Sukses

Mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa Dituntut 12 Tahun Penjara

Mustofa juga didenda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara, membayar uang pengganti sebesar Rp 2,75 miliar subsider 3 tahun dan hak politiknya dicabut.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa (MKP) dituntut hukuman selama 12 tahun penjara. Tuntutan ini dibacakan Jaksa Penuntut KPK Joko Hermawan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya di Sidoarjo, Jumat (28/12/2018).

Joko menegaskan, selain tuntutan penjara, Mustofa juga didenda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara, membayar uang pengganti sebesar Rp 2,75 miliar subsider 3 tahun dan hak politiknya dicabut.

"Pencabutan hak pilih dan jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman pokok," tegasnya.

Tuntutan jaksa ini karena sejumlah pertimbangan. Di antaranya, terdakwa tak pernah mengakui perbuatannya hingga tak mendukung program pemerintah yang tengah memerangi tindakan korupsi di lembaga pemerintahan.

Bantahan MKP terhadap sepuluh rekaman yang diperdengarkan selama proses persidangan, ditegaskan Joko, juga harus diabaikan. Karena, dari hasil uji laboratorium atas sampel suara, isi rekaman tersebut juga sangat identik dengan bupati koboi ini.

Usai membacakan tuntutan, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan mengatakan bahwa sidang akan dilanjutkan pada 9 Januari nanti dengan agenda pleidoi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Setoran Langsung

Seperti diketahui, MKP didakwa melanggar pasal 12 Uu 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. MKP dituduh telah menerima suap atas perizinan tower sebesar Rp 2,75 miliar. Dia ditahan KPK sejak akhir April lalu.

Dalam persidangan sebelum-sebelumnya, setiap saksi yang dihadirkan mengarah bahwa MKP menjadi otak dalam kasus ini. Perilaku koruptif MKP juga tidak hanya di perizinan tower, tapi pada permintaan setoran dari dinas-dinas lain yang di bawahinya.

Seperti dinyatakan mantan ajudan Lutfi Arif Muttaqin. Dalam persidangan sebelumnya, ia mengaku berulangkali menjadi perantara dan mengantar uang hingga miliaran rupiah kepada bupati dua periode itu.

Setiap penyerahan uang, ungkap Lutfi, selalu ditaruh di meja ruang kerja bupati."’Setiap ada titipan selalu saya taruh di meja ruang dinas," ungkapnya.

Begitu pun mantan Kepala BPTPM Bambang Wahyuadi yang menjadi saksi kunci atas di kasus suap tower. Bambang mengatakan bahwa selama proses suap berlangsung, proses penyerahan uang kerap dilakukan tidak hanya di kantor dinas, tapi juga di berbagai tempat lain, mulai dari masjid hingga tempat pemakaman umum.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.