Sukses

Mendikbud Nadiem Sebut Tak Perlu Ada Bimbel Asesmen Kompetensi Minimum

Menurut Nadiem Makarim, bimbel untuk menghadapi Asesmen Kompetensi Minimun (AKM) hanya buang-buang uang saja.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendilbud) Nadiem Makarim menegaskan, bahwa Asesemen Kompetensi Minimum (AKM) tak memerlukan bimbingan belajar (bimbel). Menurut dia, materi AKM tak bisa dibimbelkan.

"Makanya ini sekarang ada keluar (pernyataan) 'oh sekarang ada bimbel AKM', itu enggak ada gunanya, itu buang-buang uang," kata Nadiem Makarim saat berbincang dengan aktor muda Iqbal Ramadhan melalui siaran Instagram yang dikutip pada Senin (14/12/2020).

Menurut Nadiem, materi AKM sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) yang mulai berlaku pada 2021 mendatang, sulit dipelajari secara instan layaknya pelajaran biasa. Pada AKM, hanya ada dua bidang saja yang dites, yakni menengenai literasi dan juga numerasi.

"Hanya yang dites dari murid pada Asesmen Kompetensi itu adalah numerasi dan literasi. Jadi enggak bisa dibimbelkan," katanya.

Di samping itu, AKM bukanlah instrumen penentu kelulusan murid.

"Karena tidak ada dampak pada kelulusan, tidak ada dampak kepada PPDB (penerimaan peserta didik baru) atau (jenjang) masuk ke tahap berikutnya, masuk ke sekolah negeri," jelas Nadiem.

AKM, kata Nadiem juga tak akan mempengaruhi nilai rapor murid.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

UN Berganti AKM

Pada Desember 2019 lalu, Nadiem Makarim resmi menghapus UN untuk tahun 2021 dan menggantinya menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter.

"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Menurut Nadiem, Ujian Nasional dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi.

"Kedua, ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ucap dia.

Padahal, kata Nadiem, semangat UN adalah untuk mengasesmen sistem pendidikan. Baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.

Lebih jauh, kata mantan bos Gojek itu UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya. Bahkan belum menyentuh aspek kognitif, tapi lebih kepada penguasa materi.

"Dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.