketahanan strategis Indonesia," ujar Andi.

Sementara untuk pertahanan siber, kata Andi, pemerintah sedang mempersiapkan konsep baru yang disebut Multi Domain Operations, yaitu militer yang bisa melakukan operasi lintas ruang, baik darat, laut, udara, maupun siber.

"Sedang dikaji untuk mengoperasionalkan MDO," tandas Andi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Siapkah Hadapi Perang Hybrid?

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai alutsista TNI saat ini belum mencapai Minimum Essential Force (MEF) atau Kekuatan Pokok Minimum. Sehingga tak heran kekuatan militer Indonesia saat ini ada di peringkat 16 dunia. 

Khairul mengatakan, lebih dari 50 persen alutsista TNI sudah cukup tua dan teknologinya jauh tertinggal.

"Perlu moderensiasi TNI secara umum, juga perkembangan atau progres moderinisasi di tiap matra artinya jangan sampai timpang. Misal angkatan darat sudah 80 persen alutsista dalam kondisi baik sementara angkatan laut baru sekitar 60 persen. Angkatan udara misal belum sampai 50 persen, itu kan timpang justru akan nggak bagus buat sektor pertahanan kita," kata Khairul kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (4/10/2021).

Selain alutsista, kata Khairul, moral dan kompetensi prajurit juga harus ditingkatkan. Moral artinya terkait kedisplinan, kepatuhan, sementara kompetensi terkait pemahaman dan kemampuan menjalankan tugas dan fungsinya.

"Dia misalnya termasuk bagian yang menggunakan tank tentu saja harus sangat qualified di situ jangan asal-asalan itu yang saya kira kompetensi pengembangan, spesialisasi menjadi hal penting selain peremajaan alutsista," kata dia.

Dia berharap di HUT ke-76 TNI ini, militer Indonesia mendapat hadiah berupa moderenisasi alutsista.

Selain alutsista berupa persenjataan, Khairul juga menyoroti pertahanan siber yang belum ideal. "Bahkan saya kira masih banyak yang harus disiapkan untuk mencapai kemampuan pertahanan siber yang baik," ujar Khairul.

Apalagi di masa depan, dimungkinkan adanya perang kombinasi antara siber dan konvensional.

"Perang hybrid itu yang harus diantisipasi, masih banyak (yang harus diperkuat) bukan hanya alutsista yang diperkuat," kata dia.

Sehingga dia berharap segera ada pembahasan untuk menciptakan pertahanan siber yang mumpuni.

"Karena menyangkut aspek hybrida sehingga ini harus bersama-sama menyiapkan nggak bisa sendiri-sendiri," tandas Khairul.

Sementara Pengamat Pertahanan Keamanan dan Intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menilai modernisasi alutsista merupakan keniscayaan. Dia berharap biaya pembangunan kekuatan pertahanan tidak nilai sebagai biaya yang harus dikeluarkan, namun justru investasi yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia.

"Pengembangan Alutsista sesuai dengan MEF adalah investasi untuk keutuhan NKRI dan menjamin keberlangsungan pembangunan nasional," kata Susaningtyas kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (4/10/2021).

Sebab, kata dia, tanpa alutsista yang handal, maka pembangunan nasional dapat terganggu bahkan terhambat.

"Sudah saatnya pemerintah memberikan alokasi anggaran pertahanan dengan skema prosentase PDB. Dibandingkan dengan beberapa negara, maka nilai yang moderat sekitar 1,8 sampai 2 persen dari PDB," tandas Susaningtyas.

3 dari 3 halaman

Terbentur Kondisi Ekonomi Akibat Pandemi

Anggota Komisi I Dave Laksono juga menilai masih banyak alutsista yang harus diperbarui. Sehingga kita bisa mengantisipasi segala macam potensi ancaman baik dari dekat maupun jauh. 

"Melihat kondisi alutsista saat ini sudah banyak yang dimodernisasi, perbaharui atau upgrade sistemnya. Tapi secara keseluruhan masih banyak peralatan yang perlu diperbaiki khususnya alutsista peralatan tempur utama seperti pesawat terbang, ada juga kapal laut, jumlahnya mesti ditambah ada juga yang musti upgrade sehingga mampu kita menangkis segala macam ancaman," kata Dave kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (4/10/2021).

Meski banyak yang harus dimodernisasi, kata Dave, namun kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih belum mampu memperbarui sistem pertahanan. Mengingat banyak anggaran yang terserap selama pandemi Covid-19.

"Memang kondisi perekonomian Indonesia masih belum bisa untuk investasikan di peralatan lebih daripada sekarang, tapi ini bukan jadi patokan. Kita harus berpikir kreatif menggunakan seluruh sumber daya yang kita miliki untuk saling menutupi kekurangan," kata dia.

Dave juga berharap masing-masing matra bisa membentuk cyber army untuk menghadapi perang siber di masa yang akan datang. Untuk memenuhi kebutuhan ini, tentu harus menambah jumlah SDM dan sistem yang mendukung pertahanan siber.

"Investasi dari TNI harus ditingkatkan dan kembali lagi itu kaitan dengan kemampuan ekonomi, seberapa jauh negara bisa dan mau investasi di hal tersebut," ujarnya.

Dia berharap, di tengah terbatasnya alutsista, TNI terus melakukan reformasi transformasi internal, selalu meningkatkan moralitas dan kemampuan tempur prajurit serta bisa menjaga seluruh wilayah kedaulatan.

Sementara Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi mengatakan, alutsista TNI sudah ketinggalan 10 tahun karena tidak dimodernisasi sejak 1998. Saat ini, kata dia, banyak pesawat tempur kapal selam yang tak terpakai lantaran sudah lewat masanya. Sementara kapal selam sampai hari ini masih digunakan meski sudah lama.

"1 skuadron tidak terpakai, kapal selam juga seharusnya kita harus perbarui tapi masih dipakai," kata Bobby kepada Liputan6.com di Jakarta. 

Seharusnya, kata Bobby, alutsista TNI sudah harus diperbarui sejak 1998 namun saat itu terjadi krisis ekonomi sehingga pemerintah lebih mengutamakan menyelamatkan perekonomian.

"Negara mengutamakan pembangunan, dan demokrasi yang perlu uang banyal. Sehingga 10 tahun modernisasi TNI terhambat," ujar dia.

Bobby mengatakan, satu-satunya hambatan untuk memperbarui alutsista adalah dana. Untuk memodernisasi seluruh alutsista, kata Bobby, pemerintah membutuhkan setidaknya Rp 1.000 triliun. Uang sebesar itu, kata dia, digunakan untuk merevitalisasi alutsista dan kesejahteraan SDM karena harus sesuai dengan keterampilan, kemampuan dan mobilitas.

"Kita butuh sangat besar, amannya 1,5 perse PDB atau sekitar Rp 1.000 triliun. Sekitar Rp. 300 triliun pertahun idealnya. Tapi kita tidak punya uang sebanyak itu," kata dia.

Ditambah lagi, saat ini pemerintah harus menyeimbangkan kebutuhan pertahanan dan capaian target ekonomi di tengah perlambatan pertumbuhan akibat Covid-19.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.