Sukses

Era Coen Sampai Gubernur Anies, Ini Sejarah Banjir Jakarta

Banjir yang terjadi kali ini tak hanya merendam permukiman warga. Jalan tol hingga Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ikut terendam.

Liputan6.com, Jakarta Banjir merendam sejumlah wilayah DKI Jakarta setelah diguyur hujan sejak penghujung hingga awal tahun, Rabu, 1 Januari 2020.

Banjir yang terjadi kali ini tak hanya merendam permukiman warga. Jalan tol hingga Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ikut terendam. Bahkan di Kemayoran dan Cipinang Melayu, banjir memakan korban jiwa.

Dari data yang diterima Liputan6.com dari Kementerian Sosial, Kamis (2/1/2020), korban meninggal dunia akibat banjir berjumlah 21 orang. Jumlah tersebut tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek).

"Di Jakarta Timur ada 3 orang, Jakarta Pusat 1 orang, Bogor 1 orang, Depok 3 orang, Kabupaten Bogor 11 orang, Kabupaten Bekasi 3 orang. Total korban 21 orang," isi dari data tersebut.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui bahwa banjir menjadi salah satu masalah terbesar di Jakarta selain kemacetan. Dan untuk menanggulangi masalah banjir ini, menurut dia, perlu ada kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan provinsi. 

"Persoalan besar di Jakarta hanya dua, yaitu banjir, yang kedua macet," kata Jokowi saat berbincang dengan para awak media di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu, 18 Desember 2019. 

Lantas, seperti apa sejarah banjir pernah melanda Jakarta dari waktu ke waktu:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Era Jenderal Coen

Banjir Jakarta sudah berlangsung lama, yakni sejak Jan Pieterszoon Coen pada awal abad 17 silam mendirikan Batavia dengan konsep kota air (waterfront city).

Coen merancang Kota Pelabuhan Sunda Kelapa dengan kanal-kanal air seperti Amsterdam atau kota-kota lain di Belanda.

Dalam catatan sejarah banjir, sejak dulu Batavia sudah kesulitan menangani musibah ini. Misalnya catatan banjir pada 1621, 1654, 1873, 1918 hingga 1909, banjir sudah menggenangi permukiman warga karena limpahan air dari Sungai Ciliwung, Cisadane, Angke dan Bekasi.

Pada 1918, misalnya, banjir juga pernah melumpuhkan Batavia. Sarana transportasi, termasuk lintasan trem listrik, terendam air.

Dua lokomotif cadangan dikerahkan untuk membantu trem-trem yang mogok dalam perjalanan. Banjir pada tahun itu merupakan yang terparah dalam dua dekade terakhir.

Pada tahun 1920-an Belanda berupaya terus untuk mengatasi banjir dengan membangun proyek banjir kanal Barat, Timur, Lingkar Kota, dan sistem polder yang didesain oleh Van Breen.

Lalu Banjir Kanal Barat mulai dibangun pada tahun 1920-an, tapi tidak sampai selesai.

3 dari 7 halaman

Belanda Hengkang, Banjir Tetap Mengepung pada 1979

Ironisnya, banjir tetap mengepung setelah Belanda hengkang dari Jakarta. Tercatat era Gubernur Tjokropranolo, Jakarta dilanda banjir besar tahun 1979.

Banjir tersebut menggenangi wilayah permukiman dengan luas mencapai 1.100 hektare. Banjir yang disebabkan hujan lokal dan banjir kiriman itu merendam permukiman penduduk.

4 dari 7 halaman

Banjir pada1996

Pada 6-9 Januari 1996, Jakarta terendam setelah hujan dua hari. Sebulan kemudian, 9-13 Februari 1996, tiga hari hujan lebat dengan curah lima kali lipat di atas normal, merendam Jakarta setinggi 7 meter.

5 dari 7 halaman

Banjir 2007 Tewaskan Puluhan Orang

Banjir Jakarta 2007, terjadi pada era Gubernur Sutiyoso. Bencana banjir waktu itu menjadi salah satu yang terburuk. Bayangkan, 60 persen wilayah DKI terendam air dengan kedalaman mencapai 5 meter lebih di beberapa titik.

Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari. Ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang tak tertampung.

Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, jalan rusak mencapai 22.650 m, disusul Jakarta Utara (22.520 m), Jakarta Pusat (16.670 m), dan Jakarta Timur (11.090 m).

Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Timur, yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m. Untuk merehabilitasi jalan diperkirakan diperlukan dana sebesar Rp 12 miliar.

Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter.

Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur hanyut dan rusak akibat banjir. Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Cakung. Rumah-rumah yang hanyut terdapat di Kampung Melayu (72 rumah), Bidaracina (5), Bale Kambang (15), Cawang (14), dan Cililitan (5).

Adapun rumah yang rusak terdapat di Pasar Rebo (14), Makasar (49), Kampung Melayu (681), Bidaracina (16), Cipinang Besar Selatan (50), Cipinang Besar Utara (3), Bale Kambang (42), Cawang (51), Cililitan (10), dan Cakung (485).

Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari banjir. Jumlah ini mencakup korban di tiga provinsi, dengan perincian DKI Jakarta 48 orang, Jawa Barat 19 orang, dan Banten 13 orang. Umumnya karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit.

6 dari 7 halaman

Banjir Rendam HI

Banjir besar di Jakarta yang menelan banyak korban jiwa terjadi pada Januari hingga Februari 2013 lalu. Bencana itu menyebabkan 20 korban meninggal dan 33.500 orang mengungsi. Banjir ini terjadi pada era Gubernur DKI Joko Widodo.

Waktu itu, banjir sampai melumpuhkan pusat kota. Air menggenangi kawasan Sudirman, termasuk Bundaran Hotel Indonesia (HI) akibat tanggul Kali Cipinang, di dekat HI.

Diperkirakan banjir menyebabkan kerugian hingga Rp 20 triliun. Sementara pengusaha, melalui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, mengklaim terjadinya kerugian ekonomi lebih dari Rp 1 triliun.

7 dari 7 halaman

Banjir Era Anies Baswedan

Gubernur DKI Jakarta silih berganti tapi banjir tetap menjadi masalah utama Ibu Kota. Di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, banjir kembali mengepung Jakarta, di awal tahun 2020.

Gubernur DKI Jakarta Anies menegaskan banjir melanda Ibu Kota menjadi tanggung jawab Pemprov DKI. Anies mengatakan, permasalahan banjir agar segera ditanganinya.

"Intinya kami bertanggung jawab, Pemprov DKI mengambil sikap bertanggung jawab atas masalah yang sekarang muncul. Kami respons cepat bantu tangani," kata Anies di kawasan Latuharhary, Jakarta Pusat, Rabu, 1 Januari 2020.

Anies mengaku tak ingin menyalahkan siapa pun terkait banjir melanda Jakarta. Penanganan utama saat ini adalah menyelamatkan warga.

"Saat ini kami tidak mau salahkan siapa pun dan apa pun. Sekarang adalah saatnya memastikan warga selamat, terlindungi, semua kebutuhan dasar tercukupi. Kami siap bertanggung jawab atas semua yang terjadi di Jakarta," kata Anies.

 

Reporter: Syifa Hanifah

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.