Sukses

HEADLINE: 19 Pekerja Dibantai, Bagaimana Cara Pulihkan Zona Merah di Papua?

TNI dan Polri masih berupaya mengevakuasi para korban pembantaian KKB. Setelah itu, penegakan hukum akan dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Sore itu, Sabtu 1 Desember, hari libur pekerja proyek Trans Papua berubah mencekam. Sekitar 50 orang bersenjata api mendatangi kamp pekerja PT Istaka Karya, memaksa seluruh karyawan yang berjumlah 25 orang keluar.

Dengan kondisi tangan terikat, para pekerja digiring menuju Kali Karunggame. Esok harinya, Minggu 2 Desember, pukul 07.00 WIT, seluruh pekerja dibawa berjalan kaki, dengan tangan masih terbelenggu, menuju Bukit Puncak Kabo. Di tengah jalan, mereka dipaksa jalan jongkok, dalam formasi barisan lima saf.

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), yang menyandera mereka, pun menari sambil meneriakkan suara hutan khas pedalaman Papua. Lalu, sekonyong-konyong, mereka kemudian menembaki para pekerja. Membantai para sandera.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut, korban pembunuhan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua berjumlah 20 orang. Sebanyak 19 orang di antaranya adalah pekerja pembangunan jembatan, dan satu anggota TNI.

Kapendam Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menyatakan, upaya pemulihan keamanan di Papua yang dilakukan TNI saat ini fokus pada evakuasi korban. Setelah evakuasi selesai, penegakan hukum akan dilakukan.

"Kita tidak akan menolerir, kita selesaikan dengan proses hukum. Namun demikian, tetap kami sampaikan bahwa kita buka peluang seluas-luasnya bagi saudara-saudara kita yang bersebelahan paham dengan kita apabila ada yang memiliki kesadaran menyerahkan diri, bergabung dengan NKRI dan menyerahkan senjata, kita akan jamin keamanannya dan kita akan ampuni," kata Aidi kepada Liputan6.com, Kamis (6/12/2018).

Kodam Cenderawasih dan Polda Papua, sambungnya, telah membentuk Satgas Penegakan Hukum. Saat ini, pergerakan TNI masih di bawah Polri karena status keamanan di Papua masih tertib sipil.

"Sama seperti di Jakarta, yang harus didahulukan adalah tindakan-tindakan polisioner, bukan tindakan militer. Karena status hukum yang berlaku di Papua saat ini sama dengan di Jakarta, hukum sipil. Kalau darurat militer, pasti yang di depan adalah TNI," ujarnya.

Terkait status keamanan di Papua apakah harus berubah menjadi operasi militer, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah. TNI di lapangan sifatnya sebagai pelaksana saja.

"Mau statusnya tertib sipil, darurat militer, ya kita melaksanakan sesuai dengan norma hukum yang berlaku saja. Kalau diterapkan seperti apa kriterianya, bagaimana mendefinisikan itu darurat militer atau operasi segala macam itu, itu negara yang menentukan," ungkap Aidi. 

Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom, mengakui pihaknya yang bertanggung jawab terhadap aksi penembakan pekerja PT Istaka Karya yang tengah merampungkan jembatan di proyek Trans Papua, Nduga, Papua.

"Kami yang bertanggung jawab," kata Sebby saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (6/12/2018). Saat dihubungi Sebby mengaku sedang berada di hutan perbatasan Papua.

Menurut Sebby, penyerangan dilakukan kelompok Egianus Kogoya yang memimpin Kodam III TPNPB. Kesatuan ini, kata Sebby, membawahi wilayah Nduga. "Tidak banyak pasukannya, hanya 50 orang," sebut Sebby.

Disinggung motif penyerangan kelompoknya, Sebby mengatakan bahwa pihaknya menolak apapun yang dibangun pemerintah Indonesia di Papua, termasuk pembangunan jalan Trans Papua.

"Kami hanya menginginkan kemerdekaan Papua Barat dan pemerintah Indonesia harus akui itu. Kami menolak pembangun jalan Trans Papua dan sudah pernah diperingatkan sebelumnya," ujar Sebby.

