Sukses

Survei Sebut Banyak Anak Muda Jepang Merasa Kesepian dan Terisolasi

Pandemi dan dampaknya telah berkontribusi pada peningkatan kesepian di antara orang-orang dari segala usia, terutama kaum muda Jepang.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu konsekuensi dari pandemi Covid-19 adalah perasaan terisolasi akibat karantina. Bekerja dari rumah, menghindari kerumunan besar, dan menjaga keamanan anggota keluarga yang rentan dengan tinggal di rumah mengakibatkan kesepian dan stres.

Dikutip dari Soranews24, Minggu (17/4/2022), meskipun banyak persyaratan jaga jarak telah dicabut saat ini, banyak hal masih belum kembali ke "normal" bagi banyak orang. Begitu pula dengan rasa kesepian yang juga melanda anak muda Jepang belum cukup mereda.

Potret masyarakat Negeri Sakura itu diperoleh dari hasil survei pemerintah yang menyelidiki keadaan kesepian dan keterasingan orang-orang di Jepang. Surveu ini sendiri dilakukan antara Desember dan Januari.

Tanggapan dari 11.867 pria dan perempuan berusia 16 tahun ke atas dari seluruh Jepang mengungkapkan bahwa banyak orang di sana sering atau selalu merasa terisolasi akhir-akhir ini, terutama kaum muda. Survei tersebut menanyakan kepada peserta, "Seberapa sering Anda merasa kesepian?"

Survei memberi mereka pilihan untuk menjawab "Tidak Pernah", "Hampir Tidak Pernah", "Jarang", "Kadang-kadang", dan "Sering atau Selalu". Sebanyak 4,5 persen responden menjawab, "Sering atau Selalu", dan 14,5 persen lainnya menjawab "Kadang-kadang".

Temuan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar orang di Jepang masih merasa kesepian dan terisolasi. Namun, orang-orang berusia 20-an dan 30-an adalah kelompok yang paling mungkin merasa kesepian.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Survei

Sebanyak 7,9 persen orang berusia 30-an dan 7,7 persen orang berusia 20-an menjawab "Sering atau Selalu." Sebagai perbandingan, semakin tua peserta, semakin rendah persentase mereka yang melaporkan sering merasa kesepian, yakni 5,6 persen orang berusia 40-an, 4,9 persen mereka yang berusia 50-an, 3,3 persen di usia 60-an, dan 1,8 persen dari mereka yang berusia 50-an. 70-an melaporkan kesepian yang sering atau teratur.

Frekuensi perasaan kesepian tampaknya tersebar hampir sama antara pria dan perempuan ketika melihat populasi secara keseluruhan. 4,9 persen pria dan 4,1 persen perempuan melaporkan kesepian secara teratur.

Namun, di antara orang-orang berusia 20-an dan 30-an, lebih banyak pria daripada perempuan yang tampaknya kesepian. Masing-masing 8,1 dan 8,3 persen untuk pria, dibandingkan dengan 6,2 dan 7,3 persen perempuan.

Mereka yang lajang atau bercerai dan hidup sendiri melaporkan perasaan kesepian yang paling banyak. Banyak dari responden yang melaporkan sering kesepian juga mereka yang saat ini menganggur atau bekerja sementara.

Banyak yang melaporkan bahwa kesehatan fisik dan mental mereka buruk. Pendapatan rumah tangga juga tampaknya menjadi faktor dalam frekuensi kesepian, karena individu berpenghasilan rendah cenderung lebih sering merasa kesepian.

3 dari 4 halaman

Interaksi

Survei juga meminta peserta untuk menilai tingkat interaksi mereka dengan orang lain. Sebagian besar responden melaporkan sangat sedikit interaksi, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi.

Dari mereka yang tinggal terpisah dari teman dan keluarga, 11,7 persen mengatakan bahwa mereka tidak memiliki komunikasi langsung dengan mereka sama sekali. Ini jelas diperparah oleh pandemi.

Sebanyak 67,6 persen responden mengatakan bahwa frekuensi mereka berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan orang-orang telah menurun. Hasilnya agak mengejutkan karena kesepian dan keterasingan sering dianggap sebagai masalah terutama yang menyangkut orang tua, tetapi menurut hasil survei ini, tampaknya tidak demikian.

Sayangnya, ini tidak memberikan gambaran yang menjanjikan, karena meskipun tingkat bunuh diri agak menurun pada awal pandemi, bunuh diri masih menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak muda di Jepang, dan kesepian pasti menjadi faktor utama.

4 dari 4 halaman

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit.

Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/ apps/details?id=com.tldigital. sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.