Sukses

Cerita Akhir Pekan: Antara Protokol Kesehatan dan Sertifikasi Kebersihan, Mana Paling Aman untuk Pengunjung?

Sejumlah hotel lebih menerapkan protokol kesehatan ketimbang melaksanakan program sertifikasi kebersihan, kesehatan, dan keamanan.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah hotel di beberapa daerah mulai buka kembali, setekah cukup lama tutup akibat pandemi corona Covid-19. Namun, belum semua yang buka karena masih ada kekhawatiran terhadap penyebaran virus Covid-19.

"Saya belum dapat data resminya berapa yang sudah buka. Namun, hotel-hotel yang sudah buka okupansinya masih sangat rendah," ujar Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani, kepada Liputan6.com, Sabtu, 18 Juli 2020.

Haryadi memberikan sedikit gambaran tentang rendahnya tingkat okupansi hotel di sejumlah daerah. Tingkat okupansi hotel di Jakarta terbilang lebih tinggi dibanding dengan daerah lain.

"Okupansi hotel di Jakarta sekitar 15 persen hingga 20 persen, Surabaya 12 persen, Makassar 6 persen, Bali 1 persen, Yogya sekitar 15 persen," kata Haryadi.

Bisnis hotel itu sangat berkaitan dengan pergerakan manusia, kata Haryadi, kalau orangnya tidak bergerak, maka okupansi hotel pun jadi rendah. Kalau masyarakat sudah merasa aman, maka itu tanda kondisi sudah mulai pulih. "Kalau masyarakat merasa aman, maka beraktivitas pun jadi tenang," tegas Haryadi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Antara Protokol Kesehatan dan Sertifikasi

Dari hotel-hotel yang sudah buka, Haryadi mengatakan mereka menerapkan protokol kesehatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pihaknya tidak membuat standar tertentu, seperti sertifikasi kebersihan.

"Kami tidak mau membebani hotel-hotel yang ada untuk mengeluarkan biaya lagi. Kami menerapkan protokol kesehatan dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) dan WHO," ucap Haryadi.

Inti dari protokol kesehatan itu, lanjut Haryadi, meliputi jaga jarak sosial atau social distancing, menggunakan masker, dan mencuci tangan dengan hand sanitizer. Mereka juga menerapkan program Cleanliness, Healthy, Safety (CHS). 

"Semua hotel harus menerapkan itu agar kepercayaan masyarakat makin meningkat. Selain itu, kami juga sedang mencari jalan tepat, karena masih banyak orang yang masih khawatir," ujar Haryadi.

Secara terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Dampak COVID-19 di sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Ari Juliano Gema mempersilakan jika ada daerah yang menerapkan standar atau sertifikasi kebersihan, kesehatan, dan keamanan tersendiri. Ari menyebut Banyuwangi, Jawa Timur, yang menerapkan standar sendiri.

"Misalnya hotel, ya silakan saja jika memang ingin menerapkan standar atau sertifikasi sendiri nggak ada masalah. Standar-standar itu harus berpedoman pada panduan yang kita buat," ujar Ari. "Selain itu, harus ada kerja sama, seperti antardinas pariwisata dan dinas kesehatan setempat. Jadi, ini perlu waktu," imbuh Ari.

Saat ini saja, kata Ari, penerapan protokol kesehatan baru tahap simulasi. Sementara itu, tahapan selanjutnya ada sosialisasi, publikasi kepada publik, dan yang terakhir melakukan uji coba.

"Jadi, penerapan protokol kesehatan di setiap daerah masih panjang dan pelaksanaannya pun masih tidak bisa dalam waktu dekat. Perlu menunggu kesiapan daerah, karena ada daerah yang masuk zona merah, kuning, hijau, atau hitam, dan itu perlu evaluasi terus," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.