Sukses

HEADLINE: Puncak Kasus Covid-19 di Indonesia Diperkirakan Juli 2021, Antisipasinya?

Presiden Joko Widodo atau Jokowi bahkan meminta masyarakat untuk tetap berada di rumah apabila tak ada kebutuhan yang mendesak.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan penambahan 15.308 kasus Covid-19 terhitung Rabu 23 Juni 2021, Indonesia kini mencatat total 2.033.421 kasus. Sementara jumlah kematian akibat Covid-19 di Indonesia adalah 55.594. Sebuah angka yang cukup besar, meski bukan yang tertinggi.

Angka tersebut membuat Indonesia berada di posisi ke-18 di dunia dan keempat di Asia. Ketika Indonesia melaporkan total ada dua juta kasus lebih, hal itu menjadi sorotan dan perhatian internasional.

Tak heran kalau Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta masyarakat untuk tetap berada di rumah apabila tak ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini.

"Saya minta satu hal yang sederhana ini. Tinggalah di rumah jika tidak ada kebutuhan yang mendesak," kata Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (23/6/2021).

Jokowi menyebut semua masyarakat harus berkontribusi untuk menekan penyebaran virus corona di Indonesia. Salah satu caranya, dengan mematuhi disiplin protokol kesehatan dan tetap di rumah apabila tidak memiliki keperluan mendesak.

"Hanya dengan langkah bersama kita bisa menghentikan wabah ini. Semua orang harus berperan serta, semua warga harus ikut berkontribusi, tanpa kesatuan itu kita takkan mampu menghentikan penyebaran Covid-19," jelas Jokowi.

Imbauan tersebut wajar adanya, apalagi saat ini Indonesia diprediksi sedang menuju puncak penyebaran Covid-19, pada awal Juli 2021, jika tak bisa membendung peningkatan kasus harian seperti sekarang. Lantas, sudah siapkah kita dengan langkah antisipasinya?

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra melihat langkah yang akan dilakukan pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya akan menghadapi jalan terjal. Sebab, dia melihat pandemi akan terus meningkat, bahkan hingga September mendatang.

"Varian baru ini sudah mulai merebak dan ini menjadi sebuah bom waktu, sebab kita belum memiliki kebijakan pengendalian Covid-19 yang optimal. Jadi kita memang lebih ke penundaan, relaksasi, rem dan gas, padahal itu tidak memutus mata rantai, hanya menunda dan melandaikan keadaan," ujar Hermawan kepada Liputan6.com, Rabu (23/6/2021).

Dia mengatakan, kasus yang ada di Indonesia saat ini sudah luar biasa. Di seluruh Pulau Jawa rumah sakit penuh, keluarga-keluarga sudah terpapar, sehingga bisa disimpulkan kasus yang ada saat ini jauh lebih besar dari yang terdeteksi dan dilaporkan.

"Jadi kalau ada kasus positif aktif dilaporkan sekarang, mungkin 150 ribu itu baru 1/3 dari real case di lapangan. Ini terus terjadi karena kita tak memiliki kebijakan kuat, tapi di satu sisi perilaku masyarakat abai, tidak taat prokes," tegas Hermawan.

Sementara, terkait dengan langkah pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (​PPKM) skala mikro, dia melihat hal itu tak akan efektif. Alasannya, PPKM mikro itu sifatnya parsial dan terbatas lokusnya, sehingga tidak efektif untuk menahan laju penyebaran.

"Jadi usulnya lockdown regional Pulau Jawa, jadi bertahap. Setelah Jawa, Kalimantan misalnya, kemudian Sumatera sesuai dengan perkembangan. Itu satu-satunya opsi yang logis saat ini," ujar Hermawan lagi.

Dia mengatakan, lockdown memang bukan jadi kewenangan pemda, berbeda dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berdasarkan PP Nomor 21 berdasar usul atau inisiatif daerah.

"Karena itu lockdown regional harus dari pemerintah pusat, apalagi untuk wilayah di Pulau Jawa. Jadi untuk melakukan standarisasi kebijakan sekaligus menghindari subjektivitas penegakan disiplin dan aturan, kebijakan harus terpusat," tegas Hermawan.

Dia memaklumi akan banyak kerugian yang dialami dengan menerapkan lockdown. Namun, kalau masalah ini tak ditangani dengan benar, kerugian yang jauh lebih besar sudah menanti.

