Sukses

Studi: 84 Persen Anak Muda Khawatir dengan Perubahan Iklim

Salah satu imbas perubahan iklim adalah munculnya fenomena eco-anxiety.

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi dua dari banyak isu besar yang kian mengkhawatirkan. Meski berbagai pihak seantero dunia berjuang memeranginya, dampaknya telah nyata terasa saat ini.

Kekhawatiran terkait isu perubahan iklim dan pemanasan global juga melanda anak muda sebagai generasi penerus. Dikutip dari South China Morning Post, Selasa, 26 Juli 2022, salah satunya adalah Faith Hui yang berusia 15 tahun yang menghabiskan musim panas di Hong Kong dengan memikirkan masa depan.

Bukan karier masa depannya, tapi masa depan planet ini. "Saya khawatir tentang perubahan iklim karena saya merasa apa pun yang kita lakukan sekarang, tindakan kita akan berdampak pada apa pun yang akan terjadi di masa depan. Situasinya sudah buruk, jika kita tidak menghentikannya, atau mengurangi dampaknya, saya mengkhawatirkan generasi mendatang," katanya.

Keprihatinan Faith digaungkan oleh anak-anak muda di seluruh dunia. Studi skala besar pertama tentang kecemasan iklim pada anak-anak dan remaja secara global menemukan bahwa 84 persen khawatir tentang dampak perubahan iklim.

Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan di The Lancet pada Desember, 45 persen mengatakan kecemasan dan tekanan iklim memengaruhi kehidupan dan fungsi sehari-hari mereka. Hampir setengah dari mereka yang mengatakan mereka berbicara dengan orang lain tentang perubahan iklim merasa diabaikan. Hal itu pula yang dirasakan Faith.

"Saya benar-benar merasa beberapa orang mengabaikan apa yang saya katakan, mereka tidak dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi. Perubahan iklim terjadi sedikit demi sedikit, jadi mereka berkata, 'Tidak apa-apa, saya tidak melihat apa pun terjadi sekarang'," katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kecemasan Iklim

American Psychological Association pertama kali mendefinisikan eco-anxiety pada 2017 sebagai "ketakutan kronis akan malapetaka lingkungan". Sejak itu, gelombang panas, kebakaran hutan, dan bencana alam lainnya yang terkait dengan perubahan iklim telah menjadikan "kecemasan iklim" sebagai istilah rumah tangga.

Linda Aspey, seorang konselor psikoterapi dan pembicara perubahan iklim yang berbasis di Inggris, ingin menekankan bahwa kecemasan iklim bukanlah suatu gangguan. Ia lebih suka istilah "stres iklim, kesedihan atau trauma".

"Ini adalah respons yang valid dan sehat terhadap krisis iklim dan lingkungan, yang menghadirkan ancaman di banyak tingkatan," kata Aspey.

Laporan Lancet juga menemukan bahwa kecemasan iklim dapat dihubungkan dengan banyak emosi, termasuk kekhawatiran, ketakutan, kemarahan, kesedihan, keputusasaan, rasa bersalah, rasa malu, dan harapan. Orang terkadang merasa bersalah atas kontribusi mereka sendiri terhadap perubahan iklim, atau malu atas kerusakan yang disebabkan oleh kemanusiaan secara lebih luas.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Merasa Bersalah

"Perasaan yang kompleks dan terkadang bersaing sering dialami bersama dan dapat berfluktuasi dalam menanggapi peristiwa pribadi dan dunia. Pengalaman-pengalaman ini dianggap sebagai respons yang dapat dipahami, selaras, dan sehat terhadap ancaman yang kita hadapi, tetapi ancaman semacam itu dapat dialami sebagai stresor psikologis yang tak henti-hentinya," bunyi laporan itu.

Faith mengatakan sekolahnya, Victoria Shanghai Academy, memasukkan perubahan iklim ke dalam agenda. Namun, dia berharap orang dewasa memiliki kesadaran dan pemahaman yang lebih besar tentang masalah ini.

"Orang dewasa harus memulai perubahan. Mereka memiliki keuntungan – mereka dapat mewujudkan sesuatu dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh anak-anak – dan mereka dapat menggunakan keuntungan itu untuk membantu kaum muda," kata Faith.

Jadi, mengapa orang merasa perubahan iklim begitu sulit untuk dibicarakan? Menurut psikolog Norwegia Per Espen Stoknes, "Bagaimana mengubah kelelahan kiamat menjadi tindakan pada pemanasan global", kata hambatan terbesar untuk memecahkan gangguan iklim terletak di antara telinga kita. Ia mengidentifikasi lima pertahanan batin:

- Distance: Tidak ada di sini, tidak sekarang, karena tampaknya begitu jauh sehingga tampak di luar lingkaran pengaruh saya.

- Doom: Perubahan iklim biasanya dibingkai sebagai bencana yang mengancam, yang membuat kita takut, tetapi orang-orang terbiasa dengannya dan kemudian mengalami kelelahan kiamat.

- Dissonance: Ini dirasakan sebagai ketidaknyamanan batin.

- Denial: Jika kita diam, mengabaikannya, kita mungkin menemukan perlindungan dari perasaan bersalah.

- Identity: Aktivis yang khawatir tidak peduli dengan orang-orang seperti saya yang baru saja menjalani kehidupan sehari-hari.

4 dari 4 halaman

Ingin Didengar

Jika anak atau remaja dalam hidup Anda ingin berbicara dengan Anda tentang perubahan iklim, jangan abaikan mereka atau beri tahu mereka untuk tidak khawatir. Tantang diri Anda untuk mendengarkan mereka dengan keterbukaan dan rasa ingin tahu, dan berada di pihak mereka.

Anak muda membutuhkan seseorang untuk memahami perasaan mereka dan menawarkan dukungan. Kita berada dalam masa yang sangat mendesak dan menghadapi bencana jika kita tidak bertindak, kata McAndrews. Yang sering ditanyakan apa yang dapat dilakukan orang sebagai individu.

"Jawabannya, berhenti melakukan sesuatu sebagai individu. Sudah terlambat untuk perubahan gaya hidup untuk menyelamatkan dunia. Saya percaya apa yang dibutuhkan sekarang adalah orang yang lebih tua untuk melangkah dan mendukung orang yang lebih muda. Bantu mereka merasa dilihat, didengar, dan dipahami," kata McAndrews.

Itulah tepatnya yang diminta Faith. Ini adalah kesempatan bagi orang muda dan orang dewasa untuk berkumpul, bagi orang tua untuk benar-benar mendengarkan keprihatinan mereka dan membantu memberdayakan mereka untuk membuat perubahan positif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.