Sukses

ICW: Semestinya Pinangki Dituntut 20 Tahun Penjara

Indonesia Corruption Watch (ICW) berpandangan semestinya tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Pinangki Sirna Malasari lebih besar dari hanya 4 tahun penjara.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) berpandangan semestinya tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Pinangki Sirna Malasari lebih besar dari hanya 4 tahun penjara. Menurut ICW, Pinangki sejatinya dituntut 20 tahun penjara atas perbuatannya tersebut.

"ICW berpandangan semestinya tuntutan yang layak kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal, yakni 20 tahun penjara," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).

ICW pun mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menangani perkara Pinangki ini bisa mengesampingkan tuntutan JPU. ICW mendesak hakim memvonis Pinangki dengan hukuman maksimal.

"ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan jaksa lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari. Selain itu, putusan hakim nantinya juga akan menggambarkan sejauh mana institusi kekuasaan kehakiman berpihak pada pemberantasan korupsi," kata dia.

Menurut ICW, tuntutan 4 tahun terhadap Pinangki menggambarkan ketidakseriusan penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara tindak pidana korupsi. ICW menilai tuntutan 4 tahun penjara terhadap Pinangki melukai rasa keadilan.

Apalagi, Pinangki diketahui didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra, melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan pemufakatan jahat dengan berencana menyuap mantan Ketua MA Hatta Ali dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

"Tuntutan yang dibacakan oleh jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan," kata Kurnia.

ICW membeberkan alasan pihaknya menaggap tuntutan terhadap Pinangki tidak objektif dan melukai rasa keadilan. Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum.

"Terlebih ia merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara Djoko Tjandra. Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi," kata dia.

Kedua, uang yang diterima Pinangki direncanakan untuk memengaruhi proses hukum terhadap Djoko TJandra. Sebagaimana diketahui, Pinangki berupaya agar Djoko Tjandra tidak dapat dieksekusi dengan cara membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan dan mencoreng citra Kejaksaan Agung di mata publik. Menurut ICW, sejak awal kabar pertemuan Pinangki dengan Djoko Tjandra mencuat ke media, tingkat kepercayaan publik menurun drastis kepada Korps Adhyaksa tersebut.

Keempat, perkara Pinangki merupakan kombinasi tiga kejahatan sekaligus, yakni tindak pidana suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang.

"Logika hukumnya, ketika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang semestinya ada pemberatan, namun penuntut umum sepertinya tidak mempertimbangkan hal itu," kata dia.

Kelima, keterangan Pinangki selama persidangan justru bertolakbelakang dengan fakta yang diyakini oleh penuntut umum. Pada beberapa tahapan, salah satunya eksepsi, Pinangki membantah menerima uang sebesar USD 500 ribu dari Djoko Tjandra. Bantahan Pinangki ini bertolak belakang dengan dakwaan penuntut umum.

"Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dituntut 4 Tahun Penjara

Pinangki Sirna Malasari dituntut 4 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Pinangki dinilai jaksa penuntut umum terbukti menerima suap dari Djoko Soegiarto Tjandra, melakukan TPPU, dan pemufakatan jahat. Suap terkait pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) melakui Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan," ujar Jaksa Yanuar Utomo dalam tuntutannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021).

Menurut jaksa, Pinangki sebagai aparat penegak hukum, yakni Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini yang menjadi alasan yang memberatkan tuntutan.

Sementara untuk hal meringankan, Pinangki dianggap belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya serta memiliki anak yang masih berusia 4 tahun.

Dalam surat dakwaan, Pinangki didakwa menerima USD 500 ribu dari Djoko Tjandra agar mengupayakan pengurusan fatwa MA. Fatwa MA diperlukan Djoko Tjandra lantaran terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani pidana 2 tahun.

Selain didakwa menerima suap, Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan pemufakatan jahat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.