Sukses

HEADLINE: Covid-19 Pandemi Global, Bagaimana Protap dan Koordinasi Pusat-Daerah di Indonesia?

WHO mengumumkan Covid-19 telah menjadi pandemi setelah ada lebih dari 118 ribu kasus terinfeksi virus corona di lebih dari 110 negara, termasuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkategorikan virus corona baru atau coronavirus desease 2019 (Covid-19) sebagai pandemi. Alasannya karena virus tersebut telah menyebar luas di seluruh dunia.

Penetapan Covid-19 sebagai pandemi global dilakukan setelah terdapat lebih dari 118 ribu kasus terinfeksi virus corona di lebih dari 110 negara, termasuk Indonesia.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan, pemerintah Indonesia serius menangani pandemi Covid-19. Namun dia mengakui, tidak semua hal terkait penanganan virus corona diungkapkan ke publik untuk menghindari kepanikan dan keresahan di masyarakat.

"Oleh sebab itu, dalam penanganan memang kita tidak bersuara. Kita semuanya harus tetap tenang dan berupaya keras menghadapi kasus ini," ujar Jokowi saat meninjau pencegahan penyebaran Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020).

Jokowi mengatakan, pencegahan dan mitigasi telah dilakukan pemerintah sebelum virus corona masuk Indonesia. Seperti yang dilakukan saat mengevakuasi dan mengobservasi ratusan WNI dari negara episentrum corona sesuai standar WHO. 

Begitu juga ketika pemerintah menemukan dua kasus virus corona di Indonesia pada Senin 2 Maret 2020 lalu. Pemerintah pun bergerak cepat menelusuri siapa-siapa saja yang close contact dengan dua pasien positif Covid-19 itu.

Penanganan serius ini dilakukan karena penyebaran virus tidak mengenal batas negara. Jokowi menyebut, saat ini sudah 117 negara di dunia yang menjadi episentrum corona. Covid-19 pun bukan lagi kategori wabah atau epidemi, tapi meningkat menjadi pandemi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memastikan, koordinasi lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah terus diperkuat untuk menangani pandemi Covid-19. Dalam dua bulan terakhir, pemerintah telah melakukan satu kali rapat paripurna tentang Covid-19, lima kali rapat terbatas, dan 2-3 kali sehari rapat internal khusus membahas Covid-19.

Jokowi sendiri bahkan telah membuat video untuk mengedukasi masyarakat dalam mencegah penyebaran Covid-19. Selain itu, pemerintah juga telah membuka call center di nomor 119 yang dapat diakses semua masyarakat.

"Kominfo dan Polri juga terus mengawasi dan menindak penyebaran hoaks mengenai Covid-19. Lalu tentang pengawasan dan respons cepat untuk cegah penyebaran yang lebih besar juga serius kami lakukan," ucapnya.

Selain itu, pemerintah juga terus menjaga ketat 135 pintu gerbang masuk ke Indonesia, baik di darat, di pelabuhan, maupun di bandara. Prosedur pemeriksaan terhadap orang yang masuk ke Indonesia dilakukan secara ketat sesuai protokol keamanan yang diterbitkan pemerintah.

Jokowi juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menambah jumlah rumah sakit rujukan menjadi 132, ditambah 109 rumah sakit TNI, 53 rumah sakit Polri, dan 65 rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Termasuk di sini pembangunan fasilitas observasi dalam skala besar di Pulau Galang (Batam, Kepulauan Riau). Insyaallah minggu depan bisa diselesaikan, dan akan saya cek langsung," ujarnya.

Pemerintah juga terus berkoordinasi dengan negara tetangga dalam menegah penyebaran Covid-19 ini. Termasuk juga berkoordinasi dengan WHO. Pemerintah menyatakan, belum berencana mengisolasi atau lockdown suatu wilayah di Indonesia akibat Covid-19.

"Belum berpikir ke arah sana. Tapi saya sangat menghargai kerja sama seluruh kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah. Saya ingin memberikan apresiasi terhadap daerah-daerah yang mampu memberikan penjelasan yang baik, edukasi ke masyarakat seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat," kata Jokowi.

Jokowi meminta masyarakat tenang namun tetap waspada dan meningkatkan imunitas tubuh melalui olahraga yang rutin serta makanan yang sehat dan bergizi. Mantan Wali Kota Solo itu juga meminta masyarakat terus berpikir positif dan tidak stres agar tidak mengganggu imunitas tubuh.

"Dan terakhir, saya ajak seluruh elemen bangsa mari kita bersama-sama saling bekerja keras dan beri dukungan, memberikan energi positif, upaya serta tekad untuk melawan virus corona ini. Saya percaya setiap dari kita bisa memainkan peranan penting bersama-sama menangani pandemi ini," katanya.

Infografis Perang Global Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Juru Bicara Pemerintah untuk Pengananan Virus Corona, Achmad Yurianto menyatakan, pemerintah terus melakukan tracing atau melacak orang-orang yang close contact dengan pasien positif Covid-19. Hasilnya, hingga saat ini total pasien positif Covid-19 menjadi 69 orang.

Dari total angka tersebut, lima pasien telah dinyatakan sembuh. Sementara empat pasien positif Covid-19 dilaporkan meninggal dunia. Yurianto memastikan, pemerintah akan terus melacak orang-orang yang close contact dengan 69 pasien Covid-19 itu. 

Mulai Senin 16 Maret 2020 mendatang, pemeriksaan spesimen bukan hanya dilaksanakan di Laboratorium Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Pemeriksaan juga bisa dilakukan di laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL), Universitas Airlangga, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan beberapa tempat yang sedang dilakukan job training.

"Ini gambaran memang kita harus melaksanakan tracing. Dalam antisipasi ini, semua kontak tracing menjadi hal penting agar kita bisa identifikasi kasus positif, agar tidak menjadi sumber penyebaran," kata Yurianto di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Untuk diketahui, pemerintah telah mengeluarkan lima protokol penanganan Covid-19 sebagai panduan dalam menangani virus corona di Indonesia. Antara lain, protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol pengawasan perbatasan, protokol area pendidikan, serta protokol area publik dan transportasi.

Lima protokol yang diterbitkan pada 6 Maret 2020 itu akan dilaksanakan di seluruh Indonesia oleh pemerintah dengan dipandu secara terpusat oleh Kementerian Kesehatan. Pemerintah mengharapkan masukan dari masyarakat sehingga dapat menyempurnakan protokol yang telah diterbitkan. 

Lima protokol itu bersifat memperkuat protokol penanganan Covid-19 yang telah diterbitkan pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan pada 28 Januari 2020. Lalu pada 17 Februari, pemerintah melakukan revisi penguatan protokol.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Pusat dan Daerah Belum Kompak

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengamini pernyataan Presiden Jokowi bahwa tidak semua informasi terkait Covid-19 harus dipublikasikan. Ada batasan-batasan mana yang harus diketahui masyarakat dan mana yang tidak.

Hal yang tidak perlu diungkap ke publik yakni mengenai identitas lengkap pasien Covid-19. Sementara kebijakan, kesiapan, fasilitas, serta apa yang telah dilakukan pemerintah dalam mencegah penyebaran virus corona ini harus diketahui oleh publik. Termasuk perkembangan penanganan dan kasus yang muncul.

Namun Hermawan menyoroti protokol komunikasi pemerintah dalam mencegah penyebaran virus corona. Menurut dia, protokol komunikasi Indonesia masih lemah karena tidak diatur secara rinci. Akibatnya, pernyataan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sering tumpang tindih, bahkan menimbulkan misinformasi.

"Tidak ada siapa berperan apa. Bagaimana peranan pemerintah kabupaten, peranan pemerintah provinsi, peranan pihak kepolisian dan TNI. Itu tidak diatur secara rinci di dalam protokol informasi. Sehingga sekarang ini kelihatannya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bergerak parsial. Gubernur Jawa Barat bergerak sendiri, Gubernur DKI bergerak sendiri, Gubernur Banten juga," ujar Hermawan kepada Liputan6.com, Jumat (13/3/2020).

Hermawan mengaku, mendengar informasi bahwa pemerintah tengah merancang Peraturan Presiden (Perpres) yang akan dijadikan sebagai payung hukum penanganan Covid-19 di Indonesia. Dia berharap, penyusunan draf tersebut segera rampung dan dapat menjadi payung hukum yang komprehensif bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.

"Kita harus ingat, jangan sampai mengulang kejadian di Italia, di Iran, karena tidak sigap meminimalisasi sejak awal. Peran serta masyarakat dan stakeholder yang lain ini harus dilibatkan betul. Jangan sampai pemerintah hanya pintar sendiri," katanya.

IAKMI mengusulkan agar pemerintah melakukan pendekatan Community-Based Health and First Aid (CBHFA) dalam menangani Covid-19, yakni dengan mengaktifan seluruh komponen di masyarakat secara kolektif untuk aware atau sadar terhadap pandemi ini.

"Jadi yang namanya RT, RW, lurah, dan juga kelompok kesehatan yang ada di masyarakat betul-betul melakukan screening, menjaga lingkungan, kalau ada indikasi individu atau masyarakat yang bergejala corona segera koordinasikan pihak kesehatan sebelum sampai memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Ini yang namanya early detection. Ini sangat meminimalisir tidak hanya Covid-19, tapi juga bisa berdampak baik terhadap penanggulangan malaria, DBD, dan lain-lain penyakit menular di masyarakat," ucap Hermawan menjelaskan.

Hal yang sama juga disampaikan anggota Ombudsman RI, Alvin Lie Ling Piao. Dia melihat, pemerintah pusat dan daerah belum akur dalam menangani pandemi Covid-19.

"Bahkan ada menteri yang justru mengkritik pemerintah daerah, pemerintah daerah juga tidak percaya pada pemerintah pusat, ini yang mengkhawatirkan, masing-masing jalan sendiri-sendiri," kata Alvin kepada Liputan6.com, Jumat (13/3/2020).

Dia mengakui, belum ada aduan dari masyarakat soal buruknya penanganan Covid-19 di Indonesia. Namun Ombudsman secara aktif memantau perkembangan di media massa dan media sosial serta terjun ke daerah-daerah untuk memastikan penanganan Covid-19 berjalan baik.

"Pemerintah pusat dan daerah masih banyak yang belum nyambung, masih jalan sendiri-sendiri, termasuk juga anggaran sudah cair atau belum. Percuma membuat protap kalau anggaran belum cair. Alat kerja misalnya, APD (alat pelindung diri) untuk pekerja medis, itu alatnya ada tapi didistribusikannya ke daerah atau tidak. Jangan nanti daerah yang harus minta dulu dengan birokrasi yang panjang," ucap Alvin.

Ombudsman melihat, pendistribusian APD pekerja medis ke daerah-daerah belum merata dan masih lambat. Dia berharap, kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa didistribusikan ke seluruh daerah secara cepat.

"Ini kan tidak bisa dilakukan dengan birokrasi biasa, harus dengan birokrasi kondisi darurat, harus proaktif dan dipastikan APD tersampaikan tanpa daerah meminta. Jangan menunggu sudah kalang kabut baru dikirim," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte memandang, penanganan Covid-19 perlu dilakukan dengan pola pikir (mindset) kesehatan masyarakat. Bukan malah mindset keamanan.

Sebab, pola pikir yang digunakan akan memengaruhi cara kerja pemerintah. Salah satunya memengaruhi pola komunikasi yang dibangun pemerintah dengan masyarakat.

"Isu ini mungkin bukan isu keamanan, tapi isi kesehatan publik. Kalau mindset kita ini keamanan, maka mungkin instingnya adalah tidak melakukan transparansi, karena takut masyarakat panik," kata Philip dalam sebuah bertajuk 'Bersatu Melawan Corona', Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Sebaliknya, jika berorientasi pada kesehatan masyarakat, maka komunikasi pemerintah dan masyarakat akan berlangsung secara terbuka. "Dalam kasus semacam public health, pandemi dan lainnya, justru yang harus dilakukan adalah keterbukaan," jelas dia.

Indonesia, lanjut dia, sudah seharusnya selalu menyiapkan diri terhadap berbagai macam ancaman, seperti wabah dan bencana. Mengingat Indonesia merupakan negara yang rentan. "Indonesia ini negara yang paling rawan bencara. Segala macam bencana terjadi di Indonesia," ungkapnya.

