Sukses

Revisi UU ITE Berlaku, Wakapolri Imbau Hati-Hati Gunakan Medsos

Pemberlakuan revisi UU ITE itu dinilai memiliki dampak baik meski ancaman pidananya diturunkan.

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai diberlakukan hari ini. Pemberlakuan peraturan itu dinilai memiliki dampak baik meski ancaman pidananya diturunkan.

"Ada hikmahnya," kata Wakapolri Komjen Syafruddin di Kediaman Kedutaan Besar Kerajaan Yordania, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2016).

Pasal 27 dalam undang-undang itu menyebutkan adanya pengurangan ancaman kurungan pidana. Namun sasaran pelakunya diperluas. Tak hanya lagi mereka yang membuat, menampilkan ataupun mengunggahnya ke internet, tapi termasuk mereka yang mendistribusikan ulang pun akan terjerat.

Syafruddin mengatakan, ancaman pidana bagi pembuat informasi itu diturunkan pidana penjara yang sebelumnya paling lama enam tahun menjadi paling lama empat tahun dan atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

Sedangkan ancaman pidana bagi pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, sebelumnya diganjar pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi paling lama empat tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

"Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, harus dicek dulu kebenarannya," imbau Syafruddin.

Dalam muatannya, perubahan undang-undang ITE terdiri dari tujuh poin. Yaitu pertama, menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multitafsir terhadap 'ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik' pada Pasal 27 ayat 3.

Kedua, menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta. Juga menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan pada Pasal 29 dari paling lama 12 tahun penjara menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

Ketiga, melaksanakan putusan MK atas Pasal 31 ayat 4 yang mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi ke dalam UU. Juga menambahkan penjelasan pasal 5 terkait keberadaan informasi elektronik sebagai alat bukti hukum.

Keempat, sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan dengan hukum acara KUHAP.

Kelima, memperkuat peran PPNS UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.

Keenam, menambahkan ketentuan 'right to be forgotten': kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaan 'right to be forgotten' dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

Ketujuh, memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.