Sukses

Kata BMKG soal Kabar Banjir Bandang Luwu Utara Akibat Gempa

Beredar kabar yang menyebutkan bahwa bencana banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara dipicu adanya longsoran akibat gempa tektonik.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar yang menyebutkan bahwa bencana banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara dipicu adanya longsoran akibat gempa tektonik. Bencana tersebut telah menewaskan 38 orang dan 11 lainnya masih dalam pencarian.

Menanggapi informasi tersebut, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), mengungkapkan bahwa wilayah Kabupaten Luwu Utara memang beberapa kali mengalami getaran gempa dirasakan. Hal itu terjadi pada 25 Agustus 2017 (M 4,3) dirasakan III MMI, 8 April 2020 (M 5,0) dirasakan II MMI, 11 April 2020 (M 4,2) dirasakan II MMI, dan 13 Juni 2020 (4.2) dirasakan II MMI.

"Diskripsi skala intensitas II - III MMI masih dalam kategori getaran ringan yang dirasakan oleh beberapa orang hingga dirasakan seperti truk berlalu. Getaran gempa semacam ini belum mampu memicu terjadinya longsoran," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya, Selasa (21/7/2020).

Dia menegaskan, hasil monitoring BMKG menjelang terjadinya banjir bandang juga tidak mencatat adanya aktivitas gempa tektonik di wilayah Kabupaten Luwu Utara. Sehingga peristiwa banjir bandang yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kejadian longsoran yang diakibatkan gempa.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Curah Hujan Tinggi

"Berdasarkan pengukuran hujan yang sampai ke bumi dan estimasi dari satelit cuaca memperlihatkan salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Luwu Utara adalah akumulasi curah hujan yang terjadi dalam beberapa hari sebelumnya dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun di wilayah Masamba dan sekitarnya, terutama di wilayah perbukitan sebelah utara dan timurlaut," jelas dia.

Untuk mengetahui penyebab banjir bandang yang sesungguhnya, lanjut Rahmat, diperlukan kajian yang komprehensif berdasarkan data lapangan, khususnya kondisi daerah aliran sungai dan kondisi lahan di wilayah hulu apakah terjadi penggundulan hutan atau konversi lahan yang dapat memicu terjadinya peningkatan aliran permukaan (run off) sehingga memicu terjadinya banjir bandang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.