Terkait aksi brutal, Sebby mengaku punya alasan pihaknya melakukan hal itu. Menurut dia, para pekerja tersebut bukanlah pekerja biasa. Dia menyebut para pekerja sebagai aparat TNI-Polri yang menyamar menjadi pekerja proyek.

"Kami punya dokumennya dan kami tidak mau kompromi," kata Sebby.

Infografis Pemulihan Keamanan di Papua Pasca-Penembakan Pekerja. (Liputan6.com/Triyasni)

Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Pertahanan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengimbau agar pemerintah berhati-hati dalam menganalisis dan melakukan labeling para pelaku penembakan.

Sebab, menurut dia, tragedi ini merupakan kejahatan extraordinary yang harus diusut tuntas embrionya.

"Upaya yang terbaik, selain pihak terkait konsolidasi juga lakukan koordinasi antarlembaga. Harus segera ada penegakan hukum yang tegas sehingga kepercayaan rakyat pada pemerintah tidak luntur," ucap mantan anggota DPR yang karib disapa Nuning ini saat dihubungi Liputan6.com.

Di sisi lain, sentimen internasional juga harus dijaga. "Organisasi Melanesian Spearhead Group (MSG) maupun negara Pasifik lain harus tetap dijaga agar tidak berada pada posisi yang berhasil membuat Papua sulit," imbuh Nuning.

Melanesian Spearhead Group (MSG) adalah organisasi internasional yang terdiri dari empat negara di Melanesia, yaitu Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu, serta Front Pembebasan Nasional Kanak dan Sosialis dari Kaledonia Baru.

Dihubungi terpisah, Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, aksi keji kelompok yang diduga dipimpin Egianus Kogoya itu merupakan agenda tahunan. Pada November 2017, kelompok kriminal tersebut melakukan penyanderaan terhadap 344 warga sipil di Kampung Banti, Kimbeli dan area longsoran, Distrik Tembagapura.

"Memang ada kaitannya dengan event tahunan itu. Sepeti lazimnya teror, ini punya pesan. Saya kira, ada pesan yang disampaikan oleh mereka bahwa program-program percepatan pembangunan di Papua, sebaiknya TNI tidak terlibat secara aktif dalam aktivitas pelaksaan pekerjaannya," ungkap Khairul kepada Liputan6.com, Kamis (6/12/2018).

Menurutnya, kelompok kriminal tersebut merasa, pembangunan di Papua sarat kepentingan militer. "Menguntungkan upaya penegakan keamanan ketimbang kemaslahatan rakyat Papua."

Untuk pemulihan keamanan pascapembantaian belasan pekerja itu, sambung Khairul, pemerintah tidak perlu menetapkan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM). Karena dari sejumlah operasi yang pernah di lakukan, semua berakhir dengan jalan diplomasi.

"Karena kita bicara dalam negeri, harus bersamaan penegakkan hukum, pemulihan keamanan, komunikasi sosial juga harus berjalan juga, bukan dengan senjata dan aparat berseragam. Unsur pemerintahan lain bisa digunakan," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Zona Aman Berubah Merah

Distrik Yigi, lokasi pembantaian pekerja jembatan dari PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga, Papua semula merupakan zona aman. Namun situasi berubah setelah kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya menghuni distrik tersebut.

"Daerah kejadian, Distrik Yigi, semula aman. Tapi kelompok Egianus Kogoya pindah ke sana," ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal di Jakarta, Kamis (6/12/2018).

Menurut Iqbal, Egianus Cs pindah ke Distrik Yigi karena terdesak kejaran TNI-Polri dari Distrik Kenyam, Nduga. Sejak saat itu, Distrik Yigi masuk dalam kategori zona merah dari sisi keamanan.

"(Kepindahan Egianus dan kelompoknya) karena dikejar pasukan TNI-Polri dari Kenyam, Kabupaten Nduga sehingga lokasi insiden penembakan adalah zona merah," tuturnya.

Penyanderaan terhadap pekerja PT Istaka Karya yang sedang membangun jembatan Trans Papua, berdasarkan kesaksian korban selamat berinisial JA, terjadi pada Sabtu, 1 Desember 2018. Para pekerja, dalam kondisi tangan terikat, kemudian dieksekusi dengan tembakan pada keesokan paginya, Minggu 2 Desember 2018.