Selain itu, jika menilik tren global, maka terlihat bahwa jarak antara satu wabah dengan wabah lain jadi semakin dekat. Hal ini juga harus diwaspadai.

"Misalnya wabah flu dulu yang paling besar, tahun 1918 yang mati 20 juta orang di Eropa, karena belum ketemu obatnya. Kalau kita lihat sekarang, makin rapat. Ada beberapa SARS, ada MERS, jaraknya dekat-dekat. Karena itu menurut saya mindset-nya bukan panik, tapi mindset kesiapan," kata Philips.

"Yang bisa didorong, bagaimana kesiapan ini ukurannya macam-macam. Kalau di Jakarta, di RS Persahabatan protokol sudah jelas ada di episentrum ibu kota. Tetapi mungkin di daerah, kita enggak tahu. Sementara karena ini pandemi, itu sudah tidak hanya di Jakarta," imbuhnya.

Desentralisasi penanganan Covid-19 pun harus dilakukan. Pemerintah pusat, tegas dia, tidak akan mampu jika harus bekerja sendiri dalam menangani Covid-19.

"Kesiapan itu harus terdesentralisasi. Misalnya yang kemarin banyak diributkan bagaimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kita punya UU yang menyatakan ada wewenang tertentu dari Kepala Daerah dan juga di daerah ada dinas kesehatan, BPBD yang semua harus diikutsertakan," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Daftar 69 Pasien Covid-19 di Indonesia

Pemerintah mengumumkan penambahan jumlah pasien positif Covid-19 sebanyak 35 orang pada Jumat (13/3/2020). Dengan begitu, total secara keseluruhan, ada 69 kasus positif virus corona di Indonesia sejak diumumkan pada 2 Maret 2020 lalu.

Dari angka tersebut, lima pasien Covid-19 dinyatakan telah sembuh. Sementara empat pasien positif corona meninggal dunia.

Berikut rinciannya:

1. Kasus Nomor 1: perempuan, 31 tahun, sembuh.

2. Kasus Nomor 2: perempuan, 64 tahun. Dalam proses tes ulang setelah perawatan.

3. Kasus Nomor 3: 33 tahun, influenza, sembuh.

4. Kasus Nomor 4: 34 tahun, influenza.

5. Kasus Nomor 5: 55 tahun, kondisi stabil, tidak demam, tidak batuk, tidak pilek.

6. Kasus Nomor 6: ABK Diamond Princess, 36 tahun, sembuh.

7. Kasus Nomor 7: perempuan, 59 tahun, kondisi stabil.

8. Kasus Nomor 8: laki-laki, 56 tahun, sudah bisa napas spontan setelah sebelumnya menggunakan ventilator.

9. Kasus Nomor 9: perempuan, 55 tahun, kondisi sakit ringan-sedang.

10. Kasus Nomor 10: laki-laki, 29 tahun, tunggu hasil tes kedua. Hasil tes pertama negatif.

11. Kasus Nomor 11: perempuan, 54 tahun, kondisi: stabil.

12. Kasus Nomor 12: laki-laki, 31 tahun, kondisi sakit ringan-sedang.

13. Kasus Nomor 13: perempuan, 16 tahun.

14. Kasus Nomor 14: laki-laki, 50 tahun, imported case, sembuh.

15. Kasus Nomor 15: perempuan, 43 tahun, imported case.

16. Kasus Nomor 16: perempuan, 17 tahun, imported case.

17. Kasus Nomor 17: laki-laki, 56 tahun, imported case.

18. Kasus Nomor 18: laki-laki, 55 tahun, imported case.

19. Kasus Nomor 19: laki-laki, 40 tahun, imported case, sembuh.

20. Kasus Nomor 20: perempuan, 70 tahun, subklaster Jakarta.

21. Kasus Nomor 21: perempuan, 47 tahun, subklaster Jakarta.

22. Kasus Nomor 22: perempuan, 36 tahun, imported case.

23. Kasus Nomor 23: perempuan, 73 tahun, menggunakan ventilator, kondisi stabil, imported case.

24. Kasus Nomor 24: laki-laki, 46 tahun, imported case.

25. Kasus Nomor 25: perempuan, 53 tahun, meninggal dunia, WNA, imported case.

26. Kasus Nomor 26: laki-laki, 46 tahun, kondisi stabil, WNA, imported case.

27. Kasus Nomor 27: laki-laki, 33 tahun, kondisi stabil, subklaster Jakarta.

28. Pasien Nomor 28: laki-laki, 37 tahun, sakit ringan sedang, imported case.

29. Pasien Nomor 29: laki-laki 51 tahun, sakit sedang, tidak sesak, imported case.

30. Pasien Nomor 30: laki-laki, 84 tahun, sakit sedang, imported case.

31. Pasien Kasus Nomor 31: perempuan, 48 tahun, sakit ringan sedang, imported case.

32. Kasus Nomor 32: laki-laki, 45 tahun, kondisi sakit ringan sedang, imported case.

33. Kasus Nomor 33: laki-laki, 29 tahun, sakit ringan sedang, imported case.

34. Kasus Nomor 34: laki-laki, 42 tahun, sakit ringan sedang imported case.

35. Kasus Nomor 35: perempuan, 57 tahun, meninggal dunia, masuk ke RS sudah dalam kondisi menggunakan ventilator.

36. Kasus Nomor 36: perempuan, 37 tahun, meninggal dunia, masuk rumah sakit sudah dalam kondisi menggunakan ventilator.

37. Kasus Nomor 37: laki-laki, 43 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

38. Kasus Nomor 38: perempuan, 80 tahun, kondisi sakit sedang berat, stabil tidak menggunakan ventilator.

39. Kasus Nomor 39: laki-laki, 54 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

40. Kasus Nomor 40: perempuan, 46 tahun, kondisi nampak sakit ringan sedang.

41. Kasus Nomor 41: laki-laki, 40 tahun, sakit ringan sedang.

42. Kasus Nomor 42: laki-laki, 66 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

43. Kasus Nomor 43: laki-laki, 34 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

44. Kasus Nomor 44: laki-laki, 57 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

45. Kasus Nomor 45: perempuan, 29 tahun, sakit ringan sedang.

46. Kasus Nomor 46: laki-laki, 30 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

47. Kasus Nomor 47: laki-laki, 61 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

48. Kasus Nomor 48: laki-laki, 35 tahun, kondisi sakit ringan sedang.

49. Kasus Nomor 49: laki-laki, 3 tahun, sakit ringan sedang.

50. Kasus Nomor 50: laki-laki, 59 tahun, meninggal dunia.

51. Kasus Nomor 51: laki-laki, 60 tahun, nampak sakit sedang.

52. Kasus Nomor 52: perempuan, 59 tahun, nampak sakit ringan sedang.

53. Kasus Nomor 53: perempuan, 24 tahun, nampak sakit ringan sedang.

54. Kasus Nomor 54: laki-laki, 2 tahun, nampak sakit sedang.

55. Kasus Nomor 55: perempuan, 26 tahun, nampak sakit ringan sedang.

56. Kasus Nomor 56: laki-laki, 58 tahun, nampak sakit ringan sedang.

57. Kasus Nomor 57: perempuan, 27 tahun, nampak sakit ringan sedang.

58. Kasus Nomor 58: laki-laki, 51 tahun, nampak sakit ringan sedang.

59. Kasus Nomor 59: laki-laki, 63 tahun, nampak sakit ringan sedang.

60. Kasus Nomor 60: perempuan, 25 tahun, nampak sakit ringan sedang.

61. Kasus Nomor 61: perempuan, 58 tahun, nampak sakit sedang.

62. Kasus Nomor 62: laki-laki, 51 tahun, nampak sakit ringan sedang.

63. Kasus Nomor 63: laki-laki, 34 tahun, nampak sakit ringan sedang.

64. Kasus Nomor 64: perempuan, 49 tahun, nampak sakit ringan sedang.

65. Kasus Nomor 65: laki-laki, 48 tahun, nampak sakit ringan sedang.

66. Kasus Nomor 66: laki-laki, 73 tahun, nampak sakit ringan sedang.

67. Kasus Nomor 67: perempuan, 25 tahun, nampak sakit ringan sedang.

68. Kasus Nomor 68: perempuan, 38 tahun, nampak sakit ringan sedang.

69. Kasus Nomor 69: perempuan, 80 tahun, nampak sakit sedang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.