"Kita sudah lebih dari 15 bulan, berapa kerugian negara dan masyarakat? Kalau pemerintah pusat takut karena anggaran kurang, sampai kapan? Tahun depan lagi? Sementara, negara-negara di dunia yang sudah mampu mengendalikan Covid-19 dan melakukan relaksasi semua melakukan lockdown," beber Hermawan.

Dengan semua argumen itu, menurut dia langkah untuk melakukan lockdown tak bisa disanggah. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan pemulihan yang mereka lakukan berjalan cepat.

"Dulu Eropa kita lihat babak belur, Italia, Spanyol dan Inggris juga. Tapi sekarang mereka bisa menggelar Piala Eropa. Itu karena mereka ketat dari awal. Kesehatan itu memang mahal, tapi jauh lebih mahal kalau kita jatuh sakit dan membiarkan masyarakat kita sakit," tegas Hermawan.

 

Infografis Bersiap Hadapi Puncak Kasus Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Ditambah lagi dengan target vaksinasi satu juta orang per hari, yang menurut dia akan sangat sulit untuk dicapai jika melihat pengalaman selama ini.

"Target itu imposible dan tidak mungkin. Kita lihat situasi yang fair, sudah 5 bulan sejak kedatangan vaksin, vaccination rate kita nggak bisa sampai 500 ribu per hari, padahal April-Mei ditargetkan satu juta per hari seluruh Indonesia," jelas Hermawan.

Karena itu, lanjut dia, akan sangat tidak adil pula kalau program vaksinasi yang besar hanya ditargetkan untuk wilayah Ibu Kota. Itu akan sangat melukai rasa keadilan, karena vaksin sebagai upaya penyehatan masyarakat harus merata dan bisa diakes siapa saja.

"Kalau tidak, tentu herd immunity nasional tidak akan terwujud. Jadi tidak bisa hanya bicara di DKI dengan waktu yang mepet ini mampu melakukan vaksinasi sebamyak itu. Karena selama ini tidak terbukti, jadi fair saja dengan keadaan, bahwa vaksin bisa menjadi harapan itu benar, tapi belum bisa menjadi solusi dalam jangka pendek ini," Hermawan menandaskan.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya menyesalkan terjadinya peningkatan pasien Covid-19 yang sangat signifikan saat ini. Apalagi penyebab peningkatan itu bisa diketahui.

"Jelas mobilitas sebagai akibat arus mudik dan arus balik kemarin. Begitu juga dengan kerumumann di tempat wisata serta prokes yang kendor dari masyarakat," jelas Nadia kepada Liputan6.com, Rabu (23/6/2021).

Wanita berjilbab yang juga menjabat Juru Bicara Vaksin Kemenkes ini mengatakan, untuk mengendalikan kasus Covid-19 yang sudah terlanjur tinggi itu bisa dengan cara melakukan intervensi dari hulu.

"Jadi dalam kaitan penerapan PPKM mikro, pembatasan masyarakat betul-betul diterapkan sampai dengan 75-100 persen aktivitas masyarakat akan dikurangi. Misalnya WFO bisa masyk hanya 0-25%, bahkan bisa menerapkan 100% WFH pada kantor yang tidak langsung memberikan pelayanna terhadap publik," ujar Nadia.

Demikian pula, lanjut dia, dengan jam operasional restoran, pusat perbelanjaan dan pasar yang jamnya dibatasi. Restoran maksimal 25% dan lebih banyak take away, selain itu penerapan prokes harus dilakukan juga, seperti pakai masker dan jaga jarak.

"Juga penguatan untuk testing dan tracing untuk deteksi dini dan memisahkan kasus yang sakit untuk ditangani segera. Dan terakhir di hilir dengan menyiapkan layanan kesehatan serta memastikan obat dan sarana lainnya mencukupi. Termasuk menambah kapasitas tempat tidur dan menjadikan rumah sakit dengan layanan khusus Covid-19 sementara waktu," Nadia memungkasi.

Langkah itu diamini Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria. Dia mengatakan, sampai dengan Rabu (23/6/2021) pagi, bed occupancy rate di rumah-rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta masih mencapai angka 90%. Riza menambahkan, hal itu diperparah dengan ketersediaan ruang ICU yang juga mencapai 80%.

"Dengan data tersebut, Pemprov DKI dan pemerintah pusat rapat dengan Pak Menkes. Kita ingin meningkatkan jumlah rumah sakit rujukan Covid-19 yang sebelumnya 106 menjadi 140 unit," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/6/2021).

Dia melanjutkan, peningkatkan kapasitas ruang dan meningkatkan jumlah ketersediaan tempat tidur melalui penambahan unit rumah sakit rujukan akan dilakukan dari rumah sakit vertikal, rumah sakit swasta, rumah sakit BUMN, dan rumah sakit pemerintah pusat.

"Pak Menkes membantu agar rumah sakit di Jakarta dan Botabek juga akan diubah menjadi rumah sakit rujukan yang tersedia tempat tidurnya dan presentasenya akan ditingkatkan," jelas Riza.

Selain menambah unit rumah sakit rujukan, Riza mengungkap, Pemprov DKI juga tengah menyiapkan ruang-ruang isolasi mandiri, seperti di Wisma Graha Taman Mini, Rusun Nagrak dan gelanggang olah raga.

"Kami siapkan 9.084 tempat tidur yang kami siapkan untuk isolasi mandiri. Bahkan, ke depan Wisma Atlet yang dipakai untuk pasien Covid-19, sedang atau tempat tak bergejala kita usulkan dijadikan rumah sakit darurat," Riza menandasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Vaksinasi Dikebut, Ranjang Ditambah

Terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah serta di Ibu Kota, membuat pemerintah menetapkan sejumlah kebijakan yang bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran. Kebijakan itu antara lain dengan membatasi mobilitas dan interaksi masyarakat, khususnya di daerah-daerah dengan tingkat penularannya tinggi (zona merah).

Sejumlah langkah tegas yang diambil pemerintah itu salah satunya dengan kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala Mikro. PPKM Mikro akan diperpanjang selama 2 minggu, mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021 dengan membatasi pergerakan masyarakat sebanyak 75-100%, disesuaikan dengan kegiatan dan zona merah penularan Covid-19.

"Kita harus menangani sisi hulu dengan baik agar bisa mengurangi tekanan di sisi hilirnya. Di sisi hulu, kita harus membatasi mobilisasi masyarakat melalui penerapan PPKM Mikro guna mengurangi penyebaran virus dan juga mempercepat pelaksanaan vaksinasi. Di hilir, kita akan fokus pada peningkatan pelayanan kesehatan," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seperti dikutip Liputan6.com dari laman Kementerian Kesehatan, www.kemkes.go.id, Rabu (23/6/2021).

Di sisi hilir, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelum libur Idul Fitri tahun ini, telah melakukan langkah-langkah sebagai antisipasi terjadinya lonjakan kasus merujuk pada pengalaman sebelumnya.

Langkah-langkah tersebut di antaranya memberikan instruksi kepada rumah sakit di seluruh Indonesia untuk menambah jumlah tempat tidur dan ruang isolasi, menambah obat-obatan yang diperlukan serta peralatan seperti APD, dan juga menambah tenaga kesehatan.

Hingga Selasa (22/6/2021), jumlah total keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 secara nasional ada di angka 57 ribu. Kemenkes kemudian menginstruksikan tempat tidur perawatan khusus Covid-19 untuk ditingkatkan dari 75 ribu menjadi 83 ribu.

Dengan asumsi seluruh rumah sakit di Indonesia memberikan 30% kapasitas ruangan untuk merawat pasien Covid-19, kapasitas tempat tidur isolasi untuk pasien Covid-19 masih bisa ditingkatkan hingga mencapai 130 ribu tempat tidur.

Untuk mengantisipasi kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit, Kemenkes bekerja sama dengan IDI dan PPNI terus mengirim bantuan tenaga kesehatan yang memang dibutuhkan, termasuk dokter pasca internship, peserta program Pendidikan Dokter Spesialis, peserta program Nusantara Sehat, lulusan Poltekkes Kemenkes, serta merekrut kembali relawan yg telah habis masa tugas.

Terkait kecepatan penyuntikan vaksin, Kementerian Kesehatan didukung oleh TNI, Polri, dan Pemerintah Daerah akan meningkatkan kecepatan penyuntikan menjadi 700 ribu/hari di bulan ini dan 1 juta/hari mulai bulan depan seiring dengan relaksasi batasan kriteria dan usia penerima vaksin diatas 18 tahun.

Setelah memprioritaskan vaksinasi Tahap 1 untuk tenaga kesehatan di bulan Januari hingga Februari, lalu Tahap 2 untuk penerima lanjut usia dan pekerja publik di bulan Maret hingga Juni, pemerintah akan membuka Tahap 3 untuk seluruh masyarakat Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas.

