Sukses

Asosiasi Pria Pelit di Nigeria yang Terbentuk karena Biaya Pacaran Mahal

"Laki-laki tidak boleh dilihat sebagai mesin belanja, kami juga ingin dimanja," begitu kata salah satu anggota Asosiasi Pria Pelit di Nigeria.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah lelaki di Nigeria membentuk Asosiasi Pria Pelit sebagai buntut mahalnya biaya pacaran di negara itu. Mereka tidak akan lagi mengeluarkan uang untuk kencan mewah, tak akan lagi memberi hadiah mahal, dan tak memberi uang tunai sesuai permintaan perempuan.

"Sulit jadi pria di Nigeria. Terlalu banyak tekanan pada kami," kata Fred Itua, seorang wartawan berusia 35 tahun di Lagos, seperti dikutip dari BBC, Kamis, 18 Maret 2021. "Semua orang berharap banyak dari Anda. Laki-laki tidak boleh dilihat sebagai mesin belanja, kami juga ingin dimanja."

Pria lain ikut menyuarakan hal tersebut lewat Facebook. Ia merasa tak mendapat pengakuan layak dari uang yang dihabiskan untuk pacaran. "Kebanyakan pria yang murah hati dipandang sebagai objek untuk dimanipulasi, dimanfaatkan, dan tidak dihargai karena kemurahan hati mereka," katanya.

Gema Asosiasi Pria Pelit di media sosial memberi jalan pada sebuah aplikasi yang memungkinkan mereka mendesain kartu identitas. Aplikasi itu sudah diunduh lebih dari 50 ribu orang dalam beberapa hari.

Para anggotanya diminta bersumpah mengucapkan kata "tidak ada" pada wanita. Namun, beberapa perempuan skeptis mereka dapat berpegang pada prinsip itu. Seorang aktris bergaun mini mengungkap dalam kicauannya, "Saya berpakaian seperti ini di rumahnya dan ia mencela keanggotaannya di Asosiasi Pria Pelit."

Kencan benar-benar tentang sesuatu yang sangat serius, yakni bagaimana pria dan wanita muda Nigeria harus memperlakukan satu sama lain dalam suatu hubungan. Kencan di Nigeria bahkan bisa jadi "bisnis yang mahal."

"Saya harus membayar tagihan dengan jam tangan saya. Ada beberapa perempuan muda yang tampaknya mengharapkan pria untuk memenuhi setiap kebutuhan mereka yang tidak murah," ucap Itua.

Mereka juga harus membayar untuk keluar malam. Dalam konteks di mana banyak pria di Nigeria tidak menghasilkan banyak uang, ada banyak tekanan.

"Ketika saya masih bujangan, saya mengajak seorang wanita kencan dan membuat anggaran untuk kami berdua," kata Itua. "Tapi, ia datang bersama temannya dan mereka makan makanan yang tidak mampu saya bayar. Ia tidak menawarkan untuk membagi tagihan, jadi saya harus melepaskan jam tangan saya untuk menyeimbangkan biaya. Ia bahkan menolak untuk berpacaran dengan saya setelah itu."

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Memutus Lingkaran Konvensional

Pria yang merasa dimanfaatkan kemudian mengungkap dinamika kencan yang melibatkan uang. Bagi beberapa pria mungkin juga ada ekspektasi terhadap seks dan wanita merasakan tekanan itu.

''Kebanyakan pria muda mendekati wanita dengan apa yang dapat mereka tawarkan secara finansial," kata perancang busana Nigeria berusia 38 tahun, Amarachi Kanu. Biasanya, niat mereka berpacaran adalah untuk keuntungan seksual, dan wanita meminta uang, serta hadiah sebagai bentuk reward agar tidak merasa dimanfaatkan.

Kanu menyalahkan laki-laki karena mengabadikan ide-ide tradisional tentang ketergantungan perempuan. "Di banyak negara, tidak aneh melihat wanita membayar tagihan saat kencan. Tapi di Nigeria, pria membuat wanita percaya bahwa merekalah yang harus membayar semuanya," ucapnya

Kanumengatakan, ia merasa sulit menjalin hubungan ketika bersikeras membayar sesuai keinginannya. "Saya tidak pernah memiliki mantan yang membayar tagihan saya karena saya selalu jadi wanita mandiri. Ini sebenarnya membuat saya sulit untuk tetap menjalin hubungan lama sebelum akhirnya menikah." katanya. "Tidak seorang pun harus mendasarkan hubungan mereka pada transaksi."

Psikolog Ann Uramu mengungkap, hubungan lelaki dan perempuan harus jadi kemitraan sejati, di mana uang dan seks seharusnya tidak menjadi satu-satunya hal yang ditawarkan. Orangtua juga memiliki tanggung jawab untuk mengubah sikap dan melatih anak-anak mereka melihat sesuatu secara berbeda. Reorientasi harus dimulai dari rumah.

Kendati memakan waktu, banyak hal bisa berubah. Saat ini, banyak perempuan pekerja keras dan bisa mengurus diri mereka secara finansial, bahkan mendukung kekasih mereka. "Jadi, tidak semua wanita menunggu pria membayar tagihannya," ucap Uramu.

3 dari 3 halaman

Kekerasan dalam Pacaran

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.