Sukses

Isu Kudeta di Partai Demokrat yang Seret Nama Jokowi

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, ada gerakan yang mencoba merebut kursi kepemimpinan Partai Demokrat.

Liputan6.com, Jakarta - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, ada gerakan yang mencoba merebut kursi kepemimpinan Partai Demokrat.

Dia menegaskan, mendapatkan informasi ini dari sejumlah kader Demokrat yang memberikan kesaksikan mulai dari tingkat pusat hingga cabang.

"Kami memandang perlu dan penting untuk memberi pandangan resmi yaitu tentang adanya gerakan politik pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, ini menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan," kata AHY dalam jumpa pers di kantor DPP Demokrat, Senin (1/2/2021).

Dia mengungkapkan gerakan ini tidak hanya melibatkan internal Demokrat, tetapi juga pejabat di lingkaran pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," kata AHY.

Bahkan, dia mengklaim gerakan pelengseran tersebut juga mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Jokowi.

"Gerakan ini juga dikatakan sudah mendapat dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Jokowi," jelas AHY.

AHY pun mengelompokkan orang yang ingin melengserkannya dari jabatan Ketum Demokrat menjadi dua golongan, yaitu berasal dari kader partai dan nonkader.

Untuk mendapatkan kepastian dan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menelisik kebenaran informasi tersebut, AHY menyurati Presiden Jokowi.

"Tentunya kami tak mudah percaya dan mengedepankan asas praduga tak bersalah, oleh karena itu, tadi pagi saya sudah kirimkan surat resmi kepada Yang Terhormat Pak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan," kata dia.

Sementara kader yang ingin menjatuhkannya, kata AHY adalah seorang kader Demokrat aktif, kedua, seorang kader yang sudah enam tahun tidak aktif, ketiga, satu orang mantan kader yang sudah sembilan tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan keempat adalah seorang mantan kader yang sudah keluar dari partai tiga tahun lalu.

"Sedangkan non kader, adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sekali lagi sedang kami mintakan konfirmasi dan klarifikasinya ke Presiden Joko Widodo," tegas AHY.

Namun belakangan, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hassan dengan gamblang menyebut para kader dan mantan kader demokrat yang membelot.

Salah satu yang ingin melengserkan AHY dari kursi Ketua Umum Demokrat adalah mantan Bendahara Umum Demokrat, Nazaruddin. Kemudian, ada pula Johny Alen Marbun, Max Sopacua dan Marzuki Alie.

Sementara Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengungkap sosok di balik lingkaran Presiden Joko Widodo yang diduga ingin mengkudeta Agus Yudhoyono adalah Moeldoko yang kini menjabat sebagai kepala staf kepresidenan (KSP).

Herzaky melanjutkan, hal itu dilakukan Moeldoko untuk maju ke dalam kontestasi pencalonan presiden 2024. Karenanya, dia menegaskan terungkapnya nama terkait bukan soal perseteruan antar partai Demokrat dengan partai lainnya.

"Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024," jelas Herzaky.

"Ini bukan soal Demokrat melawan Istana, atau Biru melawan Merah. Ini soal penyalahgunaan kekuasaan dengan mencatut nama Presiden," tegas dia.

Stategi Kudeta

Sementara AHY menuturkan, usaha pengambilan kekuasaan itu nantinya dilakukan dengan cara Kongres Luar Biasa atau KLB. Demi mencapai titik tersebut, diketahui para pelaku harus mendapatkan dukungan dari 360 orang pemegang suara yang telah dipengaruhi dan dijanjikan sejumlah uang.

"Konsep yang dipilih pelaku untuk mengganti paksa ketua umum partai adalah dengan menyelenggarakan KLB, berdasarkan penuturan saksi, untuk memenuhi syarat dilaksanakan KLB, pelaku gerakan menargetkan 360 orang para pemegang suara yang harus diajak dan dipengaruhi, dengan imbalan uang dalam jumlah besar," ungkap AHY.

AHY mengungkapkan, selain penghasutan dan iming-iming uang, para pelaku juga memberikan klaim jika cara ditempuhnya mendapat dukungan dari lingkar kekuasaan negara.

Dia menegaskan, pihaknya tidak mudah percaya begitu saja dengan klaim para pelaku.

"Para pelaku merasa yakin gerakan ini sukses karena mereka mengklaim telah mendapat dukungan sejumlah petinggi negara, tapi kami masih berkeyakinan, cara yang tidak beradab ini dilakukan oleh para pejabat negara yang sangat kami hormati dan yang juga telah mendapat kepercayaan rakyat. Kami berharap semua itu tidak benar," kata AHY.

AHY menaruh curiga terkait gerakan pendongkelan paksa kursi ketua umum partai yang tengah dijabatnya sebulan lalu.

"Kami mencium gerakan ini dari sebulan lalu, kami menganggap persoalan ini hanyalah masalah kecil dan internal belaka, tetapi sejak adanya laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar kekuasaan yang masuk secara beruntun pada minggu lalu, maka kami melakukan penyelidikan mendalam," kata AHY.

AHY juga menyatakan, kader partainya tidak mendukung garakan pendongkelan paksa atau kudeta terhadap kursi ketua umum Partai Demokrat.

"Kami bersyukur karena hakikatnya semua pemimpin dan semua kader Demokrat menolak tegas segala niat upaya untuk mendongkel kepemimpinan Demokrat yang sah," kata AHY.

Menurut AHY, sumpah setia para kader Demokrat ditegaskan dengan pengakuan kesetiaan dan kebulatan tekad para pimpinan partai di tingkat pusat, daerah, dan cabang sesuai hasil kongres ke-V partai yang sah.

"Dengan kata lain insyaallah gerakan ini dapat ditumpas dengan kebulatan tekad kader di seluruh Tanah Air," kata dia.

AHY pun meminta, seluruh kader Demokrat untuk dapat merapatkan barisan dan terus bersatu memperjuangkan hak rakyat Indonesia.

"Saya intruksikan merapatkan barisan dan terus bersatu memperjuangkan rakyat Indonesia," tandas AHY.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Tak Tahu?

Di hari yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko buru-buru angkat bicara soal isu tersebut. Dia meminta hal itu tak dikaitkan dengan Istana dan Presiden Jokowi.

"Jangan sedikit-dikit Istana. Dalam hal ini, saya ingatkan, jangan ganggu Pak Jokowi karena beliau tidak tau sama sekali dalam isu ini. Jadi itu urusan saya," kata Moeldoko dalam konferensi pers, Senin (1/2/2021).

Dia mengatakan, kerap menerima banyak tamu yang datang baik ke kantor maupun rumahnya. Kendati begitu, Moeldoko mengklaim pertemuan itu tak membahas pengambilalihan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Partai Demokrat.

"Saya orang yang terbuka, saya mantan Panglima TNI, tapi saya tak beri batas dengan siapapun apalagi di rumah ini mau datang terbuka 24 jam. Siapapun," ucap dia.

"Secara bergelombang mereka datang berbondong ya kita terima, konteksnya apa saya nggak mengerti," sambung Moeldoko.

Moeldoko menduga tudingan tersebut muncul setelah beredarnya foto-foto dirinya bersama sejumlah orang.

"Munculah isu dan seterusnya mungkin dasarnya foto-foto ya, ada dari Indonesia Timur dari mana- mana datang ke sini kan ingin foto sama gue, sama saya. Ya terima saja, apa susahnnya," ujar Moeldoko

Moeldoko pun meminta agar para pemimpin tak mudah goyah dan baper.

"Saran saya ya, menjadi seorang pemimpin harus seorang pemimpin yang kuat. Jangan mudah baperan, jangan mudah terombang ambing dan seterusnya. Kalau anak buahnya enggak boleh pergi ke mana-mana ya diborgol saja kali," jelas Moeldoko.

Selain Moeldoko, nama Menko Polhukam Mahfud Md juga dikaitkan dengan rencana kudeta di tubuh Demokrat.

Mahfud Md menegaskan, dirinya tak bicara dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terkait kudeta Demokrat apalagi ikut merestui. Hal ini disampaikannya melalui akun Twitter pribadinya.

"Ada isu aneh, dikabarkan bbrapa menteri, trmsk Menkopolhukam Mahfud MD, merestui Ka. KSP Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat dari AHY melalui KLB. Wah, mengagetkan, yakinlah sy tak prnh berbicara itu dgn Pak Moeldoko maupun dgn orang lain. Terpikir sj tdk, apalagi merestui," kata Mahfud Md seperti dikutip Selasa (2/2/2021).

Dia menuturkan, di era demokrasi seperti ini sangat sulit melakukan kudeta apalagi kepada partai Demokrat. Bahkan, dirinya meminta agar di internal partai berlambang bintang mercy itu harus solid.

"Di era demokrasi yg sangat terbuka dan dikontrol oleh masyarakat spt skrng ini sulit dipercaya kepemimpinan partai, apalagi partai besar spt PD bs dikudeta spt itu. Jabatan menko tentu tak bs digunakan dan pasti tdk laku untuk memberi restu. Yg penting internal PD sendiri solid," kata Mahfud Md.

3 dari 3 halaman

Tuduhan Berlebihan

Usai Moeldoko dan Mahfud Md, mantan kader Demokrat seperti Max Sopacua dan Marzuki Alie pun angkat bicara. Keduanya dituding sebagai pihak yang terlibat dalam upaya kudeta tersebut.

Max Sopacua memandang tuduhan Syarif Hasan terhadap isu kudeta kursi AHY tak berdasar.

"Orang saya tidak ngerti apa-apa, saya tegaskan saya tidak tahu apa-apa, saya di rumah aja menghindar Covid, tiba-tiba nama saya disebut, otaknya di mana. Kalau bicara politik observasi dulu baru bacot, jangan asal bacot. Di mana saya bertemu Moeldoko," kata Max Sopacua, kepada Liputan6.com, Selasa (2/2/2021).

Dia juga menyebut tuduhan Syarif berlebihan. Karena sama sekali tidak benar terhadap isu kudeta kursi AHY.

"Syarif itu lebay. Dia tidak tahu kegiatan kita hari-hari apa. Bilang Pak Syarif jangan terlalu menjilat lah, semua disalahkan sama dia," ungkap Max Sopacua.

Hal yang sama juga diungkapkan Marzuki Alie. Dia menyebut tuduhan Syarif adalah fitnah.

"Kasih tau Syarif, dia itu manusia nggak ada merasa terima kasih, hanya karena mau mendapat kedudukan dengan melakukan fitnah-fitnah yang keji," kata Marzuki Alie.

Marzuki mengaku sudah mengetahui semua fitnah yang ditujukan padanya oleh Syarif.

“Semua yang dikatakannya dengan SBY tentang saya, saya tau semua, itu yang membuat SBY merasakan bahwa saya ini yang ambisi untuk mengantikannya,” ucapnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.