Empat pekerja berhasil melarikan diri dan diselamatkan TNI di Pos TNI Mbua, Kabupaten Nduga, Papua. Menurut JA, ada 19 rekan kerjanya yang tewas akibat tembakan. Sementara dua lainnya melarikan diri dan terpisah dari rombongan sehingga tak diketahui nasibnya hingga kini.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, serangkaian serangan yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua, karena kesenjangan pembangunan. Ini disampaikan Tito menanggapi pembunuhan terhadap anggota TNI dan pekerja pembangunan jembatan di Distrik Yigi, Nduga.

"Kita tahu bahwa akar masalah utama dari aksi kekerasan bersenjata oleh kelompok-kelompok ini terutama karena memang masalah pembangunan, masalah kesejahteraan," jelas Tito di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Tito mengambil contoh aksi kekerasan yang terjadi di Manokwari, Papua Barat, beberapa tahun lalu. Dia menyebut sebelum pembangunan infrastruktur di Manokwari digenjot, pembunuhan terhadap aparat keamanan maupun warga kerap terjadi.

"Tapi dengan pembangunan yang berjalan sangat bagus saat ini tidak ada lagi di daerah-daerah itu," ucapnya.

Mantan Kapolda Papua ini menyadari, pembangunan infrastruktur di Nduga memang terlambat. Hal itu disebabkan medan di kawasan tersebut cukup sulit. Nduga terletak di pegunungan tengah Papua.

"Nah, ini persoalannya sekali lagi masalah pembangunan kesejahteraan," kata dia.

Tito menambahkan, Presiden Jokowi memiliki tekad yang sangat kuat untuk membangun infrastruktur di pegunungan tengah Papua.

Saat ini, pemerintah pusat sedang membangun Trans Papua dan puluhan jembatan. Tito berharap upaya ini bisa menekan aksi kekerasan di Nduga dan sekitarnya.

"Saya pernah jadi Kapolda Papua dua tahun. Saya sangat yakin masyarakat Papua menunggu pembangunan ini. Tapi ya kelompok-kelompok ini seringkali mereka enggak sabar, menunjukkan eksistensi, terus mungkin juga mereka menikmati karena ditakuti, memberikan status sosial bersenjata," kata dia mengakhiri.

Tito Karnavian menyebut korban pembunuhan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, sebanyak 20 orang. Sebanyak 19 orang di antaranya adalah pekerja pembangunan jembatan.

"Informasi sementara adalah 20. Yakni, 19 pekerja, dan 1 anggota TNI yang gugur," jelas Tito.

Sementara itu, Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto mengatakan para korban penembakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata/KKB di Kabupaten Nduga, Papua, dievakuasi ke Timika pada Rabu 5 Desember.

"Semua yang menjadi korban di sana akan kita evakuasi, akan kita bawa ke rumah sakit di sini (Timika) yang fasilitasnya cukup memadai. Nanti yang meninggal akan kita identifikasi, lalu diadakan perawatan semestinya dan selanjutnya akan kita kirim ke keluarga masing-masing," kata Komjen Ari di Timika, Rabu malam 5 Desember 2018.

Wakapolri juga menyebut seorang anggota Brimob terluka akibat tertembak peluru KKB saat hendak menuju lokasi kejadian penembakan 21 pekerja PT Iska yang ditugaskan membangun jembatan Kali Yigi ruas jalan Trans Papua.

Sementara itu aparat gabungan TNI dan Polri telah menemukan 15 orang jenazah korban penembakan KKB di Puncak Kabo Distrik Yal, Kabupaten Nduga pada Rabu petang.

 

3 dari 3 halaman

Selamat Berkat Pura-Pura Mati

Trauma, kondisi inilah yang tengah dirasakan keempat pekerja PT Istaka Karya setelah berhasil lolos dari pembantaian maut yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

Para korban dievakuasi dari Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, Selasa, 4 Desember 2018 menggunakan heli milik TNI AU dari Distrik Mbua. Mereka adalah JA, MSP, A, dan J.

Aparat juga mengevakuasi enam petugas Puskesmas Mbua dan dua guru SMP.

Guna proses pemulihan, tiga di antaranya dibawa ke RSUD Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Saat ditemukan mereka mengalami luka tembak di bagian lengan dan kaki.

Keempatnya selamat setelah berpura-pura mati saat diberondong tembakan oleh 50 orang anggota KKB.

"Sebagian pekerja tertembak mati di tempat, sebagian lagi pura-pura mati terkapar di tanah," ungkap Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi dalam keterangannya, Rabu, 5 Desember 2018.

Berikut ini cerita kekejaman yang berhasil diungkap para pekerja proyak Trans Papua yang selamat dari pembantaian:

1. Kamp Pekerja Didatangi KKB saat Libur

JA, salah satu korban kekejaman KKB di Kabupaten Nduga yang lolos dari maut. Pascaperistiwa tersebut, salah satu pekerja PT Istaka Karya ini mulai memberanikan diri menceritakan kisah mengerikan yang baru dilaluinya.

Sabtu, 1 Desember 2018, dia dan puluhan pekerja jembatan dan jalan Trans Papua memutuskan untuk tidak bekerja. Karena hari itu diklaim kelompok separatis sebagai HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan dimeriahkan upacara bakar batu bersama masyarakat.

"Sekitar pukul 15.00 WIT, KKB mendatangi kemah PT Istaka Karya dan memaksa seluruh karyawan yang berjumlah 25 orang keluar. Mereka digiring dengan tangan terikat menuju Kali Karunggame dengan dikawal 50 orang pasukan KKB dengan senjata campuran standar militer," jelas Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi yang menceritakan kembali kesaksian Jimmy.

2. Pura-Pura Mati

Saat digiring keluar kamp dengan ditodong senjata militer, ketakutan menyelimuti para pekerja. Mereka tak bisa melawan dan hanya mampu mengikuti perintah.

Pada 2 Desember 2018, pukul 07.00 WIT, seluruh pekerja dibawa berjalan kaki dalam keadaan tangan terikat menuju Bukit Puncak Kabo. Mereka dipaksa berbaris dengan formasi lima saf dalam kondisi jalan jongkok.

Melihat korbannya tak berdaya, KKB yang kegirangan menari-nari sambil meneriakkan suara hutan khas pedalaman Papua. Tiba-tiba rentetan peluru ditembakan ke arah para pekerja bak tawanan perang. Jasad pun bergelimpangan.

"Sebagian pekerja tertembak mati di tempat. Sebagian lagi pura-pura mati terkapar di tanah," kata Aidi.

3. Tertangkap dan Digorok

Melihat korbannya tewas, kelompok bersenjata ini melanjutkan perjalanan menuju bukit Puncak Kabo.

Tanpa mereka ketahui, ada 11 pekerja Trans Papua yang pura-pura mati tertembak. Salah satunya adalah JA.

Kesebelas ini lalu berusaha bangkit dan melarikan diri. Namun, aksi mereka tepergok oleh KKB lalu dikejar. Lima orang tertangkap dan digorok, sementara enam lainnya berhasil melarikan diri ke arah Mbua.

Saat ini, dua orang di antaranya belum ditemukan. Jimmy bersama tiga rekannya berhasil lolos dan selamat.

4. KKB Serang Pos TNI

Pelarian Jimmy dan ketiga rekannya ternyata belum aman. Kelompok yang diduga didalangi Egianus Kokogaya ini mengejarnya hingga ke Distrik Mbua.

Pada 3 Desember 2018 sekitar pukul 05.00 Wit, mereka nekat menyerang Pos TNI 755/Yalet tempat para korban diamankan. Mereka menggunakan senjata standar militer campuran, berikut panah dan tombak.

Serangan diawali dengan pelemparan batu ke arah pos. Salah seorang anggota Yonif 755/Yalet atas nama Serda Handoko yang membuka jendela tertembak dan meninggal dunia. 

"Karena situasi tidak berimbang dan kondisi medan yang tidak menguntungkan, maka pada 4 Desember pukul 01.00 WIT, Danpos memutuskan untuk mundur mencari medan perlindungan yang lebih menguntungkan. Saat itulah salah seorang anggota atas nama Pratu Sugeng tertembak di lengan," ucap Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.