Seiring dengan pembukaan Tahap 3, cakupan dan kecepatan vaksinasi akan dapat ditingkatkan menjadi rata-rata 1 juta/hari. Pemerintah menargetkan vaksinasi untuk 181 juta penduduk untuk mencapai kekebalan kelompok. Saat ini lebih dari 23 juta penduduk atau 12.8% dari target, sudah mendapatkan vaksinasi pertama.

Saat ini masyarakat umum dengan usia 18 tahun ke atas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah dapat divaksinasi lebih awal dari jadwal Juli.

Menkes kembali mengingatkan masyarakat meskipun telah divaksinasi COVID-19 secara lengkap, kemungkinan untuk terpapar virus masih ada. ''Bisa dilihat dari tenaga kesehatan yang tingkat vaksinasinya tinggi dan sudah lengkap, masih ada yang tertular. Tapi hampir semua yang terpapar tanpa gejala dan tingkat kesembuhannya juga sangat baik,'' ujar Menkes.

Langkah lain yang tak kalah penting adalah menggelar vaksinasi dengan lebih masif untuk seluruh penduduk. Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah akan mempercepat dan meningkatkan jumlah vaksinasi Covid-19 menjadi 1 juta suntikan per hari.

"Di sisi hulu, kita juga mempercepat pelaksanaan vaksinasi. Di hilir, kita akan fokus pada peningkatan pelayanan kesehatan," ujar Budi Gunadi dikutip Liputan6.com dari siaran persnya di laman Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Rabu (23/6/2021).

Menurut dia, Kemenkes bekerja sama dengan TNI, Polri, dan pemerintah daerah mendukung program percepatan vaksinasi. Adapun target 1 juta penyuntikan vaksin Covid-19 per hari akan dimulai pada awal Juli 2021, seiring dibukanya vaksinasi tahap ketiga.

"Seiring dengan pembukaan tahap 3, cakupan dan kecepatan vaksinasi akan dapat ditingkatkan menjadi rata-rata 1 juta per hari," jelasnya.

Budi mengatakan, vaksinasi tahap ketiga dibuka untuk seluruh masyarakat Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas. Saat ini, kata dia, masyarakat umum dengan usia 18 tahun ke atas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah dapat divaksinasi lebih awal dari jadwal Juli.

Dia mengingatkan masyarakat untuk terus disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sebab, masyarakat masih mungkin terpapar virus corona meski sudah divaksin dua dosis.

"Bisa dilihat dari tenaga kesehatan yang tingkat vaksinasinya tinggi dan sudah lengkap, masih ada yang tertular. Tapi hampir semua yang terpapar tanpa gejala dan tingkat kesembuhannya juga sangat baik," ujar Budi Gunadi.

Terakhir, Menkes tetap berpesan bahwa masyarakat harus terus disiplin mematuhi protokol 3M, yaitu Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan. Selain mobilitas yang tinggi, lonjakan kasus pasca Lebaran tahun ini yang melebihi kenaikan kasus pasca liburan Lebaran dan Natal serta Tahun Baru 2020 juga dipicu oleh adanya varian baru Covid-19 yang telah masuk ke Indonesia.

"Varian ini memang lebih cepat menular, tetapi cara menurunkan laju penularannya sama yakni dengan tidak lelah, tidak bosan, dan tidak abai dengan protokol 3M. Saya mengimbau kepada masyarakat masih ada momentum libur-libur lain kedepannya, tolong untuk tinggal di rumah saja agar kita bisa melindungi keluarga, tetangga, dan orang terdekat dari penularan Covid-19 ini," tutup Menkes.

3 dari 3 halaman

Rumah Sakit Penuh, Tenda Berdiri

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan puncak peningkatan kasus Covid-19 pasca-libur Lebaran akan terjadi pada awal Juli 2021.

"Kita memprediksi peningkatan kasus atau akan sampai dengan 5 sampai 7 minggu ke depan. Artinya, sampai akhir Juni, dan awal Juli itu kita akan mendapatkan puncak kasus," ujar Nadia di Jakarta, Kamis 17 Jui 2021.

Jelang Juli 2021, prediksi itu mulai mendekati kenyataan. Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di DKI Jakarta, misalnya terus melonjak. Imbasnya, keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat hampir penuh.

Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet Letkol M Arifin melaporkan, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di RSD Wisma Atlet terus meningkat dalam delapan hari terakhir.

"Kita sudah delapan hari terakhir memang kita monitor, di UGD setiap hari memang masih tinggi pasien yang masuk," ujar Arifin, Selasa (22/6/2021).

Dia menjelaskan, setiap harinya rata-rata 600 pasien baru datang ke RSD Wisma Atlet Kemayoran. Bahkan, Senin malam 21 Juni 2021, RSD Wisma Atlet menerima 852 pasien baru.

Menurut Arifin, angka itu menjadi yang tertinggi bila diakumulasikan sejak RSD Wisma Atlet resmi didirikan untuk menampung pasien positif Covid-19.

"Ini termasuk tertinggi sampai hari ini. Kemarin juga 4 hari lalu juga sempat gabungan dengan tower 8, 1x24 jam memang hampir 1.099 pasien baru tapi gabungan dengan tower 8 setelah kita pecah," ujar dia.

Dengan demikian, keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) sudah 86 persen. Arifin sangat berharap, pasien-pasien yang telah dirawat di RSD Wisma Atlet bisa segera sembuh agar tidak lagi terjadi penumpukan.

"Sebentar lagi 90 persen kalau pasien nanti banyak tidak keluar. Seumpama masuk juga tetap tinggi, nanti bisa 90 persen. Jadi kalau sehari bisa masuk 852 terus kemudian pasien yang keluar tidak banyak, ya bisa ini sudah lampu kuning menjelang merah," ujar Arifin.

Tak hanya di Jakarta, situasi di daerah penyangga juga kalah memprihatinkan. Di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, misalnya mendirikan dua tenda darurat untuk menampung pasien Covid-19 yang terus berdatangan. Hal ini disebabkan ruang perawatan di rumah sakit berpelat merah itu sudah dipenuhi pasien Covid-19 sejak beberapa hari lalu.

"Iya terjadi penumpukan lonjakan pengunjung pasien karena Covid-19. Supaya pelayanan tetap berjalan dan bisa menampung lebih banyak, kita buat tenda triase di depan IGD," kata Direktur Utama RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kusnanto, Rabu (23/6/2021).

Menurutnya, pemasangan tenda untuk memberikan kenyamanan pada pasien yang sebelumnya memenuhi ruang IGD. Mereka dialihkan ke tenda agar tidak terjadi penumpukan.

"Kalau di tenda, ventilasi udaranya kan juga bagus," ujar Kusnanto.

Selain itu, kata dia, tenda juga diperuntukkan bagi para pasien covid-19 yang masih menunggu hasil pemeriksaan tes PCR.

"Tenda ini untuk triase atau semacam screening pasien yang datang ke rumah sakit," jelasnya.

Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Kabupaten Bogor, yang terpaksa mendirikan tenda darurat untuk menampung pasien suspek Covid-19.

Tenda darurat didirikan mengingat tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit milik pemerintah itu terisi penuh akibat lonjakan pasien Covid-19.

"IGD penuh karena terjadi lonjakan. Agar pelayanan tetap berjalan, jadi kita dirikan tenda," kata Direktur Utama (Dirut) RSUD Cibinong, Wahyu Eko Widiharso, Rabu (23/6/2021).

Terdapat dua tenda yang didirikan di depan IGD RSUD Cibinong. Satu tenda dapat menampung 12 pasien, dan satu tenda lainnya hanya menampung tiga sampai empat pasien.

Ia menambahkan, tenda darurat yang dipinjam dari kepolisian dan dilengkapi tempat tidur untuk melakukan pemeriksaan awal saat pasien baru masuk ke rumah sakit.

"Di tenda ini tempat untuk menskrining pasien suspek sambil menunggu ruangan IGD kosong," ujarnya.

Wahyu mengatakan membludaknya pasien suspek di RSUD Cibinong mulai terjadi sejak tiga hari lalu. Melonjaknya kasus tersebut membuat ruangan IGD terus terisi penuh oleh pasien. Bahkan, stok alat penunjang medis seperti tabung oksigen juga sudah mulai menipis.

Tak hanya IGD, sebanyak 220 tempat tidur di ruang perawatan maupun ICU RSUD Cibinong saat ini terisi penuh oleh pasien positif Covid-19.

"220 tempat tidur perawatan pasien Covid-19 sudah terpakai semua karena kasus nambah terus," kata dia.

Kondisi ini membuat tenaga kesehatan mulai kewalahan menangani lonjakan pasien. Situasi ini juga menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakpastian, karena tak jarang pasien harus menunggu berjam-jam dan istirahat di tenda tersebut.

"Pasien umum dengan suspek atau yang sudah dinyatakan positif (Covid-19) kita pisahkan. Tenaga baru (nakes) juga akan ditambah jumlahnya supaya pasien terlayani dengan baik," ujarnya

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Mike Kaltarina mengatakan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor telah mencapai 88,24 persen.

"Hari Selasa kemarin keterisiannya sudah mencapai 88,24 persen, artinya melewati batas aman WHO yakni 60 persen," kata Mike.

Demikian pula ruang rawat inap untuk pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Tangerang, Banten, yang saat ini sudah terisi penuh atau melebihi kapasitas (overload), bahkan ruang rawat intensive care unit (ICU) mencapai 93 persen.

Kepala Instalasi Hukum Publikasi dan Informasi (HPI) RSUD Kabupaten Tangerang, Hilwani mengatakan dari kapasitas 120 ruang inap pasien Covid-19 hingga kini sudah terisi penuh tidak tersisa.

"Untuk total ruang inap khusus pasien Covid-19 dan ICU ada 120, dengan kondisi sudah terisi semua," kata dia di Tangerang, Rabu (23/6/2021) seperti dikutip dari Antara.

Menurut Hilwani, terjadinya kelebihan kapasitas pada ruangan inap dan ICU pasien Covid-19 tersebut disebabkan terjadinya peningkatan kasus pada beberapa pekan terakhir dan juga banyaknya fasilitas kesehatan (faskes) lain yang mengirimkan pasiennya ke RSUD Kabupaten Tangerang sebagai rujukan.

"Memang pada pekan terakhir ini, di wilayah kita kasus Covid-19 meningkat drastis, bahkan pasien yang menunggu di IGD sudah ada 26 orang untuk dirawat," ujar dia.

Dengan kondisi dan situasi tersebut pihaknya harus berupaya menerapkan sistem seleksi bagi pasien khusus Covid-19. Di mana yang bisa masuk atau dirawat di rumah sakit hanya pasien dengan gejala berat saja.

"Selain sistem seleksi, kita saat ini sudah melakukan penambahan ruang transit atau cadangan dengan membangun tenda darurat khusus pasien Covid-19," kata Hilwani.

Kemudian, banyak juga tenaga kesehatan (nakes) di wilayah Kabupaten Tangerang khususnya di RSUD rujukan, terjangkit virus Corona. Sehingga menyebabkan kekurangan sember daya manusia pada bidang kesehatan.

"Bahkan kasus peningkatan ini berdampak pada nakes kita yang terpapar, yang menyebabkan terjadinya pengurangan," ungkapnya.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang per 22 Juni 2021, angka kasus positif Covid-19 saat ini sudah mencapai 11.928 orang, kemudian pasien sembuh 11.091 orang, pasien yang menjalani perawatan 145 orang, pasien isolasi 422 orang, dan jumlah kasus pasien meninggal 264 orang.

Kondisi lebih parah bahkan terjadi di Kota Depok. Juru Bicara Tim Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana mengatakan, ketersediaan ranjang perawatan bagi pasien yang terpapar virus Corona atau bed occupancy rate (BOR) di ruang ICU rumah sakit di Kota Belimbing itu sudah mencapai 100 persen atau telah penuh.

"Kami sampaikan bahwa BOR ICU rumah sakit di kota Depok telah penuh atau keterisiannya mencapai 100 persen," kata dia, Selasa (22/6/2021).

Sementara, ketersediaan ranjang bagi isolasi di rumah sakit Depok sudah mencapai 88 persen tingkat keterisiannya. Karena itu, Dadang berharap perlu ada penambahkan ruangan bagi para pasien Covid-19.

"BOR isolasi sudah mencapai 88 persen. Sehingga perlu penambahan ruangan," ungkap dia.

Dadang menyampaikan, untuk memenuhi atau meningkatkan kapasitas ketersediaan ruang isolasi Covid-19, RSUD Kota Depok akan dilakukan penambahan sebanyak 50 tempat tidur.

Selain itu, lanjut dia, sejumlah rumah sakit di Depok juga akan menambah ketersediaan tempat tidur di ruang ICU dan isolasinya.

"RS UI akan menambah ruang ICU sebanyak 17 tempat tidur dan isolasi sebanyak 51 tempat tidur dan RS Bunda lebih kurang 30 tempat tidur," kata Dadang.

Dengan kondisi tersebut, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada puncaknya di bulan Juli mendatang. Jika tak diantisipasi dengan segera, bukan tak Indonesia akan menjadi India berikutnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.