Sukses

Kesaksian Kepsek SMPN 1 Beoga Papua yang Selamat dari Penembakan KKB

KKB pimpinan Sabinus Waker menembak dua guru dan membakar sejumlah sekolah di Kabupaten Puncak, Papua.

Liputan6.com, Jakarta - Dua orang guru di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua menjadi korban penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Sabinus Waker. Penembakan terhadap Oktavianus Rayo (40) terjadi pada Kamis (8/4/2021) dan Yonatan Renden (28) pada Jumat (9/4/2021).

Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Beoga, Kabupaten Puncak, Papua Junaedi Arung Sulele menjadi saksi dalam kejadian penembakan yang terjadi pada Jumat sekitar pukul 15.00 WIT itu.

"Sebelum ada kejadian, hingga kami semua turun, situasi sudah kembali kondusif sehingga kami memutuskan untuk kembali ke Beoga," kata Junaedi kepada wartawan, Sabtu (10/4/2021).

"Puji Tuhan saya masih lolos, saat penembakan saya tidak lihat orang. Ketika bunyi tembakan saya lari ke arah kanan, saudara Yonatan Renden ke kiri, korban sudah kena 2 kali tembakan di dada tapi masih sempat lari kemudian rubuh," sambungnya.

Namun, untuk pennembakan pertama yang menimpa Oktavianus pada Kamis atau sehari sebelumnya, Junaedi mengaku sedang tidak berada di lokasi kejadian.

"Kalau korban pertama, saya tidak di TKP, lokasi saya jauh dari situ. Lokasi korban pertama itu di SMPN 1 Beoga, korban itu guru SD Klemabeth, tetapi karena istrinya mengajar di SMP, mereka tinggal di perumahan guru SMPN 1 Beoga. Saat penembakan korban pertama saudara Oktovianus Rayo dia dikepung KKB," tuturnya.

"Informasi yang saya terima yang dibakar adalah perumahan guru dan 1 gedung sekolah SMA," tambahnya.

Kedua Korban Guru Kontrak

Ia menyebut, kedua korban penembakan tersebut merupakan guru kontrak bersama dengan 11 pengajar kontrak lainnya.

"Selama ini kami guru pendatang dekat dengan masyarakat asli Kabupaten Puncak," kata Junaedi.

"Kedua korban itu merupakan guru kontrak, Oktavianus sudah 10 tahun menjadi Guru kontrak, sedangkan Yonathan 2 tahun, kedua korban ini sudah berkeluarga. Saudara Oktavianus bersama tinggal di Beoga, sedangkan Yonatan anak istrinya di Toraja. Total ada 11 orang guru pendatang, sebagian mengungsi di Koramil," sambungnya.

Leboh lanjut, Junaedi membantah soal kabar dirinya sempat diculik saat terjadi insiden penembakan.

"Tidak banyak pendatang di wilayah Beoga, hanya para guru saja. Serta informasi yang menyatakan Junaidi diculik tidak sepenuhnya benar. Saat terjadi penembakan, Junaidi bersembunyi di rumah warga. Ketika aparat TNI-Polri yang mengevakuasi jenazah lewat didekat persembunyiannya, Junaidi keluar dan ikut mengamankan diri di Koramil," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Situasi Masih Siaga

 

Pascapenembakan tersebut, situasi di lokasi kejadian masih dalam keadaan siaga. Aparat TNI-Polri masih terus berjaga di wilayah tersebut.

"Selama ini situasi aman-aman saja, aparat keamanan dari Koramil, Polsek dan satgas TNI-Polri selama ini memang sudah berjaga di Beoga. Pasca penembakan, situasi di atas saat ini masih siaga. Aparat TNI-POLRI berjaga disekitar Kampung Beoga," ungkapnya.

Dengan adanya insiden ini, Junaedi mengucapkan rasa duka yang mendalam terhadap keluarga kedua korban yakni Oktavianus dan Yonathan.

"Mereka guru terbaik, mereka dari masyarakat sipil tidak ada hubungannya dengan aparat TNI-Polri. Tidak banyak orang yang mau bertahan hidup di pedalaman, hidup bersama keluarga bertahan di sana di hutan," ujarnya.

"Saya mengutuk keras tindakan ini. Kami harap aparat keamanan bertindak menjaga diri dan juga menegakkan hukum yang belaku," sambungnya.

Kedua korban, kata Junaedi, merupakan guru pendatang dari Toraja. Kondisi Beoga yang sulit dijangkau kendaraan menyebabkan tidak banyak orang maupun pendatang yang mau bertahan di sana.

"Bapak Oktavianus dan Yonathan ini mendidik anak Papua dengan setulus hati, mendidik anak-anak pedalaman Papua. Sekali lagi, kami orang Toraja percaya dengan aparat dan kami taat hukum. Kami mohon aparat menjaga masyarakat tanpa terkecuali, apalagi guru yang mendidik anak Papua, kami sangat sesalkan kejadian ini," tutupnya.

 

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.