Sukses

Para Pencipta Hoaks Selain Ratna Sarumpaet yang Hebohkan Publik

Ingatkah Anda jika tak hanya Ratna Sarumpaet yang terlibat hoaks?

Liputan6.com, Jakarta - Kabar bohong atau hoaks marak muncul belakangan ini. Apalagi, saat ini sudah mulai memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Terakhir, publik dihebohkan oleh drama Ratna Sarumpaet. Dengan hebatnya, Ratna berhasil mengarang cerita pengeroyokan hingga menyebabkan lebam di wajahnya. Seketika, kabar itu pun viral.

Bukti foto wajah lebam Ratna pun tersebar di jagat maya dan menghebohkan masyarakat. Pengeroyokan tersebut diceritakan Ratna terjadi di Bandara Hussein Sastranegara Bandung, Jawa Barat.

Polisi tanpa ragu turut memeriksa kebenaran kabar tersebut. Meski belum menerima laporan, pihak kepolisian menelusuri dugaan pengeroyokan yang dialami oleh Ratna.

Hasilnya, Ratna Sarumpaet tidak dianiaya melainkan lebam akibat operasi plastik. Ratna Sarumpaet pun mengakui dirinya telah berbohong.

Namun, ingatkah Anda jika tak hanya Ratna yang berhasil menyebarkan hoaks?

Beberapa waktu lalu, mantan Ketua DPR Setya Novanto juga sempat mengarang kecelakaan yang menimpa dirinya. Pria yang karib disapa Setnov itu juga kerap mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan kesehatan.

Drama pemanggilan Setnov oleh KPK terkait kasus dugaan suap e-KTP berakhir dengan drama dirinya yang menabrak tiang listrik pada Kamis, 16 November 2017 malam.

Berikut para pencipta hoaks yang berhasil menghebohkan publik:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Setya Novanto

Publik digegerkan oleh kabar sebuah kecelakaan di wilayah Permata Hijau, Jakarta Selatan, Kamis, 16 November 2017. Pasalnya, kecelakaan itu melibatkan Setya Novanto, orang yang sedang menjadi sorotan dan dicari-cari oleh KPK saat itu.

Dia tengah dicari lantaran tidak berada di rumah ketika penyidik KPK menyambangi rumahnya untuk menggeledah dan menjemputnya pada Rabu, 15 November 2017 malam. Hal itu merupakan buntut dari mangkirnya Setya Novanto dari panggilan KPK terkait kasus e-KTP.

Pengacara Setya Novanto kala itu, Fredrich Yunadi, mengatakan kliennya dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau yang berada tak jauh dari lokasi kecelakaan.

Fredrich menggambarkan, kondisi Setya Novanto dalam keadaan yang tidak baik. Kepalanya benjol sebesar bakpau dan sempat tak sadarkan diri. Ini diperkuat dengan keterangan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo.

Polisi kemudian memeriksa empat saksi termasuk pengemudi terkait kecelakaan lalu lintas tersebut. Kepada polisi, Hilman Mattauch sang pengemudi mengaku kurang konsentrasi saat membawa mobil tersebut. Akibatnya, kecelakaan lalu lintas pun tak terhindarkan.

Alih-alih prihatin terhadap kondisi Setya Novanto, warganet justru lebih mengkhawatirkan kondisi tiang listrik setelah ditabrak mobil Fortuner yang ditumpangi Setnov. Alhasil, warganet pun menyerukan tagar SaveTiangListrik (#SaveTiangListrik) di Twitter.

PT PLN (Persero) kemudian memastikan bahwa yang mobil yang mengangkut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto tidak menabrak tiang listrik. Mobil Toyota Fortuner berkelir hitam bernomor polisi B 1732 ZLO tersebut menabrak tiang Penerangan Jalan Umum (PJU).

Kala itu, foto Setya Novanto yang sedang terbaring di Rumah Sakit tersebar. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu terlihat diperban di kepalanya dan tampak diinfus. Foto tersebut justru menimbulkan kontroversi dan tak membuat masyarakat percaya begitu saja.

Beragam analisa bermunculan hingga akhirnya memicu berita kecelakaan Setya Novanto itu hanyalah skenario, termasuk juga dengan kepala benjol.

 

3 dari 5 halaman

2. Fredrich Yunadi

Fredrich Yunadi yang merupakan mantan pengacara Setya Novanto akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Kala itu, Fredrich Yunadi menyebut kepala Setya Novanto benjol sebesar bakpao dan sempat tak sadarkan diri.

Masyarakat lalu kaget dengan perkataan Fredrich soal kepala Setya Novanto benjol sebesar bakpao. Meme soal kepala benjol itu muncul di linimasa. Masyarakat langsung membayangkan betapa besarnya benjol itu.

Fredrich Yunadi kemudian disebut menghalangi langkah KPK untuk menangkap Setya Novanto. KPK lalu menduga data medis Setya Novanto dimanipulasi.

Ini yang menjadi dasar bagi KPK menetapkan Fredrich dan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka.

"FY dan BST diduga memasukkan tersangka SN (Setya Novanto) ke salah satu RS untuk dilakukan rawat inap dengan memanipulasi data medis," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan.

Menurut dia, skenario ini disusun untuk menghindari pemeriksaan Setya Novanto oleh penyidik KPK. Pada Kamis, 16 November 2017, Fredrich Yunadi diduga menelepon dokter Bimanesh untuk memberitahukan soal rencana Setya Novanto masuk ke rumah sakit tempatnya praktik.

"Sebelum masuk ke RS, FY diduga sudah koordinasi dengan dokter. Dokter tersebut diduga sudah menerima telepon dari pihak pengacara bahwa SN akan dirawat," kata Basaria.

Padahal, lanjutnya, saat itu belum diketahui penyakit Setya Novanto. KPK pun menyangkakan Pasal 21 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP kepada tersangka.

4 dari 5 halaman

3. Bimanesh Sutarjo

Dokter Bimanesh juga menjadi salah satu dalang di balik kisah kecelakaan Setya Novanto. Saat itu, Bimanesh merupakan dokter spesialis penyakit dalam RS Medika Permata Hijau yang menangani Setya Novanto.

Drama pun dimulai. Setelah mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi menemuinya, kecelakaan Setya Novanto terjadi. Tak hanya itu, KPK menduga Bimanesh turut serta dalam memanipulasi data medis Setya Novanto hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Saat menjadi saksi pada persidangan perintangan penyidikan korupsi e-KTP dengan terdakwa Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Bimanesh mengungkapkan pembicaraan dengan mantan pengacara Setya Novanto tersebut.

Dalam obrolan itu, Fredrich mengutarakan skenario kecelakaan Novanto. Bimanesh menjelaskan, pada Kamis, 16 November 2018 sekitar pukul 17.50 WIB, dia terbangun dari tidurnya lantaran ada panggilan masuk dari Fredrich. Dengan singkat, Fredrich mengatakan perihal skenario Novanto akan masuk ke RSMPH.

"Terdengar suara terdakwa 'Dok skenarionya kecelakaan', saya tanya maksudnya apa dia langsung tutup teleponnya. Singkat sekali," ujar Bimanesh.

Mendengar pernyataan Fredrich, ia mengaku terkejut. Karena sebelumnya, pada pukul 11.00 WIB, Fredrich telah menghubunginya dan memberitahukan rencana Setya Novanto akan dirawat di rumah sakit kelas B tersebut.

Bimanesh mengaku tak menggubris telepon Fredrich yang kedua. Sesaat kemudian, Plt Manager Pelayanan Medik RSMPH, dr Alia, menghubunginya dan menginformasikan penolakan dokter jaga IGD RSMPH, Michael Chia Cahaya, memberi diagnosis kecelakaan terhadap Novanto tanpa pemeriksaan pasien terlebih dahulu.

Baru diketahui, selain menghubungi Bimanesh mengenai skenario kecelakaan terhadap Novanto, Fredrich juga menghubungi pihak rumah sakit, yakni; Plt Manager Pelayanan Medik, dr Alia dan dokter jaga IGD, dr Michael Chia Cahaya.

Majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis untuk dokter Bimanesh Sutarjo hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta atau subsider satu bulan kurungan.

Dokter penyakit dalam RS Medika Permata Hijau itu dinyatakan terbukti terlibat bersama Fredrich Yunadi merintangi penyidikan perkara e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.

 

5 dari 5 halaman

4. Ratna Sarumpaet

Terakhir, aktivis Ratna Sarumpaet berhasil mengegerkan publik dengan kabar pengeroyokan dirinya di Bandara Hussein Sastranegara Bandung, Jawa Barat.

Ratna menceritakan kisah pengeroyokaan dirinya kepada Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Nanik S Deyang.

Menurut Nanik, Ratna dan dua temannya dari Srilanka dan Malaysia menuju Bandara Husein Saatranegara, Bandung, Jawa Barat menggunakan taksi. Setelah dua temannya turun dari taksi, peristiwa nahas itu terjadi di sekitar bandara pada 21 September 2018.

Ia melanjutkan, setelah dipukuli tiga orang tak dikenal tersebut di tempat gelap, Ratna kemudian dilempar ke pinggir jalan aspal hingga bagian samping kepalanya robek.

Nanik menyebut kejadian itu sangat cepat sehingga Ratna kesulitan mengingat urutan kejadiannya. Saat itu menurut Nanik, Ratna Sarumpaet hanya bisa menutupi mukanya yang terus dipukuli.

Ratna tidak bisa melihat secara jelas siapa pelaku pemukulan tersebut. Setelah dipukuli, Ratna dilempar ke pinggir jalan aspal, sehingga bagian samping kepalanya robek.

Aparat kepolisian tak tinggal diam. Jajaran Polda Jawa Barat langsung menindaklanjuti informasi dugaan pengeroyokan terhadap Ratna Sarumpaet di wilayah hukumnya.

Hasil penyelidikan kemudian menemukan bahwa Ratna Sarumpaet pada 21 September 2018, sekitar pukul 17.00 WIB, berada di Rumah Sakit Bina Estetika, Menteng.

"Tim mendapat info Ibu Ratna sore sekitar pukul 5 sore, Beliau ada di RS Bina Estetika, Menteng. Kami sudah bertemu pihak rumah sakit dan melakukan pengecekan," kata Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta.

Polisi telah melakukan investigasi terkait dugaan penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet. Hasilnya, aktivis itu tak dianiaya dan luka lebam di wajahnya akibat operasi plastik di Rumah Sakit Khusus Bedah Bina Estetika, Jakarta Pusat.

Hingga akhirnya, Ratna mengklarifikasi berita tentang penganiayaannya. Dia mengaku tidak dianiaya siapapun. Dia mengakui telah datang ke rumah sakit pada 21 September 2018 untuk menemui dokter bedah plastik dan menjalani prosedur sedot lemak di sana.

Ratna juga menyampaikan permohonan maaf kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ini menyusul pembelaan Prabowo atas dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini