Sukses

Kasus Serangan Beruang di Jepang Tembus Rekor di 2023, Ahli Sebut Efek Perubahan Iklim

Jepang merupakan habitat dari dua jenis beruang, yakni beruang cokelat dan beruang Asia. Apa kaitan perubahan iklim dengan serangan beruang?

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Jepang menyebutkan jumlah serangan beruang pada 2023 meningkat. Dengan satu bulan tersisa di tahun ini, korban serangan beruang yang selamat sedikitnya mencapai 212 orang, enam lainnya meninggal dunia.

Angka itu jauh melampaui rekor sepanjang 2020 yang mencapai 158 orang. Jumlah serangan beruang tidak pernah melebihi 200 korban per tahun sejak pencatatan dimulai pada 2006.

Seishi Sato menjadi salah satu korban selamat usai disergap beruang saat berjalan-jalan ke hutan di Jepang utara yang berjarak hanya setengah jam berjalan kaki dari toko yang ia kelola, tempat ia menjual perlengkapan hewan peliharaan dan jamur yang ia petik dari hutan. Ia tidak sadar gerak-geriknya diintai dua beruang Asia yang bersembunyi di semak-semak. Salah satunya menyerang ke arahnya yang berusaha ditangkis Sato dengan panik.

"Ketika saya melihat mereka, saya berada sangat dekat dan saya pikir saya berada dalam masalah besar," kata pria berusia 57 tahun dari Prefektur Iwate, di timur laut Jepang, kepada CNN, dikutip Minggu (10/12/2023). Meski selama, ia terluka dengan banyak goresan dan luka tusuk di lengan dan pahanya.

Penampakan hewan yang dalam bahasa Jepang disebut kuma itu bukanlah hal yang aneh di Jepang. Mereka umumnya terkonsentrasi di bagian utara negara tersebut, dengan pegunungan, semak lebat dan sungai sebening kristal menyediakan habitat ideal dan sumber berlimpah biji pohon ek, kacang beech, dan kacang-kacangan. buah-buahan dan serangga yang menjadi makanan mereka.

Namun, para ahli mengatakan beruang-beruang di Jepang semakin sering keluar dari habitat tradisional mereka dan masuk ke daerah perkotaan untuk mencari makanan. Beberapa pihak berpendapat bahwa hal ini terjadi karena perubahan iklim mengganggu pembungaan dan penyerbukan beberapa sumber makanan tradisional hewan tersebut.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kaitan Perubahan Iklim dan Serangan Beruang

"Beruang memperluas wilayah jelajahnya tahun ini dan turun ke daerah dekat pemukiman manusia untuk mencari makanan," kata Profesor Maki Yamamoto, yang mempelajari beruang di Universitas Teknologi Nagaoka di Niigata. Jepang adalah rumah bagi dua jenis beruang, yakni beruang coklat, yang hidup di Hokkaido, pulau paling utara di Jepang, dan populasi kecil beruang Asia, yang tinggal di Honshu, pulau terbesar di Jepang.

"Tahun ini, beruang lebih banyak bermunculan di desa-desa justru karena buruknya panen biji ek dari pohon beech, pohon favorit beruang," katanya lagi.

Pendapat senada dilontarkan Tsutomu Mano, peneliti senior di Organisasi Penelitian Hokkaido. Ia mengatakan perubahan iklim 'kemungkinan besar berdampak signifikan pada waktu berbunga tanaman dan aktivitas serangga yang bertanggung jawab atas penyerbukan, yang diperlukan untuk menghasilkan buah'.

Ketika beruang tidak mempunyai cukup makanan, mereka sering beralih ke lingkungan manusia untuk mencari sisa makanan di tempat sampah, katanya. "Begitu mereka sudah mulai menyukai sisa makanan manusia, mereka akan terus kembali lagi," kata Mano.

Hingga November 2023, terdapat 19.191 penampakan beruang di seluruh negeri, naik dari 11.135 penampakan sepanjang tahun sebelumnya dan 12.743 penampakan pada 2021. Iwate, tempat tinggal Sato, mencatat lebih banyak kasus dibandingkan tempat lain, yakni 5.158 kali, diikuti oleh prefektur tetangganya, Akita, yang melaporkan 3.000 penampakan.

 

 

3 dari 5 halaman

Dugaan Penyebab Beruang Menyerang Manusia

Baik beruang cokelat maupun beruang hitam Asia memiliki pola makan omnivora, senang memakan biji ek, dan cenderung menghindari manusia jika memungkinkan. Beruang Asia memiliki berat antara 40 hingga 100kg, sedangkan beruang cokelat Jepang dapat tumbuh hingga 400kg.

"Beruang cokelat dan beruang hitam Asia pada dasarnya adalah hewan pemalu yang menghindari manusia," kata Profesor Koji Yamazaki dari Universitas Pertanian Tokyo.

Ketika beruang menyerang, penyebabnya biasanya karena induk beruang khawatir jika bertemu dengan manusia akan menimbulkan ancaman bagi anaknya, kata para ahli. Sato, yang menjalankan saluran YouTube Primitive Forest Bear untuk berbagi petualangannya di alam, mengingat bahwa beruang Asia yang ia temui tampaknya adalah ibu dan anak.

Dia menangkap serangan itu dengan kamera dan mengunggah videonya secara online sebagai pengingat kepada orang lain untuk berhati-hati. Dalam video tersebut, dia berteriak minta tolong dan memukul hewan itu dengan dahan pohon untuk mengusirnya. Pada satu titik, dia memanjat pohon untuk menghindari beruang. Beruntung, mamalia itu akhirnya berbalik.

"Saat saya melihat videonya, saya ketakutan setengah mati," kata Sato.

4 dari 5 halaman

Korban Serangan Kebanyakan Lansia

Mano menambahkan faktor perubahan demografi Jepang yang sangat cepat kemungkinan juga memengaruhi kenaikan drastis serangan beruang. Dengan usia rata-rata 48 tahun, Jepang merupakan salah satu negara dengan populasi tertua di dunia, menurut Economic and Social for Asia and the Pacific, sebuah badan PBB yang memantau tren populasi.

Pada saat yang sama, generasi muda semakin banyak yang pindah ke kota-kota besar untuk mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik. Jika digabungkan, kedua faktor tersebut menyebabkan populasi di pinggiran pedesaan di prefektur utara menyusut dengan cepat, sehingga menciptakan kondisi seperti 'penelantaran lahan pertanian dan pertumbuhan berlebih di sepanjang tepi sungai' yang 'mempermudah beruang untuk masuk', menurut Mano.

Menurut lembaga penyiaran nasional NHK, dari 71 orang yang diserang beruang pada Oktober 2023, 61 orang berusia di atas 60 tahun. Sebanyak 21 orang berusia 80-an. Begitu mendesaknya masalah ini sehingga Menteri Lingkungan Hidup Shintaro Ito bulan lalu berjanji untuk membantu masyarakat yang terkena dampak.

"Kami sedang mempertimbangkan untuk memberikan bantuan darurat kepada masyarakat lokal sebagai respons terhadap kebutuhan mereka, seperti melakukan survei dan menangkap beruang yang tinggal di sekitar pemukiman manusia, dengan mempertimbangkan keinginan prefektur di mana jumlah korban manusia akibat beruang terus meningkat," katanya dalam konferensi pers, bulan lalu.

5 dari 5 halaman

Langkah-Langkah yang Diambil Pemerintah Daerah

Di Karuizawa, sebuah kota resor yang terletak di prefektur Nagano, barat laut Tokyo, para pegiat lingkungan hidup berpatroli di hutan dengan anjing untuk menakut-nakuti beruang, menurut media setempat. Sementara, para pejabat di prefektur Akita, yang mencatat jumlah serangan beruang tertinggi kedua, bertindak lebih drastis. Mereka mulai menawarkan hadiah kepada para penjebak.

Gubernur Norihisa Satake pada akhir bulan lalu mengumumkan hadiah sebesar 5.000 yen (sekitar Rp537 ribu ) untuk setiap beruang yang ditangkap di prefektur tersebut. Pihak berwenang juga mempertimbangkan proposal untuk menyisihkan dana hingga 15 juta yen (sekitar Rp1,6 juta) untuk membiayai pengangkutan beruang yang ditangkap.

Namun, para ahli mengatakan diperlukan pendekatan yang lebih holistik. "Menjebak saja tidak cukup untuk mengelola beruang, jadi perlu mempertimbangkan kombinasi berbagai metode," kata Yamazaki, dari Universitas Pertanian Tokyo.

Langkah pertama adalah mempelajari jenis beruang apa – berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lokasinya – yang tersesat dan alasannya